Kamis, 19 Desember 2024

OBOR YANG TAK BOLEH PADAM


Pada waktu pembinaan guru dan karyawan yys, wakil dari ketua pembina yys Sunan Giri, Abah Suharis, BA  menyampaikan:

Perjalanan Yayasan Sunan Giri adalah kisah panjang yang sarat makna. 

Sejak awal berdirinya di tahun 1965, yayasan ini lahir dari semangat membangun generasi bangsa yang berilmu dan beriman, bahkan di tengah tantangan yang tak mudah. 

Kita semua tahu, saat itu banyak anak dari keluarga eks-PKI yang membutuhkan bimbingan. Yayasan ini membuka pintu seluas-luasnya tanpa memandang latar belakang. Prinsip inilah yang menjadi warisan luar biasa untuk kita lanjutkan: membina, bukan menghakimi.

SUSU TERAPI kesehatan, enak dan menyembuhkan inshaalloh
 Order dan pemesanan susu terapi 089521328467
250 Gr RP 50.000

Kini, perjalanan itu telah berbuah manis. Dari PGA yang melebur menjadi SMA, hingga lahirnya SMK Sunan Giri pada 1993, semuanya telah menjadi bagian dari sejarah perjuangan yang harus kita syukuri. 

Gedung megah yang kita miliki hari ini adalah saksi nyata betapa jerih payah para pendiri tidak sia-sia. Namun, ingatlah, gedung hanyalah tempat; yang menentukan masa depan siswa adalah kita, para guru.

BACA JUGA : Cinta dan dedikasi pendidik smk sunan Giri

Guru Hebat, Siswa Hebat

Ketua Umum Yayasan Abah Muji,S.Pd.mengingatkan, guru yang hebat adalah kunci lahirnya siswa hebat. Tapi apa arti "guru hebat"? Apakah itu sekadar gelar? Tidak, guru hebat adalah mereka yang terus belajar, memperkaya ilmu, dan mendidik dengan hati dan membuat suasana belajar menjadi menyenangkan.

Mari kita merenung sejenak. Jika kita, sebagai guru, merasa cukup dengan apa yang sudah kita tahu, maka apa yang akan kita sampaikan kepada siswa? 

Jika kita berhenti membaca, berhenti menulis, dan berhenti mencari ilmu baru, maka bagaimana kita bisa menginspirasi siswa kita untuk menjadi pembelajar seumur hidup?

Bapak dan Ibu Guru, Allah berjanji akan mengangkat derajat orang-orang berilmu dan beriman. Tapi ilmu itu tidak datang begitu saja; kita harus menjemputnya. 

Baca Pula : Guru bicara adab itu untuk apa.?

Kita harus giat membaca, menulis, dan menyampaikan ilmu dengan cara yang menarik. Salah satunya adalah melalui storytelling, menyampaikan pelajaran dengan cerita yang memikat hati siswa.


Jangan Pernah Berhenti Belajar

Dalam dunia pendidikan, berhenti belajar berarti berhenti hidup. Teknologi berkembang pesat, dan dunia terus berubah. 

Siswa kita menghadapi tantangan yang berbeda dari generasi sebelumnya. Maka, kita sebagai guru harus menjadi teladan. 

Teladan dalam semangat belajar, teladan dalam integritas, dan teladan dalam menghadirkan pendidikan yang bermakna.

Baca Juga : Pendaftaran siswa baru indent SMK yang inovatif

Pelatihan, seminar, dan literasi bukanlah beban, tetapi kesempatan. Kesempatan untuk memperkaya diri, memperbarui cara mengajar, dan menjadi versi terbaik dari diri kita sendiri. 

Ketika kita sungguh-sungguh mengikuti pelatihan, itu bukan hanya untuk kita, tapi untuk masa depan siswa kita.

Menghormati Jasa Para Pendiri

ruangid5.co.id
Akhirnya, mari kita tidak melupakan jasa para pendiri Yayasan Sunan Giri. Mereka telah menanamkan pondasi yang kokoh, yang kini kita nikmati hasilnya. 


Menghormati jasa mereka berarti menjaga api semangat mereka tetap menyala. 


Kita melanjutkan perjuangan itu dengan menjadi guru yang pantang menyerah, terus belajar, dan memberikan yang terbaik bagi siswa.

Bapak dan Ibu Guru, Anda adalah obor yang menerangi jalan siswa menuju masa depan. Jangan biarkan obor itu padam. Teruslah belajar, teruslah berkarya, dan teruslah menginspirasi.

Karena ketika guru hebat, siswa hebat akan lahir dari tangan Anda.

Senin, 16 Desember 2024

GURU : TEGAS DI PENJARA LEMBEK DI REMEHKAN SISWA

Apa jadinya sebuah bangsa jika guru tak lagi bisa bersikap tegas? Jika kesantunan hanya jadi kata-kata indah tanpa aksi nyata di sekolah, siapa yang akan bertanggung jawab atas generasi tanpa moral ini?.

 Hari ini, guru terjepit di antara orang tua protektif yang membabi buta dan hukum negara yang lumpuh memahami esensi pendidikan karakter.

Kesantunan, yang dulu ditanam dengan disiplin, kini hanya jadi omong kosong. 

Guru yang mencoba tegas menghadapi dua risiko besar: berhadapan dengan orang tua yang memelihara ego anaknya, atau hukum yang melabeli tindakan mendidik sebagai kekerasan. 

Jika guru memilih aman, wibawa mereka hancur di depan siswa. Jika berani, mereka diseret ke meja hukum atau dihakimi di media sosial.

--------------------------------------------------------------

Bramgore BBGsa enak,sehat dan tanpa msg  order 089521328467

...................................................................................

Generasi Lemah Karena Proteksi Berlebihan

Mari kita bicara fakta. Proteksi orang tua yang seharusnya membangun justru menjadi penghambat. 

Anak yang salah tidak lagi diproses untuk belajar bertanggung jawab, melainkan dilindungi mati-matian oleh orang tua yang egois. 


Segelintir orang tua hari ini hanya peduli pada harga diri mereka, bukan pada pembentukan karakter anaknya.

Contoh nyata: seorang guru menegur siswa yang berperilaku buruk. Teguran itu sampai ke orang tua, tetapi alih-alih introspeksi, guru itu justru dikecam. 

Tidak cukup dengan marah di ruang guru, kasus itu diunggah ke media sosial, lengkap dengan narasi penuh fitnah. Sang guru hancur nama baiknya, sementara si anak melenggang bebas tanpa memahami konsekuensi atas perilakunya.

Apakah ini yang kita mau? Anak-anak tumbuh tanpa kesantunan karena merasa orang tua dan "aturan" akan selalu membela mereka?

Hukum: Melindungi atau Membungkam Guru?

Peran hukum juga jauh dari memuaskan. Hari ini, guru berada dalam zona bahaya setiap kali mereka mencoba mendisiplinkan siswa. 

Apa pun tindakan guru, betapa pun mendidiknya, bisa saja dilabeli sebagai kekerasan. Seolah-olah guru adalah sumber masalah, bukan pelurus akhlak. 



Celakanya, hukum lebih cepat bertindak untuk melindungi siswa yang salah daripada mendengar suara guru yang sekarat martabatnya.

Lantas, siapa yang masih berani mendidik dengan disiplin? Siapa yang bersedia menjadi sasaran ketika mencoba mengajarkan kesantunan? Di bawah hukum yang tumpul ini, guru hanya punya dua pilihan: menyerah atau diam. 

Sayangnya, generasi di bawah mereka tak peduli pada kompromi semacam itu—mereka hanya akan melihat guru yang lemah dan tanpa wibawa.

Kesantunan Tanpa Tegas: Hasilnya Nol Besar

Kesantunan tidak mungkin diajarkan dengan senyum kosong dan basa-basi. Ketika siswa tidak tahu konsekuensi dari tindakannya, mereka akan terus melanggar tanpa rasa bersalah. 

Guru yang tidak berani bertindak tegas hanya akan menghasilkan generasi yang permisif—mereka menganggap segalanya bisa dinegosiasikan, bahkan kesalahan.

Namun, ironisnya, masyarakat menuntut hasil besar dari guru yang terus-menerus dilumpuhkan. Ketika siswa berperilaku buruk, guru disalahkan. 

Ketika nilai siswa turun, guru juga yang dicerca. Namun, adakah yang bertanya berapa banyak kewenangan yang telah dicabut dari tangan guru?

________________________________________

Susu TERAPI hedgoat Etawa ,untuk lambung ,asam urat jantung dan paru.0rder 089521328467

--------------------------------------------------------------

Solusi Radikal: Mengembalikan Wibawa Guru

Sudah cukup basa-basi. Kita butuh solusi nyata untuk keluar dari krisis ini.

  1. Reformasi Hukum Pendidikan

    • Guru harus mendapatkan perlindungan hukum yang tegas. Tindakan mendisiplinkan siswa harus dibedakan dari kekerasan. Aturan yang kabur hari ini hanya membuka celah bagi orang tua untuk memanfaatkan hukum demi membungkam guru. Jika hukum tetap bias, jangan harap ada pendidikan karakter yang efektif.
  2. Orang Tua Harus Ikut Sekolah

    • Orang tua yang protektif negatif tidak boleh dibiarkan. Sekolah perlu mengadakan program wajib untuk mendidik orang tua tentang batasan proteksi terhadap anak mereka. Mereka harus tahu bahwa disiplin adalah bentuk kasih sayang, bukan kekerasan.
  3. Tegas, Tapi Cerdas

    • Guru perlu dididik untuk menegakkan disiplin tanpa celah untuk disalahgunakan. Pendekatan seperti hukuman edukatif (misalnya proyek sosial) dapat memberikan pelajaran mendalam tanpa membuka pintu untuk konflik hukum.
  4. Kembalikan Wibawa Guru

    • Media, pemerintah, dan masyarakat perlu berhenti menjadikan guru sebagai kambing hitam. Guru adalah pilar pendidikan, bukan pelayan ego masyarakat. Kampanye nasional untuk memulihkan martabat guru sangat diperlukan.

Apa yang Akan Terjadi Jika Ini Terus Berlanjut?


Jika kita terus membiarkan kesantunan terkikis tanpa tindakan tegas, generasi muda akan tumbuh menjadi individu yang arogan, manja, dan tanpa rasa tanggung jawab. 

Ketika kesantunan mati, kita tidak hanya kehilangan generasi yang berbudi pekerti, tetapi juga masa depan bangsa yang bermartabat.

Maka pertanyaannya adalah: Apakah kita masih ingin memelihara budaya protektif ini? Atau berani mengembalikan kewenangan guru sebagai pendidik karakter bangsa?


Jawabannya ada di tangan kita semua—bukan hanya guru, tetapi orang tua, masyarakat, dan pemerintah. Jangan sampai, ketika semuanya sudah terlambat, kita hanya bisa berkata, "Kenapa dulu kita tidak bertindak?"


Pak J 

Jumat, 13 Desember 2024

WAKIL RAKYAT: INIKAH CARAMU MEMBELA KAMI ?

seputar sumut.com
Semula, kami memilihmu bukan tanpa alasan. Harapan besar kami titipkan di pundakmu. Saat itu, engkau datang menawarkan janji: membela nasib rakyat, mengupayakan kemakmuran, dan mengelola sumber daya negeri ini demi seluruh bangsa. 

Namun kini, semua harapan itu terasa bagai bayangan yang memudar. bagaikan fatamorgana yang seakan memberikan harapan ternyata hanya ilusi belaka.

Kami, rakyat yang memilihmu, bertanya-tanya: Inikah caramu membela kami? Dengan menaikkan beban pajak yang semakin menyesakkan dada? inikah cara dirimu memakmurkan golongan dan keluarga mu?

Susu terapi paling jujur. dan menyehatkan order hub 089521328467


Kebijakan yang Membebani Rakyat

redaksi8
Belum cukup rasanya PPN dinaikkan dari 10% menjadi 11% pada tahun lalu. Kini, engkau berencana menaikkannya lagi menjadi 12% di tahun 2025. 

Belum lagi kami memahami alasan kebijakan itu, kau umumkan pula opsen pajak kendaraan bermotor sebesar 66%! Pungutan tambahan ini meliputi pajak kendaraan, bea balik nama kendaraan, hingga pengurusan plat nomor. 

Semua itu kau lakukan di tengah jeritan rakyat yang bergulat dengan biaya hidup yang kian tak terjangkau.

Apakah engkau pernah bertanya pada dirimu sendiri: Mampukah rakyat kecil menanggung semua ini?

Kami bukan pengusaha besar dengan laba melimpah. 

Kami adalah petani, nelayan, buruh, pedagang kecil, guru,dan pekerja serabutan yang harus mengencangkan ikat pinggang untuk menyekolahkan anak dan memenuhi kebutuhan sehari-hari. 

Ketika pajak dinaikkan, semua harga barang akan ikut melambung. Pada akhirnya, kamilah yang harus membayar mahal untuk setiap kebijakan yang kau buat wahai "wakil rakyat" dan penguasa.

Bramgor bbgsa enak dan sehat. tanpa msg order :089521328467

Harapan yang Dikhianati


Dulu, saat engkau meminta suara kami, kau berkata ingin memperjuangkan kesejahteraan rakyat. Kau berjanji akan menciptakan peluang kerja, menurunkan biaya hidup, dan menjamin akses pendidikan serta kesehatan yang layak. Namun, apa yang kami lihat sekarang?

Kau cerdas menaikkan pajak, tapi di mana kecerdasanmu dalam menurunkan kemiskinan? Di mana usahamu mengelola sumber daya alam untuk rakyat, bukan hanya segelintir elite?

Apakah janji-janji itu hanya sekadar kata-kata manis yang hilang setelah kau duduk nyaman di kursi kekuasaan?



suara.com
Kami Tidak Setuju!

Kami menolak keras kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat! Jika memang ada kebutuhan untuk meningkatkan pendapatan negara, mengapa tidak dimulai dari:

  1. Menghentikan kebocoran anggaran yang merugikan triliunan rupiah setiap tahunnya.
  2. Memperketat pengawasan atas proyek-proyek besar yang kerap menjadi ladang korupsi.
  3. Mengoptimalkan pajak dari kelompok super kaya yang selama ini sering luput dari kewajiban mereka.

Mengapa beban selalu dilimpahkan kepada rakyat kecil, sementara segelintir orang di lingkaran kekuasaan tetap hidup mewah tanpa peduli penderitaan kami?

Kembalilah Pada Amanahmu

beritasatu.com
Kami tidak butuh wakil rakyat yang pandai menaikkan pajak tapi lupa memperjuangkan kepentingan rakyat. 

Kami ingin pemimpin yang mau mendengar, merasakan, dan bertindak untuk meringankan beban kami, bukan malah menambahnya. 

Jika memang kau masih memiliki hati nurani, batalkan kebijakan ini dan fokuslah pada solusi yang lebih adil.

Ketahuilah, suara rakyat yang membawamu ke kursi kekuasaan adalah suara yang bisa mengguncangkanmu kembali. Jangan sia-siakan amanah yang telah kami titipkan padamu. Sebab, ketika kepercayaan hilang, kami takkan segan untuk mencabut dukungan dan memperjuangkan perubahan yang lebih baik.

Semoga amanah yang dulu kau terima, tak berakhir menjadi pengkhianatan yang merugikan kami semua.


Pak J

Senin, 09 Desember 2024

MAKAN SIANG DKM : MASIH SAKRAL ATAU SUDAH BIASA

Sepiring Nasi, Segenggam Doa

ruangide5.


Dua puluh minggu sudah berlalu. DKM Surabaya bersama orang baik mengadakan"Makan Siang Berbayar Doa" tak hanya menjadi jembatan kebaikan, tapi juga cerita tentang hati manusia. 

Sepiring nasi dan segenggam doa, sederhana dalam wujud, namun kaya dalam makna. 

Tapi kini, di minggu ke-20, mari kita bertanya: apakah makna itu masih terasa, atau justru mulai pudar di balik kebiasaan yang berulang?



Bramgor istimewa , enak dan sehat tanpa MSG . 
SUSU TERAPI KESEHATAN


Baca juga : ketika syukur pergi di tengah limpahan rezeki

Memberi dengan Hati 

ruangide5/DKM
Di awal program, mungkin hati para donatur dipenuhi haru. Setiap rupiah yang diberikan seperti angin segar yang meniupkan harapan bagi yang membutuhkan. 

Tapi, setelah 20 minggu, apakah mereka masih merasakan hal yang sama? Apakah doa yang mereka bayarkan untuk sepiring makan siang itu masih tulus, atau kini sekadar angka yang rutin ditransfer setiap minggunya?


Masihkah ada haru di setiap Suapan?

Ruangide5/DKM
Bagi para penerima manfaat, sepiring nasi hangat bukan hanya makanan, tapi juga simbol bahwa mereka tak dilupakan. Namun, manusia adalah makhluk "kebiasaan". 

Ketika harapan terus terpenuhi, syukur bisa saja perlahan tergantikan oleh rasa "ini memang sudah seharusnya". Apakah mereka masih berdoa untuk para donatur, atau kini do'a itu hanya bisik yang makin lirih?


Pejuang Amanah atau Sekadar Pelaksana Program?

ruangide5 /dkm
Lalu ada para pengelola, mereka yang tak terlihat tapi bekerja tanpa henti. 

Apa yang kini mereka rasakan? Adakah rasa syukur tiap kali melihat nasi terhidang di depan para penerima manfaat, atau justru tugas ini terasa seperti roda rutinitas yang terus berputar tanpa jeda?


Pertanyaan yang Harus Kita Renungkan

Apa sebenarnya tujuan dari sepiring nasi dan doa? Program ini lahir dari semangat kemanusiaan, dari keyakinan bahwa tangan yang memberi dan tangan yang menerima harus bertemu dalam doa yang sama. 


Tapi, apa jadinya jika doa itu kehilangan makna? Jika nasi yang disajikan tak lagi membangkitkan syukur? Jika program yang dirancang dengan cinta ini berubah menjadi sekadar kebiasaan tanpa jiwa?

Baca juga tulisan menarik ini : Perbaiki mentalnya kucurkan bantuanya

Menghidupkan  Makna

ruangide5/dkm
Inilah saatnya kita berhenti sejenak, menyala-kan kembali rasa yang mungkin mulai memudar. 

Bagi para donatur, mari memberi dengan doa yang tak hanya dipanjatkan untuk mereka yang menerima, tapi juga untuk hati kita sendiri agar tetap tulus. 

Bagi penerima manfaat, mari renungkan: sepiring nasi ini adalah cinta yang dikirimkan melalui tangan-tangan yang mungkin tak pernah kita kenal. 

Dan bagi para pengelola, mari ingat kembali, ini bukan sekadar program. Ini adalah perjuangan untuk menyalakan harapan di tengah gelapnya hidup sebagian saudara kita.


"Makan Siang Berbayar Doa" bukan soal nasi, doa, atau minggu ke-20 atau minggu ke berapapun. Ini tentang menjaga hati tetap hidup. 


Sebab, di setiap suap yang terhidang, ada cerita cinta yang tak boleh berhenti kita tulis. Mari, kita lanjutkan dengan hati yang lebih besar, doa yang lebih tulus, dan rasa syukur yang tak pernah padam.

Pak J

SUSU TERAPI KESEHATAN mau jadi agen hub 089521328467



KETIKA SYUKUR PERGI, DI TENGAH LIMPAHAN REZEKI

Saat kita menerima rezeki besar, respons awal kita biasanya adalah kekaguman mendalam. 

Hati kita penuh rasa syukur, mulut tak henti memuji kebesaran Allah, bahkan air mata sering jatuh karena merasakan kasih sayang-Nya begitu nyata. 

Namun, mengapa respons ini memudar ketika rezeki yang sama datang berulang kali? Apa yang berubah dalam diri kita? Mari kita telisik lebih dalam:





order dan menjadi agen hub 089521328467


Baca Juga : sejarah pohon laban dan asal usul nama desa.

Syukur yang Tulus di Awal

Ketika pertama kali mendapatkan rezeki besar, kita menyadari betapa rapuhnya diri ini tanpa karunia Allah. Kita menganggap rezeki itu sebagai hadiah yang luar biasa. Syukur kita mengalir deras karena kita memahami betapa berharganya anugerah itu.

detik.com
Saat rezeki yang serupa datang lagi, rasa syukur masih ada, tetapi sudah mulai bergeser. 

Dari sesuatu yang mengejutkan menjadi sesuatu yang "wajar". 

"Allah memang Maha Pemurah," kita mungkin berpikir, tetapi ada sedikit pergeseran dalam hati: kita mulai merasa bahwa ini adalah pola yang "bisa jadi" memang bagian dari nasib kita.


Kehilangan Keajaiban Ketika Berulang Kali Datang

Ketika rezeki terus-menerus datang, pola pikir mulai berubah drastis. Kita merasa itu adalah bagian dari rutinitas hidup, sesuatu yang memang “sudah seharusnya.” Di sini, bahaya besar mengintai: kita mulai menggantikan rasa syukur dengan keyakinan bahwa keberhasilan itu adalah hasil wajar dari usaha kita sendiri.Apa yang Membuat Kita Merasa Begitu?

Ego Manusia

Ada kecenderungan manusia untuk merasionalisasi keberuntungan. 

Ketika rezeki besar datang berkali-kali, kita cenderung menghubungkannya dengan usaha dan kepandaian kita, bukan sebagai karunia Allah semata. 

Ego mulai berkata: “Aku memang layak mendapatkan ini. Aku bekerja keras untuk ini.”Padahal, seberapa banyak orang yang bekerja keras namun tidak mendapatkan hasil yang sama?

Baca juga : inilah akibat jika amanah tdk berada di tangan orang yang tepat 



HEDGOAT Susu kambing terafi
Bamgor BBGsa










Adanya Pola Kebiasaan

Psikologi manusia menunjukkan bahwa sesuatu yang diulang-ulang cenderung dianggap biasa. Rezeki yang luar biasa di awal, setelah terjadi berulang kali, menjadi bagian dari standar hidup kita. Kita lupa bahwa apa yang kita anggap “standar” itu, bagi orang lain mungkin adalah mimpi besar yang sulit tercapai dan di wujudkan.

baca juga : perbaiki mentalnya kucurkanbantuanya

Kurangnya Tafakur (Refleksi)

cahaya islam
Ketika hati kita mulai sibuk dengan dunia, kita lupa untuk merenungkan siapa yang sesungguhnya memberikan rezeki itu. 


Kesibukan menjalani hidup membuat kita lalai untuk berhenti sejenak dan bertanya: “Mengapa Allah memberikan ini kepadaku? Apa yang Ia inginkan dariku?”


Syukur yang Hilang?

Rasa syukur hilang ketika: Hati kita terhijab oleh perasaan berhak. Kita lupa bahwa kita hanyalah makhluk yang bergantung sepenuhnya kepada Allah. 

Rezeki tidak lagi kita anggap sebagai amanah, tetapi sebagai milik pribadi. Kita lupa bahwa setiap karunia adalah ujian, bukan sekadar hadiah.

Syukur itu hilang karena tidak dilatih. Syukur bukanlah sekadar respons emosional, tetapi sebuah kebiasaan yang harus dirawat. 


Tanpa latihan merenung, mengingat, dan berbagi, hati menjadi keras dan lupa siapa sebenarnya Sang Pemberi. 

Setiap kali mendapatkan rezeki, berhentilah sejenak. Renungkan: “Jika bukan karena kasih sayang Allah, apakah aku bisa mendapatkan ini?” Sadari bahwa rezeki itu datang dari tangan Allah, bukan semata-mata dari tanganmu sendiri.


Berbagi untuk Memperkuat Syukur

Salah satu cara terbaik untuk menghidupkan rasa syukur adalah dengan berbagi. 

Ketika kita memberi, kita menyadari betapa besar nikmat yang kita miliki. Berbagi juga mengingatkan kita bahwa rezeki itu bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi untuk membawa manfaat bagi orang lain. 

Kemudian luangkan waktu untuk terus mengingat Allah di setiap keadaan. Jangan hanya mengingat-Nya saat menerima rezeki besar, tetapi jadikan itu sebagai kebiasaan harian. 

Tafakur membantu kita menghindari keangkuhan dan mengembalikan kesadaran bahwa semua ini adalah milik-Nya.

Mengembalikan Perspektif Amanah

muisulsel

Ingat bahwa setiap rezeki adalah ujian. Ketika kita menerima sesuatu, Allah sedang melihat: “Apakah dia akan menggunakan ini untuk kebaikan? Atau justru untuk menumpuk kesombongan?” 

Saat kita mulai merasa bahwa rezeki adalah “hal biasa,” tanyakan pada diri sendiri:

“Apa yang terjadi jika Allah menghentikan semua ini?” “Apakah aku siap jika hari ini menjadi hari terakhir aku menerima nikmat seperti ini?”


Syukur bukan hanya tentang apa yang kita katakan, tetapi bagaimana kita menjaga hati tetap rendah di hadapan Allah dan menggunakan setiap nikmat untuk mendekat kepada-Nya. Sebab, tidak ada rezeki yang “biasa,” semua adalah luar biasa, jika kita menyadarinya.

Apakah membantu itu cukup sekali saja  ? 

Tidak, membantu tidak semestinya dibatasi hanya satu kali. Memberi bantuan berulang kali adalah baik, bahkan dianjurkan, asalkan dilakukan dengan niat yang benar dan bijak. 

Yang perlu diperhatikan adalah bagaimana cara kita membantu, dan apa dampak dari bantuan tersebut, baik bagi penerima maupun bagi diri kita sendiri.  


Bantuan yang diberikan secara berulang dapat menjadi sumber keberkahan, terutama jika penerima benar-benar membutuhkan dan kita mampu memberi. 

baca juga : Murah hati dandermawan nyapejabat


Namun, bantuan yang terus-menerus tanpa disertai arahan atau dukungan untuk mandiri, bisa menciptakan ketergantungan.

Apa tujuannya? Apakah bantuan tersebut mendorong kemandirian, atau justru membuat penerima bergantung sepenuhnya pada kita? Apakah kita mampu? Membantu berulang kali tidak boleh sampai membebani diri kita atau mengganggu kewajiban lain.

Tanda Syukur adalah Membantu Orang Lain

RRI
Rasa syukur sejati atas rezeki yang kita terima bukan hanya diucapkan, tetapi diwujudkan dalam tindakan nyata. 

Salah satu cara bersyukur adalah berbagi rezeki tersebut dengan orang lain. Bahkan jika bantuan itu diulangi, selama itu bermanfaat, maka kita sedang menyalurkan nikmat Allah kepada yang membutuhkan. 


Rasulullah SAW bersabda: "Barang siapa meringankan kesulitan seorang mukmin di dunia, Allah akan meringankan kesulitannya di akhirat." (HR. Muslim)

Ini menunjukkan bahwa membantu orang lain, bahkan berkali-kali, adalah amalan mulia yang mendatangkan keberkahan, baik di dunia maupun akhirat.

Mengapa Terlihat "Biasa" Ketika Bantuan Diulangi?

Seperti halnya rezeki, bantuan yang diberikan berulang kali bisa saja kehilangan makna di mata penerima jika tidak disertai edukasi atau arahan. 

Bagi penerima: Mereka bisa mulai menganggap bantuan itu sebagai "hak" atau sesuatu yang pasti, bukan sebagai bentuk kasih sayang atau kepedulian. 

baca juga : guru bicara adab itu untuk apa.?

Bagi pemberi: Ada risiko merasa lelah, atau bahkan merasakan bahwa bantuan tersebut tidak dihargai.

Bagaimana Membantu dengan Efektif dan Bijaksana?

Berikan Bantuan Materi Sesuai Kebutuhan

Pastikan bahwa apa yang kita berikan benar-benar menjawab kebutuhan mereka, bukan sekadar mengikuti keinginan mereka. Selain memberi bantuan langsung, coba pikirkan cara untuk membantu mereka berdikari. Misalnya: Memberi peluang usaha.Membimbing mereka agar mampu mengelola bantuan dengan baik.

Perhatikan Adab dan Niat


Selalu ingatkan diri sendiri untuk tidak merasa lebih tinggi dari yang dibantu. Niatkan bantuan sebagai ibadah kepada Allah, bukan untuk pujian atau pamrih. 

Evaluasi Dampak Bantuan etelah memberi bantuan, tanyakan pada diri sendiri: Apakah ini benar-benar membantu mereka? Apakah cara ini mendidik mereka untuk mandiri?

 Membantu Berulang Kali Itu Baik, 

Jadi, membantu sekali saja bukanlah prinsip yang tepat. Yang lebih penting adalah memastikan bahwa bantuan kita: Membawa manfaat bagi penerima. 

Tidak menciptakan ketergantungan. Menjadi tanda syukur kepada Allah, dengan tetap menjaga niat dan adab. 

Selama bantuan tersebut mendukung penerima untuk menjadi lebih baik, bahkan jika dilakukan berkali-kali, itu adalah bagian dari amal jariyah yang mulia.

Pak J aktifis sosial dan pendidikan 












Minggu, 08 Desember 2024

MEMBANTU ORANG ?: PERBAIKI MENTALNYA, KUCURKAN BANTUANYA.

Di sebuah desa kecil, hidup seorang lelaki bernama Pak Agus. Ia dikenal sebagai sosok yang sering mengeluh soal nasibnya.

Pak Agus, yang sehari-hari bekerja serabutan terkadang jualan keliling, merasa hidupnya penuh ketidakadilan. 

Ketika musim paceklik tiba atau keadaan yang lagi sepi usaha,  ia sering mengadu kepada tetangganya, terutama kepada Pak Hasan, seorang dermawan yang hidup bersahaja di desa itu.

Suatu hari, Pak Hasan mendengar kabar bahwa Pak Agus terlilit hutang, sewa rumah, jualan yang berhenti dan hampir tidak punya uang untuk membeli makan keluarganya. Tergerak oleh rasa iba, Pak Hasan mendatangi rumah Pak Agus sambil membawa sekantong bahan makanan dan sejumlah uang.

“Pak Agus, ini ada sedikit rejeki dari saya. Gunakan untuk melunasi hutang dan membeli kebutuhan sehari-hari, ya. Sisanya bisa di gunakan untuk tambahan modal usaha lagi,” kata Pak Hasan.

Baca jua : malasnya dirimu penyebab gagalnya impian mu
Pak Agus langsung menangis terharu. “Ya Allah, terima kasih, Pak Hasan. Bapak benar-benar orang yang luar biasa baik. Saya nggak tahu harus berkata apa lagi.”

Pak Hasan tersenyum. “Sudah, jangan pikirkan itu. Yang penting, Pak Agus terus semangat usaha untuk keluarga. Kalau ada apa-apa, sampaikan saja.”

Bulan berikutnya, suasananya berbeda kalau dulu pak hasan yang mendatangi pak Agus kini yang terjadi menjadi sebaliknya . Pak Agus datang ke rumah Pak Hasan. Ia kembali bercerita tentang kesulitannya: uang sewa rumah habis, listrik hampir diputus, dan anak-anaknya butuh uang sekolah. Pak Hasan, yang hatinya lembut, kembali membantu tanpa banyak bertanya dan berpikir panjang.

Baca juga : pak sunhaji dan gus miftah


Waktu terus berjalan demikian juga, bantuan pak hasan  ini terus berulang. Setiap kali Pak Agus menghadapi masalah, ia selalu datang ke rumah Pak Hasan dengan cerita yang sama.

Awalnya, Pak Agus masih mengucapkan terima kasih dengan penuh rasa syukur. Tapi, lambat laun, nadanya berubah.



“Pak Hasan, saya butuh uang lagi untuk bayar listrik. Kalau Bapak nggak bantu, bagaimana nasib saya? Bapak kan tahu saya nggak punya penghasilan tetap. Orang seperti saya memang butuh bantuan terus,” ujarnya tanpa ragu.

dengan peristiwa seperti itu, Pak Hasan mulai berpikir bahwa beliau  merasa ada yang salah. Namun, ia tetap membantu, berharap suatu saat Pak Agus akan berubah seperti niatan awal mula pak hasan membantunya.

Puncak Masalah

kompas.id
Dengan beberapa kejadian yang ada,Suatu hari, Pak Hasan memutuskan untuk menawarkan solusi berbeda. 

Ia mendatangi Pak Agus dan berkata, “Pak Agus, saya punya teman yang sedang mencari pekerja di kebun. Gajinya cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Saya bisa bantu merekomendasikan Bapak.”

Namun, Pak Agus langsung menggeleng. 

Kerja di kebun? Itu berat sekali, Pak. Saya sudah tua, mana sanggup kerja begitu. Bapak kasih bantuan saja seperti biasa, kan lebih gampang.”

Pak Hasan menghela napas panjang. “Tapi, Pak Agus, kalau terus seperti ini, kapan Bapak bisa mandiri? Saya membantu bukan supaya Bapak bergantung, tapi supaya Bapak punya kesempatan memperbaiki hidup. bisa mandiri. syukur syukur kalau pak agus sudah berhasil bisa seperti yang saya lakukan, ikut membantu orang lain pak.”

Pak Agus terlihat tak peduli. “Pak Hasan, hidup saya memang susah. Kalau Bapak orang baik, ya sudah kewajiban Bapak untuk bantu saya. Orang seperti saya ini ya wajar dibantu, Bapak kan mampu.”

tredmedia
Jawaban itu menusuk hati Pak Hasan. Ia menyadari bahwa niat baiknya selama ini justru menciptakan mental bergantung yang berbahaya.membuat problem baru bagi kehidupan keluarga pak agus.  

Pak Hasan jadi teringat dengan salah satu piaraan burung yang ia temukan sejak masih anakan. Setiap hari ia suapin ia kasih minum di tempatkan di tempat yang baik. 

Begitu dewasa ia lepas burung itu, ia sama sekali tak mampu harus berbuat apa untuk mencari makan.ia enggan terbang dan hanya diam sambil melihat kesana kemari.

Akhir yang Pahit

Sejak peristiwa itu, Pak Hasan memutuskan untuk  menyapih atau menghentikan bantuannya. Ia merasa bahwa apa yang ia lakukan terhadap pak agus bukan menjadi solusi tapi justru,segala usahanya hanya  memperburuk keadaan. yang terjadi, sikap Pak Agus tidak berubah. justru Ia mulai menyalahkan Pak Hasan kepada tetangga-tetangganya.

“Pak Hasan itu sebenarnya pelit. Awalnya sok baik, tapi sekarang nggak mau bantu lagi. Padahal, dia kan orang kaya,” kata Pak Agus dengan nada kesal.

Lama-kelamaan, mental seperti itu membuat Pak Agus dijauhi banyak orang. Alih-alih memperbaiki hidupnya, ia terus hidup dalam kesulitan, dengan sikap yang semakin buruk. Baginya, orang lain wajib menjamin hidupnya, dan ia merasa tidak perlu berusaha sendiri.

Pesan Moral nya : 

voa indonesia
Kisah ini mengajarkan bahwa kebaikan yang tidak bijak bisa menjadi racun. 

Membantu orang yang kesulitan memang mulia, tetapi mendidik mereka untuk mandiri jauh lebih penting. Rasulullah mengajarkan kita untuk menciptakan mental kaya, bukan mental meminta.

Pak Hasan belajar pelajaran penting: kebaikan sejati bukan sekadar memberi, tapi memastikan bahwa bantuan kita mengangkat, bukan membebani. 

Sebaliknya, mental seperti Pak Agus mengingatkan kita bahwa penerima kebaikan juga punya tanggung jawab, yaitu menghargai usaha orang lain dengan tidak menyalahgunakannya.

Pak J 

Rabu, 04 Desember 2024

GUS MIFTAH, PAK SUNHAJI DAN NETIZEN

era-pos.com
Jagad media sosial kembali bergemuruh. Kali ini, pemicunya adalah pernyataan dari Gus Miftah, yang baru saja diangkat sebagai Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan

Dalam sebuah video yang beredar luas, Gus Miftah terlihat bercanda dengan seorang pedagang es teh bernama Pak Sunharji. 


Ketika ditanya apakah es tehnya masih banyak, Pak Sunhaji menjawab singkat, "Masih." Respons Gus Miftah yang spontan, “Ya sana jual, goblok,” disampaikan dengan tawa, tetapi dampaknya justru serius.

baca : murah hati dan dermawan-nya pejabat

Candaan yang Menjadi Masalah

radar malioboro
Dalam kesheharian, kita semua mungkin pernah bercanda atau melempar gurauan spontan yang bagi sebagian orang dianggap biasa saja.

Namun, situasinya menjadi berbeda ketika gurauan itu datang dari seorang tokoh publik, apalagi yang diberi amanah ole negara.

Gus Miftah adalah figur yang dikenal luas sebagai pendakwah. Puluhan tahun ia membangun citra sebagai pembimbing spiritual yang katanya dekat dengan masyarakat kelas bawah.

Namun, candaan itu justru mengundang amarah netizen. Mereka menilai pernyataan tersebut merendahkan martabat seorang pedagang kecil.

Pak Sunhaji, yang awalnya hanyalah seorang pedagang es teh biasa, tiba-tiba menjadi simbol empati masyarakat. Banyak netizen menunjukkan solidaritas dengan memberikan bantuan, bahkan ada yang menawarkan memberangkatkannya ke tanah suci. 

Di sisi lain, Gus Miftah menjadi bulan-bulanan kritik. Tuntutan agar ia dicopot dari jabatannya ramai digaungkan.


Pelajaran Berharga 

jawapos
Seorang pejabat publik, khususnya yang mewakili isu keagamaan, diharapkan memiliki sensitivitas yang lebih tinggi dalam bersikap. Candaan yang tidak bijak, bahkan jika niatnya hanya untuk mencairkan suasana, bisa dianggap sebagai kesombongan atau penghinaan, terutama dalam konteks ketimpangan sosial.

Peristiwa ini menjadi pengingat bahwa jabatan adalah amanah, bukan panggung untuk menunjukkan kehebatan intelektual atau status sosial. Gus Miftah, yang selama ini dianggap sebagai tokoh yang membawa pesan kedamaian, kali ini justru terjebak dalam Arogansi, kesombongan intelektual yang tanpa sadar ia perlihatkan.

Simbol Kesederhanaan yang Dimuliakan

tribun news
Pak Sunhaji mungkin tidak pernah membayangkan bahwa kesehariannya menjajakan es teh akan menjadi perhatian nasional. Namun, Allah memiliki cara-Nya sendiri untuk memuliakan seseorang. 

Dari seorang pedagang kecil yang sederhana, ia kini menjadi sosok yang dihormati. Dukungan masyarakat yang datang kepadanya menjadi bukti bahwa empati dan kebaikan masih hidup di hati banyak orang.




Cermin Suara Publik yang Beragam & Cara Tuhan Mengatur Kehidupan

liputan6.com
Di satu sisi, netizen menunjukkan solidaritas yang luar biasa kepada Pak Sunhaji. Bantuan materi, doa, dan dukungan moral mengalir deras. 

Namun, di sisi lain, kemarahan yang berlebihan dan tuntutan ekstrem, seperti pencopotan jabatan Gus Miftah, juga memperlihatkan wajah media sosial yang penuh dengan emosi atas tindakan gus miftah yang su'ul adhap.

Peristiwa ini adalah pelajaran besar tentang kuasa Tuhan. Dalam sekejap, status sosial seseorang bisa berubah. Pak Sunhaji dimuliakan, sedangkan Gus Miftah diuji dengan hujan kritik. 

Ini adalah pengingat bahwa manusia tidak boleh sombong dan arogan, sopo siro sopo ingsun, bahkan dalam gurauan sekalipun.


Sebagai masyarakat, kita juga harus belajar untuk menempatkan kritik pada tempatnya. Kesalahan Gus Miftah sebaiknya menjadi bahan introspeksi, bukan alasan untuk menjatuhkannya sepenuhnya. 

Sebaliknya, ia harus menyadari bahwa tanggung jawab seorang pejabat publik tidak hanya tentang bekerja keras, tetapi juga bekerja dengan cerdas termasuk di dalam nya menjaga ucapan dan sikap.

Introspeksi

Dari peristiwa ini, kita belajar bahwa Tuhan memiliki cara-Nya sendiri untuk mendidik dan mengatur kehidupan. 

Tidak ada yang kebal dari ujian, termasuk tokoh besar sekalipun. Di sisi lain, manusia kecil seperti Pak Sunhaji bisa menjadi simbol kemuliaan yang datang dari ketulusan hati.

Semoga Gus Miftah belajar dari peristiwa ini, dan kita semua mengambil hikmah dari perjalanan singkat ini. 

Bahwa dalam hidup, menjaga hati dan lisan adalah jalan terbaik untuk tetap rendah hati dan bermanfaat bagi sesama. 

Wallohu a'lam bishowab

Pak J