foto : lestari Moerdijat |
Masalah ini tidak bisa hanya disandarkan pada keterbatasan ekonomi orang tua di pedesaan. Di kota-kota besar, di mana akses terhadap fasilitas pendidikan jauh lebih baik, kenyataannya justru lebih ironis. Di sini, masalah yang lebih mendasar muncul: paradigma dan budaya pendidikan yang salah kaprah.
Banyak orang tua hanya berfokus pada ijazah sebagai tujuan akhir pendidikan anak mereka. Pandangan pragmatis ini mendorong mentalitas instan, di mana sekolah hanya dianggap sebagai tempat mengumpulkan sertifikat untuk mendapatkan pekerjaan, tanpa memikirkan kualitas pendidikan dan pembentukan karakter. Budaya masyarakat yang mendorong cepat selesai, asal dapat pekerjaan, menjadi penyebab utama mengapa lulusan kita tidak memiliki daya saing global. Apakah ini masa depan yang kita harapkan?
foto :republika |
Pemerintah juga memegang peran besar dalam kerusakan sistem ini. Kebijakan yang lebih mengutamakan angka kelulusan dan selembar ijazah tanpa fokus pada pengembangan keterampilan kritis dan karakter yang kuat turut berkontribusi dalam menciptakan lulusan yang tidak qualified. Pendidikan seharusnya bukan tentang lulus dan bekerja saja, tetapi juga tentang pembentukan individu yang mampu berpikir kritis, berinovasi, dan menghadapi tantangan global.
Jika kita tidak segera mengubah paradigma ini, maka pendidikan nasional kita akan semakin tertinggal. Sudah saatnya kita menghentikan budaya pragmatisme instan dan menekankan pentingnya proses belajar yang berkualitas, baik dari segi akademik maupun karakter.
Pak J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar