Jepang, dengan perasaan gembira.
Kedatangan Jepang kenegeri Nusantara, dianggap sebagai pembebas mereka, dari
penjajahan Belanda. Serdadu-serdadu Jepang itu, menimbulkan rasa kagum penduduk,
ketika mereka menaklukan kota, tanpa mendapat perlawanan dari pasukan Belanda. Mobil-mobil truk perang diiringi pasukan Jepang, berkendaraan sepeda, dan bendera
merah putih dikibarkan, terkadang berdampingan dengan bendera hinomaru di
berbagai tempat.
Kata" banzai " terucap berulang-ulang dan keras dari mulut-mulut penduduk yang terbius, yang berarti "Selamat datang". Sementara Serdadu Jepang mendapat sambutan meriah, orang-orang Belanda yang muncul di jalan-jalan mendapat hadiah berupa ejekan dan caci maki. Dalam situasi seperti itu rasa kemanusiaan pudar, seperti yang dialami oleh Johar Nur di Jakarta, ketika ia menyaksikan seorang wanita Belanda yang ketakutan mencium anaknya sambil menangis, bahkan penduduk sebuah kampung dekat jembatan Wonokromo di Surabaya tanpa rasa bersalah membunuh seorang polisi Belanda dengan pisau.
.Kata" banzai " terucap berulang-ulang dan keras dari mulut-mulut penduduk yang terbius, yang berarti "Selamat datang". Sementara Serdadu Jepang mendapat sambutan meriah, orang-orang Belanda yang muncul di jalan-jalan mendapat hadiah berupa ejekan dan caci maki. Dalam situasi seperti itu rasa kemanusiaan pudar, seperti yang dialami oleh Johar Nur di Jakarta, ketika ia menyaksikan seorang wanita Belanda yang ketakutan mencium anaknya sambil menangis, bahkan penduduk sebuah kampung dekat jembatan Wonokromo di Surabaya tanpa rasa bersalah membunuh seorang polisi Belanda dengan pisau.
Faktor utama yang menimbulkan simpati
rakyat terhadap Jepang, tentu saja kebencian mereka terhadap Belanda, baik
akibat penderitaan yang langsung mereka rasakan ,maupun akibat perasaan
kebangsaan. Di samping itu terdapat pula faktor-faktor lain, seperti kepercayaan
akan kebenaran ramalan Joyoboyo, propaganda Jepang melalui siaran radio, dan daya
tarik barang-barang made in Jepang yang murah harganya, sehingga terjangkau oleh
daya beli masyarakat.
Selain itu pergaulan masyarakat Indonesia,walaupun agak terbatas dengan orang jepang yang sudah bermukim di Indonesia sebelum terjadinya perang.
Selain itu pergaulan masyarakat Indonesia,walaupun agak terbatas dengan orang jepang yang sudah bermukim di Indonesia sebelum terjadinya perang.
Ramalan Joyoboyo, yang umumnya
diyakini oleh penduduk Jawa, menyebutkan bahwa, suatu ketika Jawa akan diperintah
oleh orang-orang berkulit kuning, mereka datang dari Nusa tembini. Pemerintahan
orang-orang berkulit kuning ini, hanya berumur setahun jagung. Sesudah itu,
mereka akan kembali ke Nusa Tembini dan Jawa akan diperintah oleh bangsa sendiri.Dalam pandangan rakyat, yang berkulit kuning itu,tidak lain adalah Jepang. Ramalan
Joyoboyo ini juga hidup di kalangan para pejuang, sebagian terkait nasionalis. Misalnya Moh
Husni Thamrin, yang mungkin mempercayai sepenuhnya, atau hanya menggunakannya
sebagai gerakan politik. Sehingga membawa ramalan ini dalam sidang volksraad.
dikatakannya sesuai dengan ramalan itu, sesudah kekuasaan Belanda berakhir,
Indonesia akan mengalami masa Makmur. Ia juga memperkenalkan istilah yang
merupakan singkatan dari istilah Jepang , yang nantinya akan ditakutkan anti Netherland.
Sebaliknya Muhammad Hatta, menyebut ramalan itu sebagai cerita usang, dan kepercayaan bodoh yang perlu di basmi. Agaknya Jepang juga memanfaatkan ramalan itu, dalam propaganda mereka sebelum perang, akan tetapi setelah mereka berkuasa ramalan itu khususnya mengenai pemerintahan seumur jagung terjadi bagi mereka.
Sebaliknya Muhammad Hatta, menyebut ramalan itu sebagai cerita usang, dan kepercayaan bodoh yang perlu di basmi. Agaknya Jepang juga memanfaatkan ramalan itu, dalam propaganda mereka sebelum perang, akan tetapi setelah mereka berkuasa ramalan itu khususnya mengenai pemerintahan seumur jagung terjadi bagi mereka.
Tidak mengherankan, apabila kemudian
kempetai menanyai pendapat ahli ilmu jiwa Slamet Imam Santoso, mengenai ramalan
itu. Sebagai seorang ilmuwan, Slamet mengatakan, bahwa kebenaran sesuatu itu, dapat
diverifikasikan sesudah sesuatu itu terjadi, Bukan sebelumnya. Untuk membesarkan
hati Jepang ia mengganti istilah jagung dengan raja Agung (kerajaan besar) dengan
demikian, Apa yang disebut seumur jagung itu diartikan masa selama kerajaan
besar itu ada, akan tetapi ketika ada pertanyaan : " berapa Lama kekuasaan Jepang akan berlangsung"? Hal itu, tidak dapat dijawab
oleh slamet.
Pada tahun 1898 pemerintah Hindia
Belanda menyamakan status orang-orang Jepang yang mukim di Indonesia, dengan
status orang kulit putih, istilah Belanda gelestigestel.
Berbeda dengan status orang-orang
Cina sebagai orang timur asing. Jumlah mereka pada waktu itu masih sedikit, yakni
166 pria dan 448 wanita . Sebagian besar wanita ini, berprofesi sebagai pelacur.
Semakin lama, populasi mereka semakin bertambah. Profesi mereka pun, bervariasi. Dari tukang cukur, dan tukang potret, hingga menjadi pemilik Bank, dan pengusaha perkebunan.
Di Surabaya misalnya, pada 1940 terdapat 1400 orang Jepang, mereka memiliki 14 perusahan, dan 15 toko penjual barang-barang impor, 14 toko kelontong, 4 hotel dan Rumah Makan, serta sejumlah tempat usaha lainnya.
Di Semarang tercatat terdapat 16 perusahaan Jepang, sekitar tahun 1937 terdapat 790 nelayan Jepang dengan 100 perahu penangkap ikan dan 50 diantaranya adalah perahu motor. Akan tetapi disamping profesi resmi itu sebagian orang Jepang, rupanya melakukan kegiatan sebagai mata-mata. Antara lain dilakukan oleh para tukang potret yang bebas bepergian ke daerah-daerah pedalaman.
Kegiatan nelayan juga sering menjengkelkan pemerintah Belanda, karena banyaknya pelanggaran yang mereka lakukan. Hal ini diperkirakan, mereka dikoordinasikan oleh angkatan laut Jepang.
2 orang anggota Legacy kobayashi dalam perundingan dagang dengan pemerintah Belanda pada tahun 1940, ditinggalkan di Indonesia. Mereka adalah Niha dan Kapten Marzuki. Mereka ditempatkan di cabang Kantor Berita domei di Jakarta, sedangkan Zaki ditempatkan di konsulat Jepang di Surabaya. Mereka dibiayai oleh seluruh perusahaan dagang pemerintah Jepang, yang khusus didirikan untuk membiayai operasi intelijen.
Semakin lama, populasi mereka semakin bertambah. Profesi mereka pun, bervariasi. Dari tukang cukur, dan tukang potret, hingga menjadi pemilik Bank, dan pengusaha perkebunan.
Di Surabaya misalnya, pada 1940 terdapat 1400 orang Jepang, mereka memiliki 14 perusahan, dan 15 toko penjual barang-barang impor, 14 toko kelontong, 4 hotel dan Rumah Makan, serta sejumlah tempat usaha lainnya.
Di Semarang tercatat terdapat 16 perusahaan Jepang, sekitar tahun 1937 terdapat 790 nelayan Jepang dengan 100 perahu penangkap ikan dan 50 diantaranya adalah perahu motor. Akan tetapi disamping profesi resmi itu sebagian orang Jepang, rupanya melakukan kegiatan sebagai mata-mata. Antara lain dilakukan oleh para tukang potret yang bebas bepergian ke daerah-daerah pedalaman.
Kegiatan nelayan juga sering menjengkelkan pemerintah Belanda, karena banyaknya pelanggaran yang mereka lakukan. Hal ini diperkirakan, mereka dikoordinasikan oleh angkatan laut Jepang.
2 orang anggota Legacy kobayashi dalam perundingan dagang dengan pemerintah Belanda pada tahun 1940, ditinggalkan di Indonesia. Mereka adalah Niha dan Kapten Marzuki. Mereka ditempatkan di cabang Kantor Berita domei di Jakarta, sedangkan Zaki ditempatkan di konsulat Jepang di Surabaya. Mereka dibiayai oleh seluruh perusahaan dagang pemerintah Jepang, yang khusus didirikan untuk membiayai operasi intelijen.
Sudah tentu, Dalam melakukan kegiatannya,
orang-orang Jepang ini, berhubungan dengan masyarakat Indonesia. Mereka pun
berusaha menimbulkan Simpati pihak Indonesia, bahwa mereka adalah orang-orang
baik.
contohnya Gatot mangkupraja bersahabat baik dengan Tadashi seorang pengusaha di Cianjur. yang toko nya bersebelahan dengan toko kadHo di Jakarta.
Douwes Dekker mempunyai hubungan yang teratur dengan sebuah kantor dagang Jepang dan melalui Husni Thamrin berhubungan dengan orang-orang di konsulat Jepang.
contohnya Gatot mangkupraja bersahabat baik dengan Tadashi seorang pengusaha di Cianjur. yang toko nya bersebelahan dengan toko kadHo di Jakarta.
Douwes Dekker mempunyai hubungan yang teratur dengan sebuah kantor dagang Jepang dan melalui Husni Thamrin berhubungan dengan orang-orang di konsulat Jepang.
Di kalangan kaum pergerakan, terdapat
perbedaan pandangan terhadap Jepang. Tokoh-tokoh gerakan rakyat Indonesia, (gerindo)
memperlihatkan sikap anti Jepang. Tokoh Gerindo Amir Syarifudin, bahkan menerima
uang Rp.25.000 dari pemerintah Belanda, untuk melakukan gerakan bawah tanah
terhadap Jepang.
Sebaliknya Partai Indonesia Raya perindra ingin memanfaatkan Jepang untuk menghadapi Belanda, sikap anti Jepang juga tampak dari imbauan dari Cipto Mangunkusumo kepada rakyat Indonesia setelah Jepang menyerang Pearl Harbour.
Sebaliknya Partai Indonesia Raya perindra ingin memanfaatkan Jepang untuk menghadapi Belanda, sikap anti Jepang juga tampak dari imbauan dari Cipto Mangunkusumo kepada rakyat Indonesia setelah Jepang menyerang Pearl Harbour.
"Negeri kita sungguh-sungguh berada
dalam perang ini berarti kita harus membela Hari depan anak-anak dan cucu cucu
kita, yang telah dididik ALA Barat jadi sulit mengubahnya untuk dididik secara
Jepang."
Agaknya imbauan itu disampaikan Cipto, sesudah Gubernur Jenderal Chandra
Van Gogh menggumumkan perang terhadap Jepang. Ia juga menghimbau rakyat agar
membantu pemerintah Belanda. dikatakannya, pasti tempat kita dibelakang Gubernur
Jenderal. kewajiban bersama dari putih kuning sawo matang adalah jangan
mengganggu orang-orang yang bertanggung jawab, sehingga mereka dapat menempatkan
perhatian penuh kepada soal-soal yang dihadapi.
Akan tetapi Cipto tidak bermaksud
memberikan dukungan cuma-cuma kepada pihak Belanda, dikatakannya rekeningnya
akan kami Bagi. Kemudian tokoh lain, yang juga memperlihatkan sikap antipati
terhadap Jepang adalah Agus Salim dan Muhammad Hatta. Melalui radio nirom Agus
Salim memperingatkan rakyat agar waspada terhadap bahaya Asia Timur Raya buatan
Jepang.
M.Hatta yang masih dalam pengasingan di Banda Nafira, menulis sebuah artikel yang dimuat dalam surat kabar pemandangan tanggal 22 dan 23 Desember 1941, dikatakannya : Bahwa perang yang sedang berlangsung adalah perang antara fasisme dan demokrasi, dalam perang ini tempat bangsa Indonesia adalah di pihak demokrasi .
Akan tetapi Hatta mengatakan memang demokrasi barat tidak akan membawa cita-cita Indonesia tercapai, tetapi apakah Jepang akan memberikannya? Hatta menjawab sendiri pertanyaannya, jika Jepang dan kawan-kawannya memang ingin menjadikan dunia akan diperbudak nya.
Pada fasisme tidak dapat dikemukakan cita-cita untuk menentukan nasib sendiri, niat kita dalam perang sekarang ini tidak lain, membuat fasisme hancur lebur sama sekali. sebab, Jepang yang imperialistis adalah ancaman yang sehebat-hebatnya bagi Indonesia. Sebenarnya agak sulit, untuk mengukur kadar kesadaran penduduk. mungkin sebagian penduduk menyambut Jepang dengan kesadaran tinggi. Bahwa Jepang bukan hanya akan membebaskan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda ,melainkan juga akan memberikan kemerdekaan.
Akan tetapi, sebagian dari penduduk, mungkin Hanya ikut-ikutan saja, karena ada keramaian. Hal ini berbeda dengan sikap beberapa tokoh nasionalis, orang-orang yang sudah mempunyai pandangan dan sikap politik yang matang. Ahmad Subarjo a.a. Maramis dan Tajuddin Nur, serta seorang tokoh mahasiswa Khairul Saleh pada tanggal 5 Maret 1942 sengaja pergi ke tangeran menyambut pasukan Jepang yang datang dari Banten, menuju Jakarta, dalam rangka penyambutan.
Gatot mangkupraja
bersama beberapa tokoh masyarakat di Cianjur membentuk kesatuan kecil, mereka
membagi-bagikan bendera Jepang berukuran kecil kepada penduduk dan mengajari
penduduk mengucapkan kata "Banzai" di Medan penyambutan antara lain dikoordinasi
oleh pemuka agama Islam. Ribuan orang berkumpul di depan masjid agung, menanti
kedatangan Jepang sambil meneriakkan "Banzai "Banzai".
Berbeda dengan kesatuan kecil di
Cianjur, Insinyur Soekarno dengan bantuan beberapa pemuka masyarakat Padang,
membentuk Komite rakyat. Tujuan komite ini, tidak untuk menyambut kedatangan
Jepang, tetapi untuk menjaga ketertiban masyarakat .Berhubung dengan perubahan
situasi, cabang-cabang komite ini didirikan di beberapa kota di Sumatera Barat,
khusus untuk kota Padang dibentuk bagian yang disebut badan keamanan rakyat , di
bawah pimpinan Ismail lengah, seorang bekas guru hambat school (sekolah tukang)
yang pada masa akhir pemerintahan Belanda, ikut menjadi anggota standbOat. Tugas
Badan ini ialah, mencegah dan memberantas penjarahan toko-toko terutama
toko-toko Cina, dan rumah-rumah orang Belanda yang dilakukan oleh beberapa
kelompok preman.
Sementara itu di Kuta Raja Aceh Teuku Nyak, Teuku Nyak Arif dan
kawan-kawannya aktif membentuk panitia pemeliharaan ketertiban umum, yang
cabangnya didirikan di beberapa tempat di Aceh. Sebagian besar anggota
kepengurusan panitia dipegang oleh anggota yang akan diuraikan selanjutnya. Berbeda dengan komite rakyat di Sumatera Barat, panitia ini lebih dimaksudkan
untuk melindungi orang Indonesia Non Aceh bekas PEGAWAI pemerintah Belanda dari
kemungkinan tindakan tidak bersahabat dari orang-orang Aceh.
Selama Maret dan
April 1942 Jepang membiarkan KEBERADAAN panitia ini, sebagai pemerintahan sementara. Setelah Jepang berhasil mengkonsolidasikan kekuasaannya, panitia yg BENTUK oleh
rakyat di Sumatera Barat ini, dibubarkan tidak lama setelah Soekarno dipulangkan ke
Jawa pada Mei 1942.
Ketika penguasa yang lama tidak
berdaya lagi,sedangkan penguasa yang baru belum selesai mengadakan konsolidasi,
situasi Chaos terjadi hampir di setiap kota, sebagian penduduk mungkin dilandasi
oleh perasaan balas dendam atau sengaja mencari keuntungan untuk diri sendiri
menjarahi toko-toko milik Cina dan rumah-rumah Belanda yang sudah ditinggalkan.
Di beberapa tempat bahkan orang-orang Jepang sendiri turut dalam penjarahan itu,
atau sekurang-kurangnya membiarkan penduduk melakukannya. Di Jogjakarta misalnya,
pada mulanya Serdadu Jepang membiarkan untuk melakukan penjarahan , tetapi beberapa
hari kemudian, Jepang memaksa untuk mengumpulkan hasil nya dan orang-orang itu
mereka ambil.
BERSAMBUNG
BERSAMBUNG
Tidak ada komentar:
Posting Komentar