Minggu, 08 Desember 2024

MEMBANTU ORANG ?: PERBAIKI MENTALNYA, KUCURKAN BANTUANYA.

Di sebuah desa kecil, hidup seorang lelaki bernama Pak Agus. Ia dikenal sebagai sosok yang sering mengeluh soal nasibnya.

Pak Agus, yang sehari-hari bekerja serabutan terkadang jualan keliling, merasa hidupnya penuh ketidakadilan. 

Ketika musim paceklik tiba atau keadaan yang lagi sepi usaha,  ia sering mengadu kepada tetangganya, terutama kepada Pak Hasan, seorang dermawan yang hidup bersahaja di desa itu.

Suatu hari, Pak Hasan mendengar kabar bahwa Pak Agus terlilit hutang, sewa rumah, jualan yang berhenti dan hampir tidak punya uang untuk membeli makan keluarganya. Tergerak oleh rasa iba, Pak Hasan mendatangi rumah Pak Agus sambil membawa sekantong bahan makanan dan sejumlah uang.

“Pak Agus, ini ada sedikit rejeki dari saya. Gunakan untuk melunasi hutang dan membeli kebutuhan sehari-hari, ya. Sisanya bisa di gunakan untuk tambahan modal usaha lagi,” kata Pak Hasan.

Baca jua : malasnya dirimu penyebab gagalnya impian mu
Pak Agus langsung menangis terharu. “Ya Allah, terima kasih, Pak Hasan. Bapak benar-benar orang yang luar biasa baik. Saya nggak tahu harus berkata apa lagi.”

Pak Hasan tersenyum. “Sudah, jangan pikirkan itu. Yang penting, Pak Agus terus semangat usaha untuk keluarga. Kalau ada apa-apa, sampaikan saja.”

Bulan berikutnya, suasananya berbeda kalau dulu pak hasan yang mendatangi pak Agus kini yang terjadi menjadi sebaliknya . Pak Agus datang ke rumah Pak Hasan. Ia kembali bercerita tentang kesulitannya: uang sewa rumah habis, listrik hampir diputus, dan anak-anaknya butuh uang sekolah. Pak Hasan, yang hatinya lembut, kembali membantu tanpa banyak bertanya dan berpikir panjang.

Baca juga : pak sunhaji dan gus miftah


Waktu terus berjalan demikian juga, bantuan pak hasan  ini terus berulang. Setiap kali Pak Agus menghadapi masalah, ia selalu datang ke rumah Pak Hasan dengan cerita yang sama.

Awalnya, Pak Agus masih mengucapkan terima kasih dengan penuh rasa syukur. Tapi, lambat laun, nadanya berubah.



“Pak Hasan, saya butuh uang lagi untuk bayar listrik. Kalau Bapak nggak bantu, bagaimana nasib saya? Bapak kan tahu saya nggak punya penghasilan tetap. Orang seperti saya memang butuh bantuan terus,” ujarnya tanpa ragu.

dengan peristiwa seperti itu, Pak Hasan mulai berpikir bahwa beliau  merasa ada yang salah. Namun, ia tetap membantu, berharap suatu saat Pak Agus akan berubah seperti niatan awal mula pak hasan membantunya.

Puncak Masalah

kompas.id
Dengan beberapa kejadian yang ada,Suatu hari, Pak Hasan memutuskan untuk menawarkan solusi berbeda. 

Ia mendatangi Pak Agus dan berkata, “Pak Agus, saya punya teman yang sedang mencari pekerja di kebun. Gajinya cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Saya bisa bantu merekomendasikan Bapak.”

Namun, Pak Agus langsung menggeleng. 

Kerja di kebun? Itu berat sekali, Pak. Saya sudah tua, mana sanggup kerja begitu. Bapak kasih bantuan saja seperti biasa, kan lebih gampang.”

Pak Hasan menghela napas panjang. “Tapi, Pak Agus, kalau terus seperti ini, kapan Bapak bisa mandiri? Saya membantu bukan supaya Bapak bergantung, tapi supaya Bapak punya kesempatan memperbaiki hidup. bisa mandiri. syukur syukur kalau pak agus sudah berhasil bisa seperti yang saya lakukan, ikut membantu orang lain pak.”

Pak Agus terlihat tak peduli. “Pak Hasan, hidup saya memang susah. Kalau Bapak orang baik, ya sudah kewajiban Bapak untuk bantu saya. Orang seperti saya ini ya wajar dibantu, Bapak kan mampu.”

tredmedia
Jawaban itu menusuk hati Pak Hasan. Ia menyadari bahwa niat baiknya selama ini justru menciptakan mental bergantung yang berbahaya.membuat problem baru bagi kehidupan keluarga pak agus.  

Pak Hasan jadi teringat dengan salah satu piaraan burung yang ia temukan sejak masih anakan. Setiap hari ia suapin ia kasih minum di tempatkan di tempat yang baik. 

Begitu dewasa ia lepas burung itu, ia sama sekali tak mampu harus berbuat apa untuk mencari makan.ia enggan terbang dan hanya diam sambil melihat kesana kemari.

Akhir yang Pahit

Sejak peristiwa itu, Pak Hasan memutuskan untuk  menyapih atau menghentikan bantuannya. Ia merasa bahwa apa yang ia lakukan terhadap pak agus bukan menjadi solusi tapi justru,segala usahanya hanya  memperburuk keadaan. yang terjadi, sikap Pak Agus tidak berubah. justru Ia mulai menyalahkan Pak Hasan kepada tetangga-tetangganya.

“Pak Hasan itu sebenarnya pelit. Awalnya sok baik, tapi sekarang nggak mau bantu lagi. Padahal, dia kan orang kaya,” kata Pak Agus dengan nada kesal.

Lama-kelamaan, mental seperti itu membuat Pak Agus dijauhi banyak orang. Alih-alih memperbaiki hidupnya, ia terus hidup dalam kesulitan, dengan sikap yang semakin buruk. Baginya, orang lain wajib menjamin hidupnya, dan ia merasa tidak perlu berusaha sendiri.

Pesan Moral nya : 

voa indonesia
Kisah ini mengajarkan bahwa kebaikan yang tidak bijak bisa menjadi racun. 

Membantu orang yang kesulitan memang mulia, tetapi mendidik mereka untuk mandiri jauh lebih penting. Rasulullah mengajarkan kita untuk menciptakan mental kaya, bukan mental meminta.

Pak Hasan belajar pelajaran penting: kebaikan sejati bukan sekadar memberi, tapi memastikan bahwa bantuan kita mengangkat, bukan membebani. 

Sebaliknya, mental seperti Pak Agus mengingatkan kita bahwa penerima kebaikan juga punya tanggung jawab, yaitu menghargai usaha orang lain dengan tidak menyalahgunakannya.

Pak J 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar