Menurut Denys lombard dalam Le carrefour Javanais. Sejak zaman dinasti shang (masa seribu tahun ke-2 sebelum masehi), daerah Sungai Kuning Tengah, tempat asal kebudayaan cina, sudah menjalin hubungan
dengan lautan: dalam sebuah penggalian ditemukan kulit kura-kura laut dan kerangka kauri.
Berdasarkan kronik dan berbagai cerita dalam dinasti Han, pada masa pemerintahan kaisar Wang Ming( tahun 1 sampai 6 sebelum masehi), ternyata Tiongkok sudah mengenal nusantara yang disebut dengan nama Huang tse. Penduduk Nusantara sama dengan penduduk Hainan yang hidup dari perdagangan permata dan perompakan.
Penting dicatat, bahwa pada akhir abad ke-3 masehi, orang Kun Lun yang menjadi anak buah FA Hsien selama pelayaran dengan kapal besar, yang menurut catatan seorang pegawai daerah Nanking bernama Wan zhen, menaikkan kapal kapal besar yang panjangnya 200 kaki (65 meter), tingginya 20 sampai 30 kaki (7 sampai 10 m) dan mampu dimuati 600 sampai 700 orang ditambah muatan seberat 10000 hou. Kapal itu disebut PO. kata yang bukan Cina dan mirip dengan kata Jawa Prau atau kata pelayu Perahu.
Namun, catatan tentang "lautan Selatan" baru muncul, jauh setelah dunia China mengenal dunia tulis, terutama akibat pengaruh ajaran Konghucu yang menilai rendah pekerjaan dagang di laut, yang berakibat pada lambannya orientasi China ke laut selatan.
Setelah ke kaisaran pertama runtuh, dan kerajaan-kerajaan di selatan bermunculan pada abad ke-3 masehi, catatan-catatan pertama teks-teks Cina tentang Indochina, seperti funan dan Lin Yi mulai muncul, dan nama Jawa mulai disebut pada abad ke-5 masehi. Penguasa Cina menyebut penduduk yang tinggal di laut selatan dengan istilah "bangsa-bangsa Kun Lun" yang bermakna penduduk maritim di Asia Tenggara, yang menguasai teknik-teknik kemaritiman tinggi.
Catatan Wan Zhen ini, menunjukkan bukti bahwa teknologi kelautan penduduk maritim di laut selatan sudah maju pada abad ke 3 Masehi dan tidak terpengaruh teknologi kelautan China. Sebab, pada massa yang sama, jungjung Cina terbesar, panjangnya tidak sampai 100 kaki (30 m) dan tingginya kurang dari 10 sampai 20 kaki (3 sampai 7 m). Menurut JV Mills dalam Malaya in the Wu pei chits, berdasarkan temuan, kapal Tiongkok abad 15 yang tenggelam di pantai Philipina ukuran panjangnya hanya 100 kaki atau lebar 40 kaki.
Catatan Wan Zhen diperkuat FA Hsein yang menuturkan bahwa setelah tinggal duabelas tahun lebih di India, ia berlayar dari Srilanka dengan sebuah kapal besar yang berpenumpang sekitar 200 orang. Di tengah perjalanan, kapal FaHsien diserang badai besar, tetapi berhasil mendarat di Ye-po-ti yaitu yawadi (pa), nama pulau Jawa dalam transkripsi Sansekerta.
FA Hsien tinggal di Jawa sekitar 5 bulan menunggu selesainya pembuatan sebuah kapal besar, yang sama dengan kapal besar yang rusak akibat badai untuk kembali ke negeri Cina, catatan FA Hsien itu menunjuk pada bukti bahwa, di Jawa pada abad ke-5 sudah dikenal teknik pembuatan kapal-kapal besar yang penyelesaiannya Butuh waktu sekitar 5 bulan.
Selain teknik teknik menanam padi, menempa perunggu, dan besi, menenun pakaian, serta perdagangan. Pengaruh Cina ke wilayah Nusantara tidak cukup kuat, terutama yang berkaitan dengan agama dan tatanan sosial, serta nilai-nilai kemasyarakatan. Justru, melalui jalur perhubungan laut yang melalui ke Nusantara, ajaran buddhisme masuk ke Cina di bawah pemerintahan Dinasti Dinasti Selatan.
Itu menunjukkan bahwa sebelum sampai ke Cina, buddhisme telah berkembang lebih dulu di sejumlah daerah di Nusantara. Belum ada satupun bukti arkeologi dan sejarah bahwa taoisme dan konfusianisme pernah berkembang sebagai agama yang pernah dianut oleh penduduk Nusantara. Menurut Lewis ke-18 dalam Wen China Rules The sea, pada abad 7 masehi, Canton menjadi pelabuhan penting yang dikunjungi kapal-kapal dari berbagai negara, terutama dari selatan sekitar 200.000 orang Persia, Arab, India, Melayu, dan lain-lain tinggal di Canton sebagai pedagang, pekerja kerajinan, dan pandai besi.
Pengaruh China di Nusantara justru berkaitan dengan agama Islam yang masuk ke Cina dan dianut penduduk Cina pada pertengahan abad ke-7 masehi. Menurut Harry W Hazard dalam atlas of Islamic history, kontak perdagangan antara arab dan Canton sudah terjadi sekitar tahun 600 masehi, melalui Selat Malaka.
Mereka menetap dan menikah dengan perempuan perempuan Cina. Di antara orang-orang Islam tersebut berhasil menduduki jabatan penting dalam pemerintahan Mongol tersebut, seperti Abdurrahman yang pada tahun 1244 masehi menjadi Menteri Keuangan, Umar Syamsudin alias Sayid Ajjal, Bukhara yang oleh Kubilai Khan dipercaya mengurusi masalah keuangan sekaligus merangkap jabatan Gubernur di Yunnan (campa). Sayyid Ajjal dan keturunannya, memainkan peranan penting dalam dakwah Islam di Tiongkok.
Namun, Islam baru dianut oleh penduduk Cina pada pertengahan abad ke-8, yaitu Saat putra mahkota putra kaisar hswan Sung pada 756 masehi meminta bantuan kepada Khalifah Al Mansur dari Abbasiyah untuk mengatasi pemberontakan yang menggulingkan Tahta Kaisar dan telah menguasai kota Si-nga-fu dan Ho-nan-fu.
Dengan bantuan pasukan Arab Su-Tsung berhasil merebut kedua kota utama dan menghancurkan kekuatan para pemberontak. Setelah perang berakhir, pasukan Arab dipisahkan tidak kembali ke negerinya melainkan menetap di Cina meski sempat terlibat konflik dengan Gubernur canton yang memaksa mereka beralih agama.
Kaisar akhirnya membolehkan mereka untuk tinggal Cina. Dan bahkan memberi Anugerah tanah dan rumah di berbagai kota tempat mereka menetap dan menikahi perempuan perempuan setempat. Bahkan selama masa pemerintahan Dinasti Tang, sekitar tahun 713 sampai 742 masehi sudah dicatat kehadiran orang-orang Arab yang membawa kitab suci untuk hadiah kepada kaisar Tang. Sejak masa itu ajaran agama dari negeri asing itu bercampur dengan ajaran agama pribumi Cina.
Mas'udi mencatat bahwa pada pertengahan abad 9, Canton sudah menjadi kota yang dihuni masyarakat muslim yang sebagainya adalah saudagar-saudagar dari Basrah Siraf, Oman, dan kota-kota Pelabuhan India. Namun akibat Serangan pemberontakan Huang Chao pada 879 M, tidak kurang dari 200.000 orang Islam,Yahudi, Majusi, Kristen tewas oleh senjata atau tenggelam dalam air ketika lari dikejar-kejar para pemberontak.Meski hancur, masyarakat Islam Canton tidak punah sama sekali. perlahan-lahan masyarakat pedagang muslim bangkit lagi dan belakangan bahkan menyebar di provinsi Yangchouw dan Chanchouw.
Pada saat dinasti Yuan menaklukkan Tiongkok pada awal abad ke-13, terjadi migrasi besar-besaran orang-orang beragama Islam berkebangsaan Arab, Persia, Turki, dan lain-lain. Sebagian migran itu datang sebagai pedagang, seniman, tentara, Kolonis, dan ada pula yang dibawa sebagai tawanan.
Marcopolo yang tinggal di Tiongkok antara 1275 sampai 1292 Masehi, menuturkan bahwa di berbagai daerah di Yunnan yang pernah dipimpin Said ajjal terdapat warga muslim. Bahkan, pada awal abad ke-14 seluruh penduduk talifu, ibukota Yunnan telah memeluk Islam.
Pengaruh Islam dari Cina yang tidak boleh dilewatkan adalah yang berhubungan dengan kunjungan Laksamana Cheng Ho yang dimulai tahun 1405 masehi, yang sebelum ke Jawa singgah terlebih dulu ke Samudra Pasai menemui Sultan Zainal Abidin Syah dalam rangka membuka hubungan politik dan Perdagangan.
Tahun 1405 masehi itu, sewaktu di Jawa, Laksamana Cheng Ho menemukan komunitas masyarakat muslim Tionghoa di Tuban, Gresik, dan Surabaya. dengan rincian masing-masing berjumlah 1000 keluarga. Pada tahun 1407 M. Laksamana Cheng Ho singgah di Palembang menumpas para perompak Hokkian dan membentuk masyarakat muslim Tionghoa. Pada tahun yang sama, masyarakat muslim Tionghoa juga dibentuk di Sambas.
Pengaruh muslim Tionghoa dalam penyebaran Islam, setidaknya terlihat pada bukti-bukti arkeologi. Pada masjid masjid kuno yang dibangun pada perempat akhir abad ke-15 seperti Masjid Agung Demak, Masjid Agung Kasepuhan Cirebon, Masjid Agung Kudus, dindingnya banyak ditempeli piring porselen dari Dinasti Ming. Keberadaan muslim Tionghoa dalam kaitan dengan perkembangan dakwah Islam, telah dicatat di dalam babad ing gresik yang menuturkan bahwa waktu dalem (Sunan Giri 2) diserang bala tentara dari sungguruh, yang diperintahkan Sunan dalem untuk Menghadang pasukan sengguruh di Lamongan adalah prajurit patangpuluhan Tionghoa bersenjata api pimpinan Panji Laras dan Panji liris.
Meski kalah dan kemudian mundur, pasukan muslim Tionghoa Gresik tetap mengawal Sunan Dalem saat mengungsi ke Gumeno. Pasukan muslim Tionghoa Gresik itu, dicatat pula kepahlawanannya sewaktu membela Panembahan Agung (cucu buyut Sunan Giri) dari serangan pasukan Mataram yang dipimpin Adipati Pekik dan permaisurinya, Ratu Pandansari. pada saat pasukan muslim Tionghoa kalah karena jumlahnya tidak seimbang, pimpinannya yang bernama Indrasena, ditangkap dan dipenggal oleh pasukan Mataram.
Dengan bantuan pasukan Arab Su-Tsung berhasil merebut kedua kota utama dan menghancurkan kekuatan para pemberontak. Setelah perang berakhir, pasukan Arab dipisahkan tidak kembali ke negerinya melainkan menetap di Cina meski sempat terlibat konflik dengan Gubernur canton yang memaksa mereka beralih agama.
Kaisar akhirnya membolehkan mereka untuk tinggal Cina. Dan bahkan memberi Anugerah tanah dan rumah di berbagai kota tempat mereka menetap dan menikahi perempuan perempuan setempat. Bahkan selama masa pemerintahan Dinasti Tang, sekitar tahun 713 sampai 742 masehi sudah dicatat kehadiran orang-orang Arab yang membawa kitab suci untuk hadiah kepada kaisar Tang. Sejak masa itu ajaran agama dari negeri asing itu bercampur dengan ajaran agama pribumi Cina.
Mas'udi mencatat bahwa pada pertengahan abad 9, Canton sudah menjadi kota yang dihuni masyarakat muslim yang sebagainya adalah saudagar-saudagar dari Basrah Siraf, Oman, dan kota-kota Pelabuhan India. Namun akibat Serangan pemberontakan Huang Chao pada 879 M, tidak kurang dari 200.000 orang Islam,Yahudi, Majusi, Kristen tewas oleh senjata atau tenggelam dalam air ketika lari dikejar-kejar para pemberontak.Meski hancur, masyarakat Islam Canton tidak punah sama sekali. perlahan-lahan masyarakat pedagang muslim bangkit lagi dan belakangan bahkan menyebar di provinsi Yangchouw dan Chanchouw.
Pada saat dinasti Yuan menaklukkan Tiongkok pada awal abad ke-13, terjadi migrasi besar-besaran orang-orang beragama Islam berkebangsaan Arab, Persia, Turki, dan lain-lain. Sebagian migran itu datang sebagai pedagang, seniman, tentara, Kolonis, dan ada pula yang dibawa sebagai tawanan.
Marcopolo yang tinggal di Tiongkok antara 1275 sampai 1292 Masehi, menuturkan bahwa di berbagai daerah di Yunnan yang pernah dipimpin Said ajjal terdapat warga muslim. Bahkan, pada awal abad ke-14 seluruh penduduk talifu, ibukota Yunnan telah memeluk Islam.
Pengaruh Islam dari Cina yang tidak boleh dilewatkan adalah yang berhubungan dengan kunjungan Laksamana Cheng Ho yang dimulai tahun 1405 masehi, yang sebelum ke Jawa singgah terlebih dulu ke Samudra Pasai menemui Sultan Zainal Abidin Syah dalam rangka membuka hubungan politik dan Perdagangan.
Tahun 1405 masehi itu, sewaktu di Jawa, Laksamana Cheng Ho menemukan komunitas masyarakat muslim Tionghoa di Tuban, Gresik, dan Surabaya. dengan rincian masing-masing berjumlah 1000 keluarga. Pada tahun 1407 M. Laksamana Cheng Ho singgah di Palembang menumpas para perompak Hokkian dan membentuk masyarakat muslim Tionghoa. Pada tahun yang sama, masyarakat muslim Tionghoa juga dibentuk di Sambas.
Pengaruh muslim Tionghoa dalam penyebaran Islam, setidaknya terlihat pada bukti-bukti arkeologi. Pada masjid masjid kuno yang dibangun pada perempat akhir abad ke-15 seperti Masjid Agung Demak, Masjid Agung Kasepuhan Cirebon, Masjid Agung Kudus, dindingnya banyak ditempeli piring porselen dari Dinasti Ming. Keberadaan muslim Tionghoa dalam kaitan dengan perkembangan dakwah Islam, telah dicatat di dalam babad ing gresik yang menuturkan bahwa waktu dalem (Sunan Giri 2) diserang bala tentara dari sungguruh, yang diperintahkan Sunan dalem untuk Menghadang pasukan sengguruh di Lamongan adalah prajurit patangpuluhan Tionghoa bersenjata api pimpinan Panji Laras dan Panji liris.
Meski kalah dan kemudian mundur, pasukan muslim Tionghoa Gresik tetap mengawal Sunan Dalem saat mengungsi ke Gumeno. Pasukan muslim Tionghoa Gresik itu, dicatat pula kepahlawanannya sewaktu membela Panembahan Agung (cucu buyut Sunan Giri) dari serangan pasukan Mataram yang dipimpin Adipati Pekik dan permaisurinya, Ratu Pandansari. pada saat pasukan muslim Tionghoa kalah karena jumlahnya tidak seimbang, pimpinannya yang bernama Indrasena, ditangkap dan dipenggal oleh pasukan Mataram.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar