candi lor yang di lilit pohon |
Bertahun-tahun kemudian, saat Sriwijaya berada di bawah penerus Balaputradewa, mereka terus berusaha menghancurkan Mataram Kuno, melancarkan serangan demi serangan. Hingga akhirnya, Raja Wawa, penguasa Mataram Kuno saat itu, menghadapi tekanan besar dari serangan Sriwijaya, bencana alam, dan hama yang memporak-porandakan negeri. Untuk menyelamatkan kerajaannya, Raja Wawa memutuskan untuk memindahkan ibu kota ke Jawa Timur. Misi ini diserahkan kepada Rakai Hino Pu Sendok, panglima utama kerajaan.
Gambaran imajinasi utuh candi. |
Namun, meskipun ibu kota telah berpindah, ancaman dari Sriwijaya tidak surut. Tentara Sriwijaya yang berasal dari Divisi Jambi dikirim untuk mengejar Pu Sendok dan pasukannya. Di tanah Jawa Timur, Pu Sendok dengan cerdik menyusun strategi. Tidak hanya bergantung pada pasukannya, dia juga melibatkan penduduk lokal – para petani, yang bersedia ikut berjuang dengan senjata sederhana seperti sabit dan cangkul.
Pertempuran besar pecah di wilayah yang kini dikenal sebagai Nganjuk. Di Desa Berbek, suara tentara Sriwijaya yang bergerak mengejar pasukan Pu Sendok terdengar seperti "berk-berk-berk," sehingga desa itu diberi nama Berbek. Setelah itu, pertempuran berlanjut ke Desa Kacangan, di mana Pu Sendok mempersiapkan strategi terakhirnya. Pertempuran puncak terjadi di Desa Kalangan, sebuah lapangan luas yang dikelilingi pohon-pohon besar.
candi lor saat ini |
Sebagai penghormatan atas kemenangan ini, Pu Sendok mendirikan Candi Lor di Desa Candirejo, Nganjuk. Di samping candi, didirikan pula sebuah prasasti yang dikenal sebagai Prasasti Anjuk Ladang, yang bermakna "Tanah Kemenangan." Prasasti ini mengabadikan jasa rakyat Anjuk Ladang yang membantu Pu Sendok mengusir tentara Sriwijaya dan memberi mereka hadiah tanah sebagai penghargaan.
dua makam orang dekat pu sendok |
Hingga kini, Candi Lor dan Prasasti Anjuk Ladang menjadi saksi bisu dari perjuangan panjang Mataram Kuno, serta simbol dari persatuan antara raja dan rakyat dalam menghadapi ancaman besar. Kemenangan ini mengabadikan nama Anjuk Ladang sebagai tanah kemenangan, yang kini dikenal sebagai Kabupaten Nganjuk.
DAFTAR PUSTAKA
1. Atmadi, Subroto. "Seni Bangunan dan Seni Hias Candi di Jawa Timur Abad VIII-XV." Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Proyek Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Kepurbakalaan, 1994.
2. Boechari. "Prasasti Koleksi Museum Nasional." Jakarta: Museum
Nasional Indonesia, 1979.
3. Hariani Santiko, "Mpu Sindok, Raja Pertama Jawa Timur," dalam "Hindu-Java Art and Religion: Essays in Honour of Dr. Satyawati Suleiman," Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2000.
4. Munandar, Agus Aris. "Peralihan Kekuasaan di Jawa: Mpu Sindok, Sriwijaya, dan Awal Kedatuan di Jawa Timur." Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2014.
5. Oetomo, Dwi Cahyono. "Jejak Langkah Mpu Sindok di Nganjuk: Analisis Situs dan Prasasti Anjuk Ladang." Surabaya: Bina Media Press, 2011.
6. Sukendar, "Prasasti Anjukladang D.59: Penemuan Baru di Wilayah Nganjuk." Makalah Seminar Nasional Arkeologi, Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Jakarta, 1990.
7. Sumadio, Bambang (Ed.). "Sejarah Nasional Indonesia II." Jakarta: Balai Pustaka, 1984.
8. Timbul Haryono, "Kekuasaan dan Hubungan Politik Mataram Kuno dengan Sriwijaya." Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1997.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar