Guru dalam lingkungan pendidikan saat ini seolah
berada
di persimpangan jalan gelap, di satu sisi mereka diharapkan untuk membentuk
generasi yang cerdas, berdisiplin, bermoral baik, dan berakhlak mulia.
Namun,
di sisi lain, pemerintah juga menginginkan siswa belajar sesuai minat mereka.
Sayangnya, dalam realitas, minat sebagian besar siswa seringkali jauh dari
hal-hal yang mendukung tujuan mulia itu.
Banyak yang lebih tertarik dengan
dunia maya, seperti TikTok, game online, atau media sosial lain yang lebih menghibur
dari pada pelajaran yanga ada.
Kondisi ini mengarah pada masalah besar, sebab
tidak sedikit siswa yang bahkan kehilangan minat belajar secara total. Bagi
mereka, ruang kelas hanya tempat untuk singgah sebentar, lalu pergi entah
kemana, tanpa rasa tanggung jawab atau disiplin.
Lebih parahnya, ada yang
mengisi jam pelajaran dengan tidur di kelas atau berkeliling tamasya tanpa
tujuan di area sekolah. Guru dihadapkan pada dilema besar; mereka diharuskan
mengajar, mendidik, dan mengarahkan, tetapi di sisi lain, wibawa mereka terkubur
oleh kebijakan yang kerap kali tidak mendukung mereka dalam mengatasi
sikap-sikap negatif siswa.
Disiplin Tanpa Dukungan Tegas:
Disiplin merupakan dasar dari pendidikan yang
baik, namun bagaimana bisa disiplin ditegakkan jika guru dibatasi dengan berbagai
aturan yang tidak memungkinkan mereka memberikan teguran yang tegas? Peraturan
yang melarang sentuhan fisik terhadap siswa, meskipun dalam konteks
pendisiplinan yang wajar, sering kali membuat guru merasa serba salah.
Banyak
dari mereka takut bahwa jika salah sedikit, ancaman hukum bisa mengintai.
Alih-alih dihormati, mereka justru cemas setiap kali harus menghadapi siswa
yang melanggar aturan.
Wibawa Guru yang Terkubur:
Dengan semakin banyaknya batasan yang diberikan
kepada guru, wibawa dan kewenangan mereka kian terkikis. Seorang guru yang
seharusnya menjadi sosok yang dihormati dan dihargai, sekarang harus berpikir
dua kali bahkan untuk menegur siswa.
Di sisi lain, siswa yang tidak
didisiplinkan dengan tegas akhirnya merasa bebas melakukan apa saja tanpa takut
konsekuensi. Keadaan ini jelas menghambat pembentukan karakter dan moral siswa,
karena mereka merasa tidak ada batasan yang benar-benar perlu mereka patuhi.
Lantas, bagaimana bisa pendidikan karakter yang bermartabat dapat tercapai?
Kemana Guru Mengadu?
Sayangnya, dalam situasi seperti ini, dukungan
hukum bagi guru hampir tidak terdengar. Banyak guru yang ingin mengajukan
protes atau melaporkan kejadian ketidaktertiban siswa namun terhalang oleh
minimnya perlindungan.
Mereka justru lebih sering dituntut dengan tuduhan ini
dan itu ketika mencoba menegakkan disiplin di kelas. Pertanyaannya adalah:
kemana sebenarnya guru harus mengadu? Ke mana mereka bisa meminta perlindungan
ketika tugas mereka disalahartikan atau malah dianggap melanggar aturan?
Perlindungan hukum bagi guru seakan menjadi barang langka, padahal merekalah
yang menjalankan amanat untuk mencerdaskan anak bangsa.
Pada titik ini, tampaknya penting bagi pemerintah
untuk memikirkan ulang aturan-aturan yang telah ada. Guru tidak seharusnya
dibiarkan berjalan sendirian dalam menegakkan pendidikan disiplin dan karakter
mulia.
Tanpa dukungan dan perlindungan yang jelas, sulit membayangkan
pendidikan Indonesia bisa menghasilkan generasi yang cerdas dan berakhlak
sesuai cita-cita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar