Senin, 30 September 2024

Kembalikan Mereka!!!!!!




Saat ini, kita menyaksikan sebuah ironi besar di dunia pendidikan, terutama di sekolah-sekolah. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat untuk membentuk moral, akhlak, dan karakter bangsa, perlahan kehilangan esensi utamanya. Muncul permasalahan di mana aturan disiplin yang ada diterapkan hanya untuk beberapa aspek formal, seperti memasukkan baju ke dalam celana atau memastikan siswa tidak terlambat. Namun, disiplinyang lebih esensial seperti kebersihan, mengerjakan tugas dengan penuh tanggung jawab, dan terutama pembentukan karakter, sering kali diabaikan.

Apa yang lebih menyedihkan adalah penegakan disiplin ini terbatas pada sejumlah guru yang memang memiliki kewajiban langsung, sementara banyak guru lainnya tampaknya lebih fokus pada bagaimana agar tetap aman dari jerat hukum atau tudingan KPAI. Akibatnya, banyak yang bersikap acuh tak acuh terhadap pelaksanaan nilai-nilai karakter, moral, dan akhlak di sekolah.

Sekolah tidak lagi menjadi tempat candradimuka bagi pembentukan karakter bangsa. Nilai-nilai seperti kesantunan, kerendahan hati, saling membantu dalam kebenaran, dan memiliki rasa malu terhadap kesalahan semakin terkikis. Pertanyaannya, jika esensi sekolah sebagai tempat pembentukan karakter ini diabaikan, untuk apa sekolah didirikan? Apakah kita hanya ingin mencetak generasi yang patuh secara formal, tetapi kehilangan substansi moral?

Sekolah tidak hanya tentang nilai akademis atau pencapaian formal, tetapi jauh lebih penting dari itu. Sekolah adalah tempat di mana anak-anak harus diajarkan bagaimana bersikap santun, bagaimana menjadi rendah hati, bagaimana bekerja sama dalam hal yang benar, dan bagaimana merasa malu ketika melakukan hal yang salah. Karakter, moral, dan akhlak adalah esensi pendidikan, dan inilah yang harus dikembalikan.

Untuk itu, paradigma berpikir dan perilaku seluruh warga sekolah harus diubah. Kita harus kembali mengingatkan bahwa pendidikan tidak hanya soal kepatuhan aturan secara kaku, tetapi juga bagaimana membentuk manusia yang berakhlak mulia. Guru harus kembali memandang tugasnya bukan hanya sebagai pengajar mata pelajaran, tetapi juga sebagai pembentuk karakter siswa. Mereka harus berani menegakkan disiplin bukan karena takut hukuman, tetapi karena mereka paham pentingnya nilai-nilai moral dan akhlak bagi masa depan bangsa.

Maka dari itu, kita butuh langkah konkret untuk mengembalikan esensi pendidikan di sekolah. Disiplin yang diterapkan harus mencakup semua aspek, mulai dari kebersihan, tanggung jawab terhadap tugas, hingga perilaku santun dalam keseharian. Guru dan seluruh warga sekolah harus kembali memiliki kesadaran bahwa mereka adalah agen perubahan yang memiliki tanggung jawab besar dalam membentuk generasi berkarakter.

Jika sekolah kembali pada esensi dasarnya—membentuk karakter, moral, dan akhlak—maka kita akan melihat perubahan besar. Generasi muda tidak hanya akan cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki akhlak yang mulia. Hanya dengan begitu, kita dapat membangun bangsa yang kuat, beradab, dan bermartabat.

Minggu, 29 September 2024

KESOMBONGAN DALAM BERAGAMA

 


Foto : islam kaffah
Ketika seseorang, termasuk sebagian kelompok yang mengklaim mengikuti salafiun, dengan kebiasaan mereka membid’ahkan  muslim di luar kelompoknya  dan merasa merekalah satu-satunya yang benar dalam meniru Nabi Muhammad SAW, ini bukan sekedar pendapat biasa tapi sudah merupakan Alarm bahwa itu bentuk kesombongan spiritual yang sangat berbahaya. Jauh hari sebelum mereka melakukan itu, perasaan lebih baik dari orang lain sudah di praktekan oleh iblis laknatulloh. Kesombongan ini menjadikan seseorang menutup diri dari dialog, enggan menerima perbedaan, dan merasa paling benar di mata Allah.

Allah telah dengan tegas memperingatkan tentang bahaya kesombongan dalam Surat Al-A’raf ayat 40:

"Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan mereka tidak akan masuk surga, hingga unta masuk ke dalam lubang jarum. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan." (QS. Al-A’raf: 40).

Ayat ini mengajarkan bahwa kesombongan menutup pintu-pintu rahmat Allah, dan seorang yang menyombongkan diri dalam hal agama, merasa dirinya paling benar, paling sunnah, dan menolak orang lain hanya karena perbedaan pendapat, adalah dalam posisi yang sangat berbahaya. Kesombongan itulah yang akan menghalangi seseorang untuk mendapatkan kebenaran yang sejati.

Mengikuti Nabi Lewat Ulama

Pernyataan “tidak perlu mengikuti ustadz, kyai, atau ulama, tapi langsung mengikuti Nabi” adalah sebuah pemahaman yang tidak logis. Bagaimana kita bisa mengikuti Nabi secara langsung ketika kita hidup ribuan tahun setelah beliau? Pemahaman kita tentang ajaran Nabi Muhammad SAW hanya sampai kepada kita melalui hadits, dan hadits-hadits ini tidak sampai begitu saja, melainkan melalui usaha gigih para ulama dalam mengumpulkan, memverifikasi, dan menyusunnya.

Mengabaikan peran ulama berarti menghancurkan mata rantai keilmuan yang menghubungkan kita dengan Rasulullah SAW. Tanpa ulama, kita tidak akan bisa memahami agama dengan benar, karena mereka adalah pewaris ilmu-ilmu Nabi, sebagaimana disebutkan dalam hadits bahwa ulama adalah pewaris para nabi. Mengingkari ulama sama saja dengan menutup pintu pemahaman terhadap Islam.

Bid'ah, Kafir, dan Neraka

Menjatuhkan vonis bid'ah, kafir, atau sesat kepada sesama Muslim tanpa dasar yang kuat adalah kesalahan fatal dan penuh kesombongan. Rasulullah SAW sendiri sangat berhati-hati dalam menilai seseorang, bahkan terhadap orang-orang yang jelas-jelas bermaksiat. Mengapa kita, manusia yang terbatas ilmu dan pemahamannya, berani menempatkan diri sebagai hakim atas iman orang lain?

foto: info muslim.com

Perbuatan ini juga bertentangan dengan ajaran Al-Qur'an. Hanya Allah yang memiliki hak mutlak untuk menentukan siapa yang masuk surga atau neraka. Seseorang yang berani mengambil peran ini sebenarnya sedang melangkahi otoritas Allah. Surat An-Nisa ayat 94 mengingatkan kita untuk tidak gegabah dalam menilai keimanan seseorang:

"Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, maka telitilah, dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang memberi salam kepadamu, 'Kamu bukan seorang mukmin,' (lalu kamu membunuhnya) karena mengharapkan harta kehidupan dunia." (QS. An-Nisa: 94).

Ini menunjukkan bahwa berhati-hati dalam menilai orang lain adalah bagian dari adab Islam. Jika Allah dan Rasul-Nya saja mengajarkan kehati-hatian dalam menilai seseorang, mengapa kita dengan mudahnya menjatuhkan label kepada orang lain?

Perbedaan dan Ikhtilaf

Islam adalah agama yang kaya dengan ikhtilaf (perbedaan pendapat) di kalangan ulama. Dalam berbagai aspek fiqih dan pemahaman agama, para ulama dari berbagai mazhab seringkali memiliki perbedaan, tetapi mereka tetap saling menghormati. Mereka sadar bahwa ilmu manusia terbatas dan setiap pendapat ijtihad didasari oleh dalil yang mereka yakini kebenarannya. Namun, tidak satu pun dari mereka yang mengklaim dirinya paling benar dan yang lain pasti salah.

Sikap menghormati perbedaan adalah bagian dari ajaran Islam, dan tidak seharusnya kita sempitkan pemahaman agama dengan satu sudut pandang saja. Islam lebih luas dari sekedar satu pemahaman mazhab atau satu kelompok.

akhirnya

Kesombongan dalam beragama adalah pintu menuju kehancuran, bukan kebenaran. Allah memperingatkan dengan keras dalam Surat Al-A'raf ayat 40 bahwa kesombongan akan menghalangi seseorang masuk surga. Beragama dengan kerendahan hati, menghormati perbedaan, dan selalu membuka diri terhadap dialog adalah cara kita mendekatkan diri kepada Allah. Kita bukan penguasa surga, bukan pula hakim atas keimanan orang lain.

Tugas kita adalah mencari kebenaran dengan rendah hati dan saling menghormati, bukan mengklaim kebenaran mutlak dan merasa berhak menghakimi orang lain.

 

Sabtu, 28 September 2024

Jawa Timur Butuh Pemimpin Berani, Bukan yang Tersandra

 

Jawa Timur Butuh Pemimpin Berani, Bukan yang Tersandra

serikatnews.com

Pemilihan Gubernur Jawa Timur yang akan segera di lakukan bukan sekadar pemilihan biasa, ini adalah pertaruhan masa depan. Kita harus ingat bahwa pemimpin yang kita pilih akan menentukan bagaimana keadilan didistribusikan ke seluruh lapisan masyarakat, dari kota besar hingga pelosok desa. Namun, jangan tertipu oleh janji-janji manis yang kosong.

Rakyat Jawa Timur harus sadar bahwa memilih pemimpin bukan hanya soal popularitas atau retorika, melainkan soal keberanian, integritas, dan rekam jejak nyata dalam membela kepentingan rakyat.

Tidak Akan Peduli pada Rakyat

Calon yang memiliki riwayat tersandra oleh kekuasaan lebih tinggi membawa masalah serius. Jika seorang calon pernah tunduk pada kepentingan politik yang lebih besar, kita harus bertanya: apakah mereka benar-benar mampu berdiri untuk rakyatnya?

Atau justru mereka akan menjadi boneka yang terus-menerus terseret oleh kepentingan elit yang lebih kuat? Seorang pemimpin yang tersandra akan terjebak dalam permainan politik yang hanya fokus menyelamatkan diri mereka sendiri. Hasilnya? Rakyat akan terabaikan dan terus-menerus berada di pinggiran kekuasaan, menjadi korban dari sistem yang rusak.

Rakyat Jangan Terjebak!

Masa kampanye sering kali menjadi ajang pencitraan, di mana calon pemimpin berlomba-lomba menawarkan janji-janji spektakuler yang tampak menggugah. Namun, rakyat jangan tertipu oleh janji manis yang tanpa landasan! Berapa banyak janji yang terdengar muluk tetapi tidak pernah terlaksana setelah pemilihan usai? Ini adalah jebakan klasik.

Sebagai pemilih yang cerdas, kita harus mulai melihat track record yang sebenarnya. Program-program kerja yang mereka tawarkan harus diuji: apakah program ini realistis dan benar-benar bisa diterapkan di lapangan? Bagaimana mereka mengatasi masalah yang nyata, seperti ketimpangan sosial, akses pendidikan, dan kesehatan di daerah-daerah terpencil? Jangan biarkan kita disilaukan oleh program populis tanpa fondasi yang jelas.

Investasi Bisnis

Ini adalah peringatan keras: jika calon pemimpin sudah membeli suara Anda, mereka akan menjadikan Anda objek untuk mengembalikan uang mereka. Pemimpin yang menggunakan uang untuk mendapatkan suara bukanlah pemimpin yang akan memperjuangkan hak-hak rakyat, melainkan pemimpin yang melihat rakyat sebagai investasi bisnis.

Setelah mereka terpilih, tujuan mereka hanya satu: mengembalikan modal yang sudah dikeluarkan dengan berbagai cara, bahkan jika itu berarti mengorbankan kepentingan rakyat.

Suap dan Politik Uang

Politik uang adalah salah satu bentuk korupsi paling awal dalam proses demokrasi, dan kita harus sadar bahwa pemimpin yang memulai langkahnya dengan membeli suara tidak akan segan-segan melanjutkan praktik-praktik korup di pemerintahan. Ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap rakyat. Jika pemimpin sudah tergoda oleh kekuasaan dan uang sejak awal, kita bisa yakin bahwa mereka tidak akan ragu untuk mengabaikan janji-janji mereka setelah duduk di kursi kekuasaan.

Evaluasi dengan Kritis!

.program kerja yang diusung calon harus diuji dengan ketat. Bukan hanya melihat seberapa indah program tersebut terdengar, tetapi seberapa realistis dan konkret pelaksanaannya. Bandingkan program-program yang ditawarkan dengan kenyataan di lapangan:

Apakah program tersebut mampu menjawab permasalahan riil yang dihadapi masyarakat Jawa Timur? Jika jawabannya tidak, program tersebut hanya alat untuk mendapatkan suara.

 Jangan Salah Pilih!

Rakyat Jawa Timur harus mulai berpikir lebih cerdas dan kritis. Jika kita ingin pemimpin yang mampu mendistribusikan keadilan, maka kita harus memilih dengan kepala dingin, bukan berdasarkan godaan politik uang atau janji-janji palsu. Jangan biarkan kita jatuh ke dalam perangkap yang sama.

Pemimpin yang kuat adalah pemimpin yang berani melawan arus kekuasaan yang korup, berdiri tegak untuk rakyat, dan memiliki rekam jejak kebijakan yang berpihak pada kepentingan masyarakat luas. Rakyat harus berani menolak politik uang, janji manis, dan calon yang tersandra oleh kekuatan elit. Saatnya memilih berdasarkan rekam jejak dan integritas, bukan retorika dan iming-iming uang.

Ingat, suara kita menentukan masa depan. Jangan biarkan suara kita dibeli dan dijadikan alat oleh calon yang hanya ingin memperkaya diri sendiri. Pilih pemimpin yang memiliki visi jelas, rekam jejak yang terbukti, dan keberanian untuk melawan segala bentuk penindasan terhadap rakyat.

Senin, 23 September 2024

Dari Dendam ke Tanah Kemenangan: SEJARAH Candi Lor dan Prasasti Anjuk Ladang

candi lor  yang di lilit pohon
 Pada suatu masa, di era Kerajaan Mataram Kuno, terjadi konflik besar yang memecah keluarga kerajaan. Permusuhan ini bermula antara Balaputradewa, keturunan Dinasti Sailendra, dan Rakai Pikatan, raja dari Mataram Kuno. Balaputradewa, yang kalah dalam perebutan kekuasaan di tanah Jawa, melarikan diri ke Sriwijaya, sebuah kerajaan kuat di Sumatera, dan akhirnya menjadi raja di sana. Meski jauh, dendam Balaputradewa terhadap Rakai Pikatan tidak pernah padam, dan keturunannya terus menyimpan dendam yang mendalam.

Bertahun-tahun kemudian, saat Sriwijaya berada di bawah penerus Balaputradewa, mereka terus berusaha menghancurkan Mataram Kuno, melancarkan serangan demi serangan. Hingga akhirnya, Raja Wawa, penguasa Mataram Kuno saat itu, menghadapi tekanan besar dari serangan Sriwijaya, bencana alam, dan hama yang memporak-porandakan negeri. Untuk menyelamatkan kerajaannya, Raja Wawa memutuskan untuk memindahkan ibu kota ke Jawa Timur. Misi ini diserahkan kepada Rakai Hino Pu Sendok, panglima utama kerajaan.

Gambaran imajinasi  utuh candi. 

Namun, meskipun ibu kota telah berpindah, ancaman dari Sriwijaya tidak surut. Tentara Sriwijaya yang berasal dari Divisi Jambi dikirim untuk mengejar Pu Sendok dan pasukannya. Di tanah Jawa Timur, Pu Sendok dengan cerdik menyusun strategi. Tidak hanya bergantung pada pasukannya, dia juga melibatkan penduduk lokal – para petani, yang bersedia ikut berjuang dengan senjata sederhana seperti sabit dan cangkul.

Pertempuran besar pecah di wilayah yang kini dikenal sebagai Nganjuk. Di Desa Berbek, suara tentara Sriwijaya yang bergerak mengejar pasukan Pu Sendok terdengar seperti "berk-berk-berk," sehingga desa itu diberi nama Berbek. Setelah itu, pertempuran berlanjut ke Desa Kacangan, di mana Pu Sendok mempersiapkan strategi terakhirnya. Pertempuran puncak terjadi di Desa Kalangan, sebuah lapangan luas yang dikelilingi pohon-pohon besar.

candi lor saat ini
Pu Sendok memancing tentara Sriwijaya ke tengah lapangan. Ketika pasukan musuh masuk, tanda pertempuran dimulai dengan bunyi kentongan yang bergema. Para petani dan penduduk yang telah bersembunyi di balik pepohonan berhamburan menyerang dengan tiba-tiba. Tentara Sriwijaya yang terjebak di lapangan luas itu panik dan kocar-kacir. Dengan taktik cerdik dan dukungan rakyat, pasukan Pu Sendok berhasil mengalahkan tentara Sriwijaya. Hanya beberapa dari mereka yang berhasil melarikan diri, tetapi akhirnya mereka pun terkejar dan dikalahkan. Desa di mana mereka bersembunyi kini dikenal sebagai Dukuh Kapungan di Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk.

Sebagai penghormatan atas kemenangan ini, Pu Sendok mendirikan Candi Lor di Desa Candirejo, Nganjuk. Di samping candi, didirikan pula sebuah prasasti yang dikenal sebagai Prasasti Anjuk Ladang, yang bermakna "Tanah Kemenangan." Prasasti ini mengabadikan jasa rakyat Anjuk Ladang yang membantu Pu Sendok mengusir tentara Sriwijaya dan memberi mereka hadiah tanah sebagai penghargaan.

dua makam orang dekat pu sendok

Hingga kini, Candi Lor dan Prasasti Anjuk Ladang menjadi saksi bisu dari perjuangan panjang Mataram Kuno, serta simbol dari persatuan antara raja dan rakyat dalam menghadapi ancaman besar. Kemenangan ini mengabadikan nama Anjuk Ladang sebagai tanah kemenangan, yang kini dikenal sebagai Kabupaten Nganjuk.

DAFTAR PUSTAKA
1. Atmadi, Subroto. "Seni Bangunan dan Seni Hias Candi di Jawa Timur Abad VIII-XV." Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Proyek Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Kepurbakalaan, 1994.

2. Boechari. "Prasasti Koleksi Museum Nasional." Jakarta: Museum

Nasional Indonesia, 1979.

3. Hariani Santiko, "Mpu Sindok, Raja Pertama Jawa Timur," dalam "Hindu-Java Art and Religion: Essays in Honour of Dr. Satyawati Suleiman," Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2000.

4. Munandar, Agus Aris. "Peralihan Kekuasaan di Jawa: Mpu Sindok, Sriwijaya, dan Awal Kedatuan di Jawa Timur." Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2014. 

5. Oetomo, Dwi Cahyono. "Jejak Langkah Mpu Sindok di Nganjuk: Analisis Situs dan Prasasti Anjuk Ladang." Surabaya: Bina Media Press, 2011. 

6. Sukendar, "Prasasti Anjukladang D.59: Penemuan Baru di Wilayah Nganjuk." Makalah Seminar Nasional Arkeologi, Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Jakarta, 1990. 

7. Sumadio, Bambang (Ed.). "Sejarah Nasional Indonesia II." Jakarta: Balai Pustaka, 1984. 

8. Timbul Haryono, "Kekuasaan dan Hubungan Politik Mataram Kuno dengan Sriwijaya." Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1997.  

Sabtu, 21 September 2024

"Mikul Duwur, Mendhem Jero"

Masa jabatan Presiden Jokowi yang akan segera berakhir menjadi momen refleksi bagi banyak pihak, khususnya terkait pencapaian serta kontroversi yang menyertainya. Di satu sisi, Jokowi telah memberikan banyak kontribusi signifikan bagi kemajuan negara, seperti pembangunan infrastruktur masif, pengentasan kemiskinan, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat. Namun, di sisi lain, muncul berbagai indikasi penyalahgunaan wewenang yang melibatkan kepentingan pribadi dan keluarga. Pertanyaan mendasar yang muncul adalah: bagaimana seharusnya kita bersikap? Apakah jasa-jasanya bagi bangsa membuat kita perlu memaafkan atau justru membawa persoalan ini ke ranah hukum?

"Mikul Duwur, Mendhem Jero" adalah filosofi Jawa yang berarti menghormati jasa baik dan menyembunyikan kesalahan seseorang. Dalam konteks Jokowi, prinsip ini sering dikemukakan sebagai bentuk penghormatan terhadap seorang pemimpin yang telah berkontribusi besar bagi negara. Namun, apakah kita hanya perlu memaafkan dengan alasan jasa-jasanya? Di satu sisi, prinsip ini mengajak kita untuk tidak mengungkit kesalahan secara terbuka demi menjaga martabat seorang pemimpin yang pernah berbuat baik bagi bangsa.

pinterest

Namun, dalam negara hukum yang demokratis, supremasi hukum seharusnya tidak pandang bulu. Setiap dugaan penyalahgunaan wewenang, termasuk oleh pejabat tinggi negara, harus ditindaklanjuti secara adil. Penegakan hukum bukanlah soal balas dendam, melainkan demi keadilan, transparansi, dan memastikan agar praktik-praktik tidak etis tidak terulang kembali di masa depan. Hal ini penting untuk menjaga integritas lembaga negara dan membangun kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum.

Memilih untuk "mikul mendhem jero" mungkin memberikan kesan damai, tetapi bisa berisiko menciptakan preseden buruk: bahwa seorang pemimpin yang berjasa boleh mengabaikan etika dan hukum karena kontribusi masa lalunya. Di sisi lain, membawa Jokowi ke ranah hukum, jika terbukti ada bukti kuat, menunjukkan bahwa hukum ditegakkan tanpa pandang bulu. Keputusan ini juga bisa mengukuhkan semangat reformasi dan akuntabilitas pejabat publik di masa depan.

Oleh karena itu, kita harus mencari keseimbangan. Apresiasi terhadap jasa-jasa Jokowi adalah hal yang penting dan patut diingat, namun keadilan harus tetap dijunjung tinggi. Jika ada bukti penyalahgunaan wewenang, proses hukum yang adil perlu dilakukan, bukan sebagai bentuk penghancuran pribadi, tetapi untuk menegakkan prinsip hukum dan kebenaran. Pada akhirnya, ini tentang menjaga kehormatan negara dan memastikan masa depan yang lebih transparan serta berkeadilan.

Makan dan Minum Sesuai Ajaran Nabi SAW" yang Mulai Dilupakan"

Makan dan minum dengan cara yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW. Ketika kecil, kita diajarkan untuk makan sambil duduk, menggunakan tangan kanan, dan selalu memulai dengan membaca doa. Prinsip-prinsip sederhana ini sering kali hilang seiring kita tumbuh dewasa. Makan dengan tangan kiri, sambil berdiri atau berjalan, dianggap hal yang biasa, padahal tindakan tersebut bertentangan dengan sunnah Rasulullah SAW.

Makan dan minum menggunakan tangan kanan bukan hanya soal adab atau sopan santun, melainkan bagian dari ketaatan kita kepada ajaran agama. Rasulullah SAW bersabda, "Jika salah seorang dari kalian makan, maka hendaklah ia makan dengan tangan kanannya, dan jika ia minum, hendaklah ia minum dengan tangan kanannya. Sesungguhnya setan makan dan minum dengan tangan kirinya" (HR. Muslim). Ajaran ini menunjukkan bahwa perilaku kita dalam hal sekecil makan dan minum bisa membawa dampak yang besar bagi keimanan kita. Dengan melakukannya sesuai sunnah, kita tidak hanya menjaga adab, tetapi juga menjaga diri dari mengikuti langkah setan.

Hal ini bukan berarti kebiasaan baik tersebut harus dilupakan karena kesibukan atau kemodernan hidup. Menjaga adab makan dan minum adalah salah satu cara untuk memperkuat hubungan kita dengan ajaran Rasulullah SAW dalam kehidupan sehari-hari. Saat kita duduk dengan tenang, memulai dengan doa, dan menggunakan tangan kanan, kita tidak hanya meneladani beliau, tapi juga menghormati diri sendiri sebagai seorang muslim yang patuh pada ajaran Islam. Alangkah indahnya jika kebiasaan itu di mulai dari para pemimpin negri ini, pendidik, guru dan orang orang yang punya pengaruh baik di lingkungan, maka akan berdampak kebaikan bagi masyarakat kita.

Jadi, mari kita kembalikan kebiasaan baik ini dalam kehidupan kita. Ayo kita ingatkan diri kita dan orang-orang di sekitar kita bahwa makan dan minum dengan cara yang benar bukan hanya tentang adab, tetapi tentang iman, ketaatan, dan keikhlasan menjalankan sunnah. Bukan hanya untuk diri kita, tapi juga menjadi contoh bagi generasi setelah kita.
Sudahkan kebiasaan minum dan makan memakai tangan kanan itu, menjadi bagian hidup anda?

Pak J 

Senin, 16 September 2024

Meneladani Rasulullah SAW

 

face book

Rasulullah SAW adalah sosok yang sempurna dalam keimanan, akhlak, dan kepemimpinan. Beliau tidak membutuhkan popularitas atau pengakuan duniawi untuk menjadi teladan bagi seluruh umat manusia. Dengan kesederhanaan dan ketulusan, pengaruh Rasulullah SAW melintasi zaman dan menjadi inspirasi hingga akhir waktu.

Banyak pelajaran berharga yang dapat kita petik dari perjalanan hidup Rasulullah SAW:



  1. Tindakan Nyata Lebih Berarti dari Sekadar Kata-kata
    Rasulullah SAW adalah sosok yang mewujudkan kebaikan melalui tindakan nyata, bukan sekadar melalui ucapan. Beliau mencontohkan kejujuran, kesabaran, dan cinta kasih dalam setiap langkah hidupnya. Sebagai umat dan santri, kita harus meniru beliau dengan menjadi teladan dalam ucapan dan perbuatan.

  2. Ilmu yang Diamalkan Lebih Bernilai
    Ilmu yang paling berharga adalah yang diamalkan. Rasulullah SAW mengajarkan bahwa ilmu tidak hanya untuk dibicarakan, tetapi untuk diterapkan demi kesejahteraan umat. Tidak semua harus dibagikan di media sosial, namun niat tulus untuk berbagi kebaikan akan membawa dampak yang besar.

  3. Ketenangan Hati dan Fokus pada Perbaikan Diri
    Di era yang penuh gangguan, penting bagi kita untuk menjaga hati tetap tenang, jauh dari hiruk-pikuk dunia maya. Dengan ketenangan hati, kita bisa lebih bijak dalam mengambil keputusan dan memperbaiki kualitas ibadah serta amal sholeh kita.

  4. Konsistensi dalam Kebaikan
    Meskipun dunia menawarkan berbagai godaan, penting bagi kita untuk tetap berpegang teguh pada ajaran kebaikan dan prinsip-prinsip yang benar. Rasulullah SAW adalah teladan konsistensi, terus teguh meskipun dihadapkan pada berbagai cobaan.

Penerapan dalam Kehidupan Sehari-hari

Untuk mengamalkan pelajaran dari Rasulullah SAW, kita dapat menerapkan beberapa langkah berikut:

  • Perbanyak Amal Sholeh: Kebaikan bisa dimulai dari hal kecil, seperti senyum, membantu sesama, atau memberikan sedekah. Setiap amal kebaikan akan mendekatkan kita kepada Allah SWT.
  • Belajar dari Al-Quran dan Sunnah: Sebagai santri, kita harus mendalami Al-Quran dan Sunnah untuk menambah keimanan, memahami petunjuk, dan meneladani akhlak Rasulullah SAW.
  • Bergaul dengan Orang-orang Sholeh: Lingkungan yang positif sangat berperan dalam membentuk akhlak. Berada di sekitar orang-orang yang baik akan mendorong kita untuk terus meningkatkan kualitas diri.
  • Introspeksi Diri: Evaluasi diri sangat penting untuk melihat kekurangan kita dan memperbaiki diri secara terus-menerus agar menjadi hamba yang lebih baik di hadapan Allah SWT.

Minggu, 15 September 2024

Petani Cemas, Lahan Subur Nganjuk Beralih Jadi Industri?

 Anjul Ladang —

Tanah pertanian di Kabupaten Nganjuk, terutama di daerah utara, semakin banyak yang berubah menjadi kawasan industri. Para petani di wilayah ini mulai merasa cemas dan khawatir dengan keberlangsungan pertanian yang sudah menjadi mata pencaharian mereka selama bertahun-tahun.

Desa Nglaban di Kecamatan Loceret, misalnya, dikenal memiliki tanah yang sangat subur. Hampir semua tanaman bisa tumbuh dengan baik di sini, mulai dari padi, brambang, lombok, kedelai, hingga sayuran. Keadaan yang sama juga bisa dilihat di wilayah lain di Nganjuk, di mana hamparan sawah dan ladang menjadi pemandangan sehari-hari. Namun, dengan munculnya industri dan pabrik yang mulai menguasai lahan pertanian, banyak yang khawatir bahwa produktivitas tanah akan menurun dan ekosistem pertanian bisa rusak.

"Saat ini, di Desa Nglaban memang belum ada pabrik besar, tapi sawah-sawah mulai dialihfungsikan menjadi peternakan. Kami khawatir, jika ini dibiarkan, lahan pertanian di desa kami akan terus menyusut," ujar salah satu petani setempat yang tak ingin disebutkan namanya.

Kondisi yang lebih mengkhawatirkan terlihat di daerah utara Nganjuk. Banyak

lahan subur yang dulunya menghasilkan berbagai komoditas pertanian kini telah disulap menjadi kawasan industri. Pabrik-pabrik berdiri di atas tanah yang dulunya menjadi tempat para petani menggantungkan hidup.

Para petani merasa pemerintah daerah kurang memperhatikan dampak jangka panjang dari pengalihan fungsi lahan ini. "Harusnya, tanah subur seperti ini bisa dimanfaatkan lebih maksimal untuk pertanian, bukan untuk bangun pabrik. Kalau tanah subur diubah jadi industri, bagaimana nasib kami petani?" keluh salah satu petani dari wilayah tersebut.


Beberapa pihak beranggapan bahwa modernisasi dan pembangunan industri memang penting untuk kemajuan daerah. Namun, petani dan masyarakat lokal menilai, seharusnya pemerintah bisa lebih bijak dalam menjaga keseimbangan antara industri dan pertanian. Mereka juga mengkritisi kebijakan bupati sebelumnya yang dianggap terlalu pragmatis dan mengorbankan tanah subur demi kepentingan industri.

"Seharusnya para pemimpin bisa mengambil nilai lebih dari pertanian. Kalau sistem pemasaran hasil tani diperbaiki, kami yakin petani bisa lebih makmur, dan daerah ini juga bisa berkembang. Tapi sayangnya, yang terjadi malah sebaliknya, tanah dijual, pabrik dibangun," tambah salah satu warga.

Kekhawatiran semakin memuncak menjelang Pilkada, di mana masyarakat berharap ada pemimpin baru yang lebih berpihak pada pertanian. Mereka menyuarakan pentingnya pemilu yang bersih dan murah biaya, agar pemimpin terpilih nanti bisa fokus pada kepentingan rakyat tanpa harus menjual lahan subur untuk kepentingan sesaat.

Untuk sekarang, para petani di Nganjuk hanya bisa berharap agar lahan-lahan yang tersisa masih bisa diselamatkan. Karena bagi mereka, tanah subur bukan hanya sumber penghidupan, tapi juga warisan berharga yang harus dijaga untuk generasi mendatang.

Sept 2024 

Pak J

Nasi Becek Pak Harjo: Legenda Kuliner Nganjuk yang Tak Lekang oleh Waktu

 

pak J
Nganjuk, Jawa Timur – Di tengah gemerlapnya dunia kuliner modern, ada sebuah warung sederhana di Nganjuk yang tetap setia menyajikan cita rasa klasik. Nasi Becek Pak Harjo, sebuah warung yang berdiri sejak tahun 1980, telah menjadi saksi bisu perjalanan waktu dan perubahan zaman di Kota Angin.

Bermula dari sebuah inisiatif sederhana untuk menyajikan hidangan hangat bagi masyarakat, warung nasi becek , kini telah menjadi ikon kuliner Nganjuk. Cerita menarik di balik berdirinya warung ini diawali dari masa ketika televisi hitam putih baru saja muncul di Indonesia. Saat itu, televisi tersebut ditempatkan di sisi timur terminal Nganjuk, menjadi pusat perhatian warga. itu pun televisi pembelian pemkab yang didedikasikan untuk warga, yang memang saat itu belum banyak yang punya atau memiliki.

"Waktu itu saya masih SMP, Pak," ujar Hari, putra Pak Harjo yang kini berusia 57 tahun. Beliau melanjutkan, "Sekolahnya di SMPN 1 Nganjuk, sebuah sekolah favorit di kota ini." Dari cerita Hari, kita dapat membayangkan betapa sederhana namun penuh semangatnya awal mula warung nasi becek ini.

Awalnya, warung ini dikelola langsung oleh Pak Harjo dan istrinya, dibantu oleh dua orang karyawan. Setelah kedua orang tuanya meninggal, Hari dan istrinya memutuskan untuk melanjutkan usaha keluarga ini. karena dua kakak pak hari dan satu adik perempuan nya enggan menjadi pelanjut kuliner klasik rintisan pak Harjo. karena saudara pak hari latar belakang mereka sebagai guru dan ASN, maka pak hari dan Istrinya seperti ketiban sampur kata orang jawa. meski begitu semangat melestarikan warisan keluarga akhirnya mengalahkan segalanya.

Lokasi warung yang sangat strategis, hanya 50 meter dari terminal bus antar kota lama,dan stasiun kereta yang masih ada sampai saat ini, membuat warung ini selalu ramai pengunjung. Bahkan hingga kini, di tengah persaingan bisnis kuliner yang semakin ketat, Nasi Becek Pak Harjo tetap menjadi pilihan favorit banyak orang.

pak J

"Saya datang ke sini jam 19.10, tapi ternyata tinggal beberapa porsi lagi," ujar salah satu pelanggan.yang mengaku orang kampung kauman. Hal ini menunjukkan betapa populernya nasi becek  Pak Harjo, terutama di kalangan masyarakat Nganjuk dan sekitarnya.

Cita Rasa Khas yang Tak Terlupakan

Nasi becek Pak Harjo memiliki cita rasa yang khas dan sulit ditemukan di tempat lain. Perpaduan bumbu yang kaya rempah dan santan yang gurih menciptakan sensasi rasa yang unik dan menggugah selera. Daging kambing yang empuk dan bumbu yang meresap sempurna membuat setiap suapan menjadi kenikmatan tersendiri.

Lebih dari Sekedar Kuliner

pak J

Nasi Becek Pak Harjo bukan hanya sekedar warung makan, tetapi  Bagi warga Nganjuk, warung ini memiliki nilai sejarah dan sentimental yang tinggi. Banyak pelanggan yang datang bukan hanya untuk menikmati makanannya, tetapi juga untuk mengenang masa lalu dan menjalin silaturahmi.

Pelestarian Warisan Kuliner

Keberadaan Nasi Becek Pak Harjo menjadi bukti bahwa kuliner tradisional masih memiliki tempat di hati masyarakat modern. Dengan mempertahankan cita rasa asli dan kualitas bahan baku yang baik, warung ini berhasil bertahan selama puluhan tahun dan tetap relevan hingga saat ini.

Pesan Moral

pak j

Kisah Nasi Becek Pak Harjo mengajarkan kita tentang pentingnya melestarikan warisan budaya, termasuk kuliner. Dengan semangat yang sama, kita dapat menjaga kelangsungan kuliner tradisional Indonesia dan memperkenalkannya kepada generasi muda.

pak J

Rabu, 11 September 2024

EMAS HIJAU DARI DESA "KERING"

 CERITA BERSAMBUNG

Episode 1: Embrio Perubahan

Gambar : Republika
Matahari mulai mengintip dari balik pegunungan, menyinari desa yang tertidur. Embun pagi menyelimuti rerumputan hijau, menciptakan pemandangan yang begitu menenangkan. Namun, di balik keindahan alamnya, desa ini menyimpan banyak masalah. Sawah-sawah mengering, anak-anak muda menganggur, dan semangat gotong royong mulai memudar.

Di sebuah rumah sederhana, Ahmad dan Aisyah terbangun. Pasangan muda ini baru saja kembali ke desa halaman mereka setelah bertahun-tahun merantau di kota. Kangen akan suasana pedesaan, mereka memutuskan untuk kembali dan membangun kehidupan baru di sini.

"Mas, lihat itu. Sawah-sawah kita jadi kering semua," ucap Aisyah sambil menunjuk ke arah luar jendela.

Ahmad mengangguk sedih. "Iya, Sayang. Dulu, sawah-sawah ini selalu hijau dan subur. Sekarang, sulit sekali untuk mendapatkan air."

Mereka berdua terdiam sejenak, merenung tentang masa depan desa mereka.

"Tapi, Mas, kita tidak boleh menyerah. Kita harus berusaha mengubah desa ini menjadi lebih baik," kata Aisyah dengan penuh semangat.

Ahmad tersenyum. "Aku setuju, Sayang. Kita mulai dari hal yang kecil dulu. Misalnya, kita bisa mencoba bertani organik di lahan belakang rumah."

disperta kab demak

Ide pertanian organik langsung disambut antusias oleh Aisyah. Mereka berdua mulai mempelajari berbagai teknik pertanian organik melalui buku dan internet. Mereka juga sering berdiskusi dengan para petani tua yang masih memiliki pengetahuan tentang pertanian tradisional.

Perlahan tapi pasti, kebun mereka mulai menghasilkan sayuran dan buah-buahan organik yang segar dan berkualitas. Tetangga-tetangga mereka pun mulai penasaran dan mencoba mencicipi hasil kebun Ahmad dan Aisyah.

"Wah, sayurannya enak sekali, Mas! Lebih segar dan rasanya lebih manis," ujar Bu Aminah, tetangga sebelah rumah.

Mendengar pujian itu, hati Ahmad dan Aisyah merasa senang. Mereka semakin yakin bahwa pertanian organik adalah jalan keluar bagi desa mereka.

Namun, tidak semua orang menyambut baik ide mereka. Pak RT, seorang tokoh yang sangat berpengaruh di desa, menentang keras ide pertanian organik. Ia lebih suka mempertahankan cara bertani tradisional yang sudah turun-temurun.

"Orang Orang Didesa Ini,Jangan diajak-ajak yang aneh-aneh, Pak. Pertanian organik itu tidak akan berhasil di desa kita," kata Pak RT kepada Ahmad.

Ahmad berusaha menjelaskan manfaat pertanian organik, tetapi Pak RT tetap tidak mau mendengarkan. Ia takut jika banyak petani yang mengikuti jejak Ahmad, maka harga hasil pertanian akan turun.

Meskipun menghadapi penolakan, Ahmad dan Aisyah tidak menyerah. Mereka terus berusaha meyakinkan warga desa tentang pentingnya pertanian organik. Mereka mengadakan pertemuan-pertemuan kecil untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman.

Suatu hari, Ahmad dan Aisyah bertemu dengan seorang pemuda bernama Dani. Dani baru saja lulus dari perguruan tinggi pertanian dan ingin kembali ke desa untuk mengembangkan pertanian. Dani sangat antusias dengan ide pertanian organik dan bersedia membantu Ahmad dan Aisyah.

Bersama-sama, mereka bertiga mulai merancang program pelatihan untuk para petani di desa. Mereka berharap program ini dapat meningkatkan pengetahuan para petani tentang pertanian organik dan mendorong mereka untuk beralih ke pertanian yang lebih ramah lingkungan.

Namun, perjalanan mereka masih jauh dari selesai. Mereka harus menghadapi banyak tantangan, mulai dari kurangnya air, serangan hama, hingga penolakan dari sebagian warga desa.

Episode 2: Benih Harapan Tumbuh Subur

Setelah pertemuan perdana yang cukup menegangkan, Ahmad, Aisyah, dan Dani mulai bergerak cepat. Mereka menyusun kurikulum pelatihan yang sederhana namun efektif, menggabungkan pengetahuan tradisional dengan teknik modern. Tempat pertemuan pun dipilih di balai desa, agar mudah diakses oleh semua warga.

Hari pertama pelatihan, suasana sedikit tegang. Para petani tua masih ragu-ragu, mereka khawatir akan kehilangan hasil panen jika beralih ke metode baru. Namun, Ahmad dan Dani dengan sabar menjelaskan manfaat pertanian organik. Mereka membawa contoh tanaman yang sehat dan subur dari kebun percobaan mereka. Lambat laun, para petani mulai tertarik dan bertanya.

"Jadi, kalau kita pakai pupuk organik, tanaman kita nggak akan diserang hama lagi?" tanya Pak Karto, seorang petani yang sudah puluhan tahun bertani.

"Benar, Pak. Pupuk organik bisa meningkatkan daya tahan tanaman terhadap hama dan penyakit," jawab Dani. "Selain itu, hasil panen kita juga akan lebih berkualitas dan aman dikonsumsi."

Perlahan tapi pasti, semangat para petani mulai tumbuh. Mereka mulai mencoba menerapkan ilmu yang mereka dapatkan dalam pelatihan. Mereka membuat kompos dari sisa-sisa tanaman, membuat pestisida nabati, dan menanam tanaman penutup tanah.

Namun, perjalanan mereka tidak selalu mulus. Beberapa petani yang sudah terbiasa menggunakan pupuk kimia merasa kesulitan beradaptasi dengan pupuk organik. Hasil panen mereka sempat menurun drastis. Mereka mulai menyalahkan Ahmad, Aisyah, dan Dani.

"Ini semua gara-gara kalian! Saya rugi banyak karena ikut-ikutan pertanian organik!" bentak Pak Jono, seorang petani yang paling vokal menentang pertanian organik.

Ahmad dan Dani berusaha menenangkan Pak Jono. Mereka menjelaskan bahwa perubahan membutuhkan waktu dan kesabaran. Mereka juga menawarkan bantuan untuk memperbaiki kualitas tanah Pak Jono.

Melihat kondisi Pak Jono, para petani lain merasa iba. Mereka berinisiatif untuk membantu Pak Jono dengan cara berbagi bibit tanaman, pupuk organik, dan pengetahuan. Mereka juga membentuk kelompok tani yang solid, saling membantu dan mendukung satu sama lain.

Setelah beberapa bulan berjuang, saat panen pertama pun tiba. Para petani memanen hasil pertanian mereka dengan penuh suka cita. Sayuran dan buah-buahan organik yang mereka panen terlihat segar dan berkualitas. Rasa syukur memenuhi hati mereka.

Untuk memasarkan hasil panen mereka, Ahmad, Aisyah, dan Dani berinisiatif mengadakan pasar desa. Mereka mengundang warga dari desa-desa sekitar untuk datang dan membeli produk organik mereka. Pasar desa ini menjadi ajang promosi yang efektif dan berhasil menarik minat banyak pembeli.

Keberhasilan pertanian organik di desa mereka menginspirasi desa-desa lain. Banyak orang yang datang untuk belajar dan melihat langsung bagaimana pertanian organik dapat mengubah kehidupan masyarakat. Ahmad, Aisyah, dan Dani merasa bangga atas pencapaian mereka. Mereka yakin bahwa masa depan desa mereka akan semakin cerah.

.

Badai Menghampiri

Sukses awal pertanian organik membawa angin segar bagi desa. Namun, kegembiraan itu tak berlangsung lama. Seorang pengusaha besar dari kota, Pak Budiman, datang ke desa dengan tawaran menarik. Ia ingin membeli seluruh hasil panen organik desa dengan harga yang sangat tinggi.

Awalnya, tawaran Pak Budiman disambut antusias oleh sebagian besar petani. Mereka tergiur dengan keuntungan besar yang ditawarkan. Namun, Ahmad, Aisyah, dan Dani merasa ada yang janggal. Mereka khawatir jika terlalu bergantung pada Pak Budiman, desa mereka akan kehilangan kemandirian.

"Kita harus berhati-hati, Mas. Jangan sampai kita terjebak dalam permainan mereka," kata Aisyah.

Dani pun sependapat. "Kita harus membangun pasar sendiri. Jangan hanya mengandalkan satu pembeli."

fakta News

Mereka berdua kemudian mengajak para petani untuk berdiskusi. Setelah berdebat panjang, akhirnya mereka sepakat untuk menolak tawaran Pak Budiman. Mereka akan tetap mempertahankan kemandirian mereka dan membangun pasar sendiri.

Untuk mewujudkan cita-cita mereka, Ahmad, Aisyah, dan Dani mulai membangun pasar desa. Mereka membuat stand-stand sederhana untuk memajang hasil panen para petani. Mereka juga membuat kemasan yang menarik untuk produk-produk organik mereka.

Selain itu, mereka juga aktif mempromosikan produk mereka melalui media sosial dan mengikuti berbagai pameran produk lokal. Berkat kerja keras mereka, produk-produk organik dari desa mereka mulai dikenal oleh masyarakat luas.

Namun, perjalanan mereka tidak selalu mulus. Pak Budiman merasa tersinggung dengan penolakan mereka. Ia mulai menyebarkan berita bohong tentang produk organik desa mereka. Ia mengatakan bahwa produk-produk tersebut tidak aman dikonsumsi karena menggunakan bahan kimia berbahaya.

Berita bohong itu membuat masyarakat ragu untuk membeli produk organik dari desa. Penjualan mereka pun menurun drastis. Ahmad, Aisyah, dan Dani merasa sangat kecewa.

Ahmad, Aisyah, dan Dani tidak tinggal diam. Mereka mengumpulkan bukti-bukti bahwa produk mereka benar-benar organik. Mereka juga meminta bantuan kepada pemerintah desa dan LSM untuk membantah berita bohong yang disebar oleh Pak Budiman.

Berkat kerja sama yang baik, akhirnya mereka berhasil membersihkan nama baik produk organik desa mereka. Masyarakat pun kembali percaya dan membeli produk-produk mereka.

Keberhasilan mereka dalam menghadapi berbagai tantangan membuat semangat para petani semakin berkobar. Mereka semakin yakin bahwa pertanian organik adalah jalan yang benar untuk masa depan desa mereka.

Ahmad, Aisyah, dan Dani terus mengembangkan desa mereka. Mereka membangun pabrik pengolahan hasil pertanian, membuat produk turunan dari bahan organik, dan mengembangkan wisata agro.

Desa yang dulunya tertinggal kini menjadi desa yang maju dan mandiri. Ahmad, Aisyah, dan Dani merasa bangga atas apa yang telah mereka capai. Mereka telah membuktikan bahwa dengan semangat gotong royong dan kerja keras, semua mimpi bisa menjadi kenyataan.

 

 

Episode 4: Menghadapi Perubahan Iklim

Sukses membangun pertanian organik yang berkelanjutan, desa mereka mulai dikenal sebagai contoh bagi desa-desa lain. Namun, ancaman baru muncul: perubahan iklim. Musim kemarau semakin panjang, curah hujan tidak menentu, dan hama penyakit semakin sulit dikendalikan.

Ahmad, Aisyah, dan Dani menyadari bahwa mereka harus beradaptasi dengan perubahan iklim. Mereka mengadakan pertemuan dengan para petani untuk membahas solusi. Setelah berdiskusi panjang, mereka memutuskan untuk menerapkan beberapa strategi, seperti:

  • Sistem irigasi tetes: Untuk menghemat penggunaan air, mereka membangun sistem irigasi tetes yang lebih efisien.
  • Tanaman tahan kekeringan: Mereka melakukan penelitian untuk menemukan varietas tanaman yang tahan terhadap kekeringan.
  • Pembuatan biopori: Untuk memperbaiki struktur tanah dan meningkatkan kemampuan tanah dalam menyerap air.
  • Pengelolaan air hujan: Mereka membangun bak penampungan air hujan untuk digunakan pada saat kemarau.


Selain beradaptasi dengan perubahan iklim, Ahmad, Aisyah, dan Dani juga terus berinovasi. Mereka mengembangkan produk-produk olahan dari hasil pertanian organik, seperti selai buah, keripik sayur, dan teh herbal. Produk-produk ini mereka pasarkan melalui toko online dan pameran produk lokal.

Melihat potensi wisata yang besar, Ahmad, Aisyah, dan Dani juga mengembangkan wisata desa. Mereka membuat paket wisata yang menarik, seperti wisata petik buah, wisata edukasi pertanian, dan wisata kuliner. Wisatawan yang datang ke desa mereka tidak hanya bisa menikmati keindahan alam, tetapi juga belajar tentang pertanian organik dan budaya lokal.

Untuk memastikan keberlanjutan pertanian organik di desa, Ahmad, Aisyah, dan Dani mulai melibatkan generasi muda. Mereka mengadakan lomba inovasi pertanian, pelatihan kewirausahaan, dan beasiswa untuk anak-anak desa yang ingin melanjutkan studi di bidang pertanian.


Suatu hari, sebuah perusahaan multinasional menawarkan kerjasama untuk membangun pabrik pengolahan makanan organik di desa mereka. Tawaran ini sangat menggiurkan, namun Ahmad, Aisyah, dan Dani khawatir akan dampak negatifnya terhadap lingkungan dan masyarakat. Mereka harus membuat keputusan yang sulit.

Setelah berdiskusi panjang dengan warga desa, akhirnya mereka memutuskan untuk menolak tawaran perusahaan multinasional tersebut. Mereka lebih memilih untuk menjaga kemandirian desa dan mengembangkan pertanian organik secara berkelanjutan.

Bertahun-tahun kemudian, desa mereka telah berubah menjadi desa yang maju dan mandiri. Pertanian organik menjadi tulang punggung perekonomian desa. Generasi muda tumbuh menjadi petani yang kreatif dan inovatif. Ahmad, Aisyah, dan Dani merasa sangat bangga atas apa yang telah mereka capai. Mereka telah meninggalkan warisan yang berharga bagi generasi mendatang.

Episode 5: Generasi Penerus

Waktu terus berlalu, desa yang dulunya tertinggal kini menjadi pusat perhatian. Banyak pihak yang tertarik dengan keberhasilan mereka dalam mengembangkan pertanian organik dan membangun desa mandiri. Namun, Ahmad, Aisyah, dan Dani sadar bahwa mereka tidak bisa selamanya memimpin desa ini. Mereka perlu mempersiapkan generasi penerus yang akan melanjutkan perjuangan mereka.

Untuk itu, mereka mendirikan Sekolah Lapang Pertanian Organik. Sekolah ini terbuka untuk semua anak muda di desa. Di sini, mereka diajarkan berbagai teknik pertanian organik, mulai dari pengolahan tanah, pembuatan pupuk organik, hingga pemasaran produk. Selain itu, mereka juga diajarkan tentang pentingnya menjaga kelestarian lingkungan dan melestarikan budaya lokal.

Setiap tahun, mereka mengadakan lomba inovasi pertanian. Lomba ini bertujuan untuk merangsang kreativitas anak-anak muda dalam mengembangkan produk-produk baru dari hasil pertanian organik. Banyak ide-ide menarik muncul dari lomba ini, seperti pembuatan sabun dari minyak kelapa, kerajinan tangan dari bahan-bahan alami, dan minuman kesehatan dari tanaman herbal.

Bagi anak-anak muda yang berprestasi dan ingin melanjutkan studi di bidang pertanian, mereka menyediakan beasiswa. Mereka berharap dengan adanya beasiswa ini, akan semakin banyak anak muda yang tertarik untuk berkecimpung di bidang pertanian.

Anak-anak muda yang telah lulus dari Sekolah Lapang Pertanian Organik kemudian membentuk koperasi. Koperasi ini berfungsi sebagai wadah bagi mereka untuk memasarkan produk-produk pertanian organik mereka secara bersama-sama. Mereka juga saling membantu dalam mengatasi berbagai masalah yang timbul dalam usaha pertanian.

Setiap tahun, mereka mengadakan Festival Desa. Festival ini menjadi ajang untuk memperkenalkan produk-produk pertanian organik mereka kepada masyarakat luas. Selain itu, festival ini juga menjadi ajang untuk mempererat tali persaudaraan antar warga desa.

Suatu hari, sebuah perusahaan multinasional menawarkan kerjasama untuk membangun pabrik pengolahan makanan organik di desa mereka. Tawaran ini sangat menggiurkan, namun Ahmad, Aisyah, dan Dani khawatir akan dampak negatifnya terhadap lingkungan dan masyarakat. Mereka harus membuat keputusan yang sulit.

Setelah berdiskusi panjang dengan warga desa, akhirnya mereka memutuskan untuk menolak tawaran perusahaan multinasional tersebut. Mereka lebih memilih untuk menjaga kemandirian desa dan mengembangkan pertanian organik secara berkelanjutan.

Bertahun-tahun kemudian, desa mereka telah berubah menjadi desa yang maju dan mandiri. Pertanian organik menjadi tulang punggung perekonomian desa. Generasi muda tumbuh menjadi petani yang kreatif dan inovatif. Ahmad, Aisyah, dan Dani merasa sangat bangga atas apa yang telah mereka capai. Mereka telah meninggalkan warisan yang berharga bagi generasi mendatang.

Episode 6: Tantangan Globalisasi

foto: UGM

Desa yang dulunya terpencil kini semakin terbuka dengan dunia luar. Seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi, desa mereka juga tidak luput dari pengaruh globalisasi. Munculnya produk-produk impor yang murah dan mudah didapatkan menjadi tantangan baru bagi produk-produk organik lokal.

Produk-produk impor dengan kemasan yang menarik dan harga yang lebih murah mulai membanjiri pasar. Hal ini membuat penjualan produk organik lokal semakin menurun. Para petani mulai khawatir dan bertanya-tanya apakah mereka masih bisa bersaing.

Ahmad, Aisyah, dan Dani menyadari bahwa mereka harus melakukan sesuatu untuk menghadapi persaingan ini. Mereka memutuskan untuk memperkuat merek produk organik lokal. Mereka membuat logo yang menarik dan kemasan yang lebih modern. Selain itu, mereka juga meningkatkan kualitas produk mereka dengan terus melakukan inovasi.

Mereka juga menyadari pentingnya branding. Mereka aktif mempromosikan produk-produk organik lokal melalui media sosial, mengikuti berbagai pameran produk lokal, dan bekerja sama dengan influencer. Mereka ingin menunjukkan kepada masyarakat bahwa produk organik lokal tidak kalah kualitasnya dengan produk impor.

Selain itu, mereka juga membangun jaringan dengan petani organik dari desa-desa lain. Mereka membentuk sebuah asosiasi petani organik yang bertujuan untuk memperkuat posisi tawar mereka dalam menghadapi persaingan global.

Mereka juga melakukan edukasi kepada konsumen tentang pentingnya memilih produk organik. Mereka menjelaskan manfaat produk organik bagi kesehatan dan lingkungan. Mereka juga mengajak konsumen untuk mendukung produk lokal.

Untuk menarik lebih banyak wisatawan, mereka mengembangkan wisata agro yang lebih menarik. Mereka membuat berbagai kegiatan yang melibatkan wisatawan, seperti membuat kerajinan tangan dari bahan alami, memasak makanan tradisional, dan berkemah di tengah sawah.

Namun, tantangan tidak hanya datang dari luar. Perubahan iklim yang semakin ekstrem juga mengancam keberlangsungan pertanian organik. Mereka harus terus beradaptasi dan mencari solusi untuk mengatasi masalah ini.

Meskipun menghadapi berbagai tantangan, Ahmad, Aisyah, dan Dani tetap optimis. Mereka yakin bahwa dengan kerja keras dan semangat gotong royong, mereka dapat mengatasi semua masalah dan membangun desa yang lebih baik.

Episode 7: Go Internasional

Keberhasilan desa dalam mengembangkan pertanian organik dan produk turunannya menarik perhatian pasar internasional. Banyak perusahaan besar dari luar negeri yang tertarik untuk bekerja sama dan memasarkan produk-produk organik desa ke pasar global.

Ahmad, Aisyah, dan Dani sangat selektif dalam memilih mitra. Mereka mencari perusahaan yang memiliki visi yang sama dengan mereka, yaitu mempromosikan pertanian organik dan produk-produk yang berkelanjutan. Setelah melakukan seleksi yang ketat, mereka akhirnya memilih sebuah perusahaan multinasional yang memiliki reputasi baik di bidang makanan organik.

Untuk memenuhi standar ekspor, mereka melakukan berbagai persiapan. Mereka meningkatkan kapasitas produksi, memperbaiki kualitas produk, dan mendapatkan sertifikasi organik internasional. Mereka juga membangun pabrik pengolahan yang lebih modern untuk memenuhi permintaan pasar global.

Mereka mulai membangun merek produk organik desa mereka di pasar internasional. Mereka mengikuti berbagai pameran makanan internasional dan melakukan promosi melalui media sosial. Mereka juga bekerja sama dengan influencer internasional untuk memperkenalkan produk-produk mereka.

Meskipun menghadapi berbagai tantangan, seperti perbedaan budaya, regulasi yang berbeda, dan persaingan yang ketat, mereka tetap optimis. Mereka yakin bahwa produk organik dari desa mereka memiliki keunikan dan kualitas yang tidak dapat ditandingi oleh produk-produk lain.

Produk-produk organik desa mereka mulai dikenal di berbagai negara. Mereka berhasil menembus pasar Eropa, Amerika, dan Asia. Keberhasilan ini tidak hanya meningkatkan pendapatan petani, tetapi juga mengangkat nama baik Indonesia di kancah internasional.

Kisah sukses desa mereka menjadi inspirasi bagi desa-desa lain di Indonesia. Banyak desa yang mengikuti jejak mereka dan mengembangkan pertanian organik. Pemerintah pun memberikan dukungan penuh terhadap pengembangan pertanian organik di Indonesia.

Ahmad, Aisyah, dan Dani merasa sangat bangga atas apa yang telah mereka capai. Mereka telah membuktikan bahwa dengan semangat gotong royong, kerja keras, dan inovasi, desa yang tertinggal bisa menjadi pusat produksi makanan organik berkualitas dunia.

Akhir

Kisah Ahmad, Aisyah, dan Dani adalah sebuah bukti bahwa dengan komitmen dan kerja keras, kita dapat mengubah dunia. Mereka telah menginspirasi banyak orang untuk hidup lebih sehat dan berkelanjutan.

Pesan moral dari cerita ini:

  • Pentingnya berpikir global dan bertindak lokal
  • Kekuatan kerjasama dan kolaborasi
  • Pentingnya inovasi dan adaptasi
  • Keberlanjutan adalah kunci masa depan