Rabu, 04 Desember 2024

GUS MIFTAH, PAK SUNHAJI DAN NETIZEN

era-pos.com
Jagad media sosial kembali bergemuruh. Kali ini, pemicunya adalah pernyataan dari Gus Miftah, yang baru saja diangkat sebagai Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan

Dalam sebuah video yang beredar luas, Gus Miftah terlihat bercanda dengan seorang pedagang es teh bernama Pak Sunharji. 


Ketika ditanya apakah es tehnya masih banyak, Pak Sunhaji menjawab singkat, "Masih." Respons Gus Miftah yang spontan, “Ya sana jual, goblok,” disampaikan dengan tawa, tetapi dampaknya justru serius.

baca : murah hati dan dermawan-nya pejabat

Candaan yang Menjadi Masalah

radar malioboro
Dalam kesheharian, kita semua mungkin pernah bercanda atau melempar gurauan spontan yang bagi sebagian orang dianggap biasa saja.

Namun, situasinya menjadi berbeda ketika gurauan itu datang dari seorang tokoh publik, apalagi yang diberi amanah ole negara.

Gus Miftah adalah figur yang dikenal luas sebagai pendakwah. Puluhan tahun ia membangun citra sebagai pembimbing spiritual yang katanya dekat dengan masyarakat kelas bawah.

Namun, candaan itu justru mengundang amarah netizen. Mereka menilai pernyataan tersebut merendahkan martabat seorang pedagang kecil.

Pak Sunhaji, yang awalnya hanyalah seorang pedagang es teh biasa, tiba-tiba menjadi simbol empati masyarakat. Banyak netizen menunjukkan solidaritas dengan memberikan bantuan, bahkan ada yang menawarkan memberangkatkannya ke tanah suci. 

Di sisi lain, Gus Miftah menjadi bulan-bulanan kritik. Tuntutan agar ia dicopot dari jabatannya ramai digaungkan.


Pelajaran Berharga 

jawapos
Seorang pejabat publik, khususnya yang mewakili isu keagamaan, diharapkan memiliki sensitivitas yang lebih tinggi dalam bersikap. Candaan yang tidak bijak, bahkan jika niatnya hanya untuk mencairkan suasana, bisa dianggap sebagai kesombongan atau penghinaan, terutama dalam konteks ketimpangan sosial.

Peristiwa ini menjadi pengingat bahwa jabatan adalah amanah, bukan panggung untuk menunjukkan kehebatan intelektual atau status sosial. Gus Miftah, yang selama ini dianggap sebagai tokoh yang membawa pesan kedamaian, kali ini justru terjebak dalam Arogansi, kesombongan intelektual yang tanpa sadar ia perlihatkan.

Simbol Kesederhanaan yang Dimuliakan

tribun news
Pak Sunhaji mungkin tidak pernah membayangkan bahwa kesehariannya menjajakan es teh akan menjadi perhatian nasional. Namun, Allah memiliki cara-Nya sendiri untuk memuliakan seseorang. 

Dari seorang pedagang kecil yang sederhana, ia kini menjadi sosok yang dihormati. Dukungan masyarakat yang datang kepadanya menjadi bukti bahwa empati dan kebaikan masih hidup di hati banyak orang.




Cermin Suara Publik yang Beragam & Cara Tuhan Mengatur Kehidupan

liputan6.com
Di satu sisi, netizen menunjukkan solidaritas yang luar biasa kepada Pak Sunhaji. Bantuan materi, doa, dan dukungan moral mengalir deras. 

Namun, di sisi lain, kemarahan yang berlebihan dan tuntutan ekstrem, seperti pencopotan jabatan Gus Miftah, juga memperlihatkan wajah media sosial yang penuh dengan emosi atas tindakan gus miftah yang su'ul adhap.

Peristiwa ini adalah pelajaran besar tentang kuasa Tuhan. Dalam sekejap, status sosial seseorang bisa berubah. Pak Sunhaji dimuliakan, sedangkan Gus Miftah diuji dengan hujan kritik. 

Ini adalah pengingat bahwa manusia tidak boleh sombong dan arogan, sopo siro sopo ingsun, bahkan dalam gurauan sekalipun.


Sebagai masyarakat, kita juga harus belajar untuk menempatkan kritik pada tempatnya. Kesalahan Gus Miftah sebaiknya menjadi bahan introspeksi, bukan alasan untuk menjatuhkannya sepenuhnya. 

Sebaliknya, ia harus menyadari bahwa tanggung jawab seorang pejabat publik tidak hanya tentang bekerja keras, tetapi juga bekerja dengan cerdas termasuk di dalam nya menjaga ucapan dan sikap.

Introspeksi

Dari peristiwa ini, kita belajar bahwa Tuhan memiliki cara-Nya sendiri untuk mendidik dan mengatur kehidupan. 

Tidak ada yang kebal dari ujian, termasuk tokoh besar sekalipun. Di sisi lain, manusia kecil seperti Pak Sunhaji bisa menjadi simbol kemuliaan yang datang dari ketulusan hati.

Semoga Gus Miftah belajar dari peristiwa ini, dan kita semua mengambil hikmah dari perjalanan singkat ini. 

Bahwa dalam hidup, menjaga hati dan lisan adalah jalan terbaik untuk tetap rendah hati dan bermanfaat bagi sesama. 

Wallohu a'lam bishowab

Pak J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar