Sabtu, 09 November 2024

DEEP LEARNING DI TENGAH KRISIS AKHLAQ ANAK?

Gontor putri 1
Pendidikan kita, menurut banyak pihak, memang menghadapi tantangan serius, terutama soal degradasi moral yang kian mengkhawatirkan. Sikap hormat anak terhadap guru, kesantunan terhadap sesama, dan tanggung jawab moral tampak semakin jauh dari kehidupan sehari-hari. 

Di tengah keresahan ini, rencana penerapan kurikulum baru yang disebut Deep Learning muncul (dengan fokus mendalam pada kemampuan analisis dan inovasi . Namun, apakah ini solusi terbaik untuk memperbaiki persoalan moral yang ada? simak berikut  analisan nya.


Apakah Ini Arah yang Tepat?

liputan6.com
Tujuan besar dari penerapan kurikulum Deep Learning di Indonesia adalah membentuk generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga kompetitif secara global, dengan kemampuan analisis, kreativitas, dan pemecahan masalah yang tinggi. 

Ada ambisi untuk melahirkan generasi yang mampu bersaing di dunia yang terus berubah dengan pesat. Sayangnya, dalam fokus akademik yang mendalam ini, ada kekhawatiran bahwa pembentukan karakter dan nilai-nilai moral anak-anak justru semakin terabaikan.

Jika fokus besar pada akademik dan inovasi tidak diimbangi dengan perhatian pada moral dan etika, maka sistem pendidikan kita berisiko menghasilkan anak-anak yang cerdas secara intelektual, tetapi miskin secara emosional dan spiritual. 

Lihat saja tren saat ini: anak-anak yang cepat memahami teknologi, tetapi justru sulit untuk mengembangkan empati, sopan santun, atau rasa hormat. Deep Learning bisa jadi semakin memperkuat kesenjangan ini jika kurikulum tersebut tidak memberi ruang bagi pembinaan moral secara memadai.


Mungkinkah Memberi Solusi pada Kemerosotan Moral Anak?

RESEARCHGATE

Apakah Deep Learning bisa menjawab masalah krisis moral ini?  Deep Learning menawarkan pendekatan pembelajaran yang menarik, lebih berbasis proyek, dan berorientasi pada pengembangan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Namun, di tengah upaya mempersiapkan anak-anak untuk dunia kerja global, justru ada kebutuhan besar bagi mereka untuk juga menjadi manusia yang peduli, punya etika, dan bermoral.

Sayangnya, metode pembelajaran berbasis Deep Learning yang lebih fokus pada akademik dan penguasaan teknologi ini tidak secara otomatis membekali siswa dengan nilai-nilai moral. Tanpa adanya modul atau pendekatan khusus dalam membentuk karakter, Deep Learning malah berisiko menjadi alat yang terlalu akademis dan kurang membumi, terutama bagi anak-anak yang dihadapkan pada kehidupan nyata yang membutuhkan lebih dari sekadar kecerdasan logis.


Apakah Mendapat Ruang Lebih untuk Mendidik Akhlak dan Moral?

Kompasiana.com
Di sinilah peran guru menjadi sangat penting. Banyak guru yang memahami bahwa pendidikan adalah tentang nilai-nilai, bukan sekadar angka dan pencapaian akademik. Tetapi, Deep Learning, seperti Kurikulum Merdeka sebelumnya, tampaknya memberikan porsi yang terbatas pada pendampingan moral. 

Ada baiknya kita bertanya, apakah kurikulum baru ini memberikan waktu atau ruang lebih bagi guru untuk benar-benar mendidik siswa dalam akhlak dan nilai moral? Jika sistem mengharuskan guru untuk terus mengejar target akademik dan menyelesaikan proyek demi proyek, kapan waktu bagi guru untuk mengajarkan rasa hormat, kesantunan, atau rasa empati?

Banyak guru merasakan bahwa mereka kehilangan waktu yang seharusnya digunakan untuk membimbing siswa secara moral. Jika fokus sistem pendidikan deeplearning ini cenderung pada penguasaan akademik. Maka, kurikulum ini bisa dibilang tidak sepenuhnya mendukung pembentukan moral secara utuh, kecuali ada fleksibilitas atau kebijakan khusus yang mengizinkan guru memasukkan nilai-nilai karakter di setiap mata pelajaran dan aktivitas belajar.


Menyentuh Moralitas pendidikan

keputrian di sekolah
Jika pemerintah ingin membuat kurikulum yang benar-benar berdaya guna bagi masa depan siswa dan bangsa, maka pertimbangkan hal hal berikut:

Berikan Ruang Bagi Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter harus menjadi pondasi kurikulum, bukan sekadar pelengkap. Anak-anak perlu mendapatkan kesempatan untuk belajar tentang nilai-nilai moral di semua mata pelajaran. Pembelajaran harus mengintegrasikan akhlak dan etika secara alami, bukan sekadar di pinggir atau melalui ekstrakurikuler semata.

Fokus Pada Peran Guru Sebagai Pendidik Moral

Guru adalah kunci dalam membentuk karakter siswa. Berikan guru lebih banyak ruang dan fleksibilitas dalam mendidik karakter dan moral tanpa dibebani terlalu banyak tuntutan administratif dan akademik apalagi beban ancaman hukum bagi mereka. Dengan demikian, guru dapat lebih fokus pada pembinaan karakter.


Libatkan Keluarga dan Lingkungan

radar kediri

Pendidikan karakter tidak bisa dibebankan kepada sekolah. Keluarga dan masyarakat perlu diberdayakan untuk mendukung pembentukan karakter positif anak-anak.

Pentingnya Nilai-nilai Hidup

Ajarkan kepada siswa bahwa keberhasilan bukan hanya tentang prestasi akademik, tetapi juga tentang bagaimana mereka bisa menjadi manusia yang baik, yang punya empati, sopan santun, dan peduli terhadap sesama.

Dengan langkah-langkah itu, berharap bahwa kurikulum baru ini memiliki tujuan untuk tidak hanya sekedar mencetak anak-anak cerdas secara akademis, tetapi juga bijaksana, sopan, dan berakhlak mulia. Tugas pendidik dan pemerintah, memastikan bahwa pendidikan tidak kehilangan nilai utamanya yakni : membentuk generasi yang bukan hanya pintar, tetapi juga bermoral.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar