Patuh Secara Formal, Hilang Substansi Moral
Pendidikan di sekolah saat ini telah bergeser ke arah yang membingungkan, di mana aturan formal menjadi prioritas utama, tetapi esensi moral dan akhlak dikesampingkan. Sekolah-sekolah hanya mencetak lulusan yang patuh secara formal, tetapi kehilangan substansi moral yang lebih mendasar. Yang lebih mengkhawatirkan, sekolah tampaknya hanya sibuk dengan urusan administratif dan prosedural, sementara nilai-nilai fundamental yang membangun karakter nyaris tak tersentuh.Sekolah telah menjadi mesin birokrasi, di mana siswa diprogram untuk mengikuti aturan tanpa pemahaman mendalam tentang mengapa aturan tersebut ada. Siswa belajar bagaimana "mematuhi", tetapi tidak diajarkan untuk "memahami". Mereka mungkin masuk kelas tepat waktu, mengenakan seragam dengan rapi, dan mengerjakan tugas sesuai instruksi, tetapi apakah mereka memahami makna tanggung jawab, integritas, atau rasa malu atas kesalahan? Sayangnya, banyak yang tidak. Mereka patuh, tetapi hanya di permukaan. Di balik ketaatan formal itu, sering kali tidak ada landasan moral yang kuat.
Hilangnya Pendidikan Karakter yang Hakiki
Ketika sekolah hanya menekankan aturan formal, esensi pendidikan yang sebenarnya—yakni membentuk manusia dengan karakter kuat—menjadi kabur. Seharusnya, sekolah adalah tempat di mana siswa tidak hanya dilatih untuk patuh pada peraturan, tetapi juga untuk memahami nilai-nilai moral seperti kejujuran, rasa tanggung jawab, dan kepedulian terhadap sesama. Pendidikan karakter yang seharusnya menjadi fondasi dalam proses pendidikan, kini sering diabaikan atau hanya sebatas formalitas dalam bentuk pelajaran PPKn atau kegiatan ekstrakurikuler yang minim penghayatan.
Kita tidak lagi berbicara tentang pendidikan yang melahirkan generasi dengan akhlak yang mulia, tetapi lebih banyak tentang lulusan yang sekadar memenuhi kriteria formal untuk melanjutkan ke jenjang berikutnya. Sebuah generasi yang lebih pandai mengikuti prosedur daripada mempraktikkan nilai-nilai etis yang membentuk peradaban. Lulusan ini mungkin berhasil secara akademik, tetapi mereka tidak disiapkan untuk menjadi warga negara yang memiliki integritas dan empati.
Guru Sebagai Garda Terdepan, Tapi Terikat Aturan Formal
Yang lebih menyedihkan lagi adalah peran guru yang mulai tereduksi hanya sebagai pengawas formalitas. Banyak guru yang mungkin ingin menanamkan nilai-nilai moral dan akhlak, namun mereka sering kali terjebak dalam ketakutan akan jerat hukum atau tudingan pelanggaran hak siswa. Fokus mereka bergeser dari pembentukan karakter siswa menjadi sekadar menjalankan tugas administratif dan menjaga diri dari masalah hukum. Akibatnya, ada pengabaian terhadap upaya nyata dalam membentuk moral siswa.
Padahal, pendidikan adalah tentang bagaimana mengajarkan siswa untuk berpikir secara kritis, berperilaku dengan integritas, dan memiliki akhlak yang baik. Ketika guru hanya difokuskan pada penegakan disiplin formal, kesempatan untuk mendidik siswa secara mendalam tentang nilai-nilai kehidupan hilang begitu saja. Ini adalah pengkhianatan terhadap esensi pendidikan itu sendiri.
Mengembalikan Esensi Pendidikan yang Sesungguhnya
Jika paradigma pendidikan tidak segera diubah, kita akan terus melihat sekolah-sekolah yang hanya mencetak lulusan yang patuh secara administratif, tetapi kosong secara moral. Kita harus kembali pada tujuan mendasar dari pendidikan: membentuk manusia berkarakter. Disiplin harus melampaui aspek formal dan masuk ke ranah penghayatan nilai-nilai moral dan akhlak.
Sekolah harus menjadi tempat di mana siswa belajar untuk memahami, bukan sekadar mematuhi. Penegakan aturan tidak boleh menjadi tujuan akhir, melainkan alat untuk menanamkan nilai-nilai mendalam yang dapat diterapkan siswa dalam kehidupan nyata. Guru harus diberi ruang untuk menjalankan tugas mendidik moral siswa tanpa rasa takut terhadap jerat hukum yang berlebihan.
Pendidikan yang hanya menghasilkan kepatuhan formal tanpa substansi moral adalah pendidikan yang gagal. Generasi yang kita hasilkan mungkin patuh pada aturan, tetapi apakah mereka siap menghadapi dunia nyata yang membutuhkan lebih dari sekadar ketaatan prosedural? Hanya dengan mengembalikan fokus pendidikan pada pembentukan karakter, moral, dan akhlak, kita dapat benar-benar mengatakan bahwa sekolah telah menjalankan fungsinya sebagai pilar pembentukan bangsa yang beradab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar