Soalnya kalau ngomong, suka nyelekit. mereka asal nyeplos saja kayak anak gembala yang ngoceh dengan teman gembala lain, “orang demo itu tolol.”
Lho, pak… bukannya yang tolol itu listrik yang suka mati pas lagi nonton bola? Kok rakyat disamain sama setrikaan korslet?
Ya wajar rakyat sakit hati. Bayar pajak rajin, bensin naik diem, harga cabai naik cuma bisa misuh, eh giliran ngomong malah dihina. Akhirnya rakyat pun keluar ke jalan. Demo rame-rame. Tadinya niatnya nobar kekecewaan, lama-lama kayak konvoi mantenan: bendera berkibar, teriakan menggema.
Tapi mari jujur sebentar. Kenapa rakyat sampai segitunya? Karena ada perasaan mandek. UU perampasan aset koruptor, yang udah lama ditunggu-tunggu, nggak kunjung disahkan. Rakyat jadi mikir: “Kalau koruptor bisa ngambil duit negara, kenapa kita nggak boleh ambil kulkas DPR?”
Lalu gimana solusinya biar rakyat nggak salah jalur?
Ya, protes boleh, tapi jangan pakai cara barbar.
-
Demo damai? Bisa. Teriak-teriak sambil jual cilok biar balik modal.
-
Petisi online? Bisa. Biar ada arsip resmi kekecewaan rakyat.
-
Meme politik? Wajib! Bikin DPR jadi bahan ketawa biar mereka malu sendiri.
-
Pemilu? Nah, ini jurus pamungkas. Balas dendam paling halus: jangan pilih lagi yang suka nyakitin rakyat.
Karena menjarah itu cuma bikin DPR senyum sinis: “Tuh kan, bener kata saya, rakyat tolol.”
Padahal rakyat bisa bales dengan cara yang bikin DPR bengong: pinter, kompak, dan sabar sampai waktunya tiba.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar