Jumat, 25 Oktober 2024

SIAPA PELINDUNG PERAN GURU.

 

Guru dalam lingkungan pendidikan saat ini seolah berada di persimpangan jalan gelap, di satu sisi mereka diharapkan untuk membentuk generasi yang cerdas, berdisiplin, bermoral baik, dan berakhlak mulia. 

Namun, di sisi lain, pemerintah juga menginginkan siswa belajar sesuai minat mereka. Sayangnya, dalam realitas, minat sebagian besar siswa seringkali jauh dari hal-hal yang mendukung tujuan mulia itu. 

Banyak yang lebih tertarik dengan dunia maya, seperti TikTok, game online, atau media sosial lain yang lebih menghibur dari pada pelajaran yanga ada.

Kondisi ini mengarah pada masalah besar, sebab tidak sedikit siswa yang bahkan kehilangan minat belajar secara total. Bagi mereka, ruang kelas hanya tempat untuk singgah sebentar, lalu pergi entah kemana, tanpa rasa tanggung jawab atau disiplin. 

Lebih parahnya, ada yang mengisi jam pelajaran dengan tidur di kelas atau berkeliling tamasya tanpa tujuan di area sekolah. Guru dihadapkan pada dilema besar; mereka diharuskan mengajar, mendidik, dan mengarahkan, tetapi di sisi lain, wibawa mereka terkubur oleh kebijakan yang kerap kali tidak mendukung mereka dalam mengatasi sikap-sikap negatif siswa.

Disiplin Tanpa Dukungan Tegas:


Disiplin merupakan dasar dari pendidikan yang baik, namun bagaimana bisa disiplin ditegakkan jika guru dibatasi dengan berbagai aturan yang tidak memungkinkan mereka memberikan teguran yang tegas? Peraturan yang melarang sentuhan fisik terhadap siswa, meskipun dalam konteks pendisiplinan yang wajar, sering kali membuat guru merasa serba salah. 

Banyak dari mereka takut bahwa jika salah sedikit, ancaman hukum bisa mengintai. Alih-alih dihormati, mereka justru cemas setiap kali harus menghadapi siswa yang melanggar aturan.

Wibawa Guru yang Terkubur:

Dengan semakin banyaknya batasan yang diberikan kepada guru, wibawa dan kewenangan mereka kian terkikis. Seorang guru yang seharusnya menjadi sosok yang dihormati dan dihargai, sekarang harus berpikir dua kali bahkan untuk menegur siswa. 

Di sisi lain, siswa yang tidak didisiplinkan dengan tegas akhirnya merasa bebas melakukan apa saja tanpa takut konsekuensi. Keadaan ini jelas menghambat pembentukan karakter dan moral siswa, karena mereka merasa tidak ada batasan yang benar-benar perlu mereka patuhi. Lantas, bagaimana bisa pendidikan karakter yang bermartabat dapat tercapai?

Kemana Guru Mengadu?


Sayangnya, dalam situasi seperti ini, dukungan hukum bagi guru hampir tidak terdengar. Banyak guru yang ingin mengajukan protes atau melaporkan kejadian ketidaktertiban siswa namun terhalang oleh minimnya perlindungan. 

Mereka justru lebih sering dituntut dengan tuduhan ini dan itu ketika mencoba menegakkan disiplin di kelas. Pertanyaannya adalah: kemana sebenarnya guru harus mengadu? Ke mana mereka bisa meminta perlindungan ketika tugas mereka disalahartikan atau malah dianggap melanggar aturan? Perlindungan hukum bagi guru seakan menjadi barang langka, padahal merekalah yang menjalankan amanat untuk mencerdaskan anak bangsa.

Pada titik ini, tampaknya penting bagi pemerintah untuk memikirkan ulang aturan-aturan yang telah ada. Guru tidak seharusnya dibiarkan berjalan sendirian dalam menegakkan pendidikan disiplin dan karakter mulia. 

Tanpa dukungan dan perlindungan yang jelas, sulit membayangkan pendidikan Indonesia bisa menghasilkan generasi yang cerdas dan berakhlak sesuai cita-cita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar