Oleh PROFESOR DAVID BENJAMIN KELDANI B.D.
(Wafat 1940) Dahulu Uskup Uramiah, 
Kaldea.
Alih 
Bahasa Oleh: H.W. Pienandoro SH 
Melalui tulisan ini 
dan tulisan berikutnya saya akan berusaha untuk menunjukkan bahwa doktrin Islam 
tentang Ketuhanan dan Utusan Agung Allah adalah sepenuhnya benar 
dan sesuai 
dengan ajaran di dalam Injil.
Tulisan pertama ini 
akan saya khususkan untuk membicarakan butir pertama, dan dalam tulisan lainnya 
akan saya coba untuk menunjukkan bahwa Nabi Muhammad saw adalah obyek dari 
Perjanjian Lama dan pada diri Muhammad saw, dan hanya beliau seorang diri saja, 
sesungguhnya dan secara harfiah telah terpenuhi semua ramalan di dalam 
Perjanjian Lama.
Saya ingin 
menjelaskan bahwa pandangan yang saya uraikan dalam tulisan ini serta tulisan 
berikutnya adalah sangat pribadi, dan bahwa saya sendirilah yang bertanggung 
jawab atas penelitian pribadi dan yang tidak saya contek dari pihak lain 
terhadap naskah suci Yahudi yang saya lakukan. Namun saya tidak bersikap 
otoritatif dalam menguraikan dengan rinci ajaran Islam yang memiliki arti 
penyerahan diri kepada Allah.
Saya tidak mempunyai 
sedikitpun maksud ataupun keinginan untuk melukai rasa keagamaan dari 
teman-teman yang beragama Kristen. Saya mencintai Kristus, Musa dan Ibrahim, 
sebagaimana saya mencintai Nabi Muhammad saw dan semua nabi suci lainnya dari 
Tuhan.
Tulisan saya ini 
tidak dimaksudkan untuk menimbulkan pertentangan yang pahit dengan gereja dan 
karenanya tak berguna, tetapi hanya mengundang mereka kepada penyelidikan yang 
menyenangkan dan bersahabat atas masalah yang penting ini dengan semangat cinta 
dan tidak berpihak. Jika ummat Kristen berhenti dari usahanya yang sia-sia untuk 
mendefinisikan Zat Yang Maha Adi (Supreme Being), dan mengakui Keesaan Tuhan 
yang mutlak, maka persatuan antara mereka dengan ummat Muslim bukan saja mungkin 
tetapi sangat mungkin. Karena sekali Keesaan Tuhan diterima dan diakui, maka 
butir-butir perbedaan lainnya antara dua agama ini dapat dengan lebih mudah 
diselesaikan.
ALLAH DAN 
ATRIBUTNYA
Ada dua hal mendasar 
antara agama Islam dan Kristen yang, demi untuk kebenaran dan perdamaian dunia, 
pantas untuk diteliti dengan sangat serius dan mendalam. Karena dua agama ini 
mengklaim berasal dari satu sumber yang sama, sepantasnyalah bahwa tidak ada 
kontroversi penting antara keduanya boleh dibiarkan begitu saja. Kedua agama 
besar ini yakin akan adanya Ketuhanan dan akan adanya Perjanjian yang telah 
dibuat antara Tuhan dan Nabi Ibrahim. Atas dua hal yang pokok ini haruslah 
dicapai satu kesepakatan yang hati-hati sekali dan bersifat final antara 
penganut yang cerdas dari kedua agama tersebut. Apakah kita mahluk bodoh yang 
malang ini mempercayai dan memuja satu Tuhan, atau akankah kita mempercayai dan 
ketakutan terhadap kemajemukan Tuhan? Yang mana dari dua orang ini, Kristus atau 
Nabi Muhammad saw yang menjadi obyek dari Perjanjian Suci? Kedua pertanyaan ini 
harus dijawab sekali dan final.
Semata-mata hanya 
membuang waktu saja di sini untuk berdebat dengan mereka yang secara bodoh dan 
jahat mengira bahwa Tuhan dalam agama Islam adalah berbeda dengan Tuhan yang 
sejati, dan hanya sebagai Ketuhanan fiktif hasil ciptaan Nabi Muhammad saw 
sendiri. Bila saja pendeta-pendeta dan pakar teologi Kristen mengenal Injil 
dalam bahasa aslinya Ibrani dan bukan sekedar terjemahan, sebagaimana halnya 
ummat Islam membaca Al Qur'an mereka dalam bahasa dan tulisan Arab, pastilah 
mereka akan mengetahui dengan jelas bahwa Allah adalah nama yang sama dari Yang 
Maha Adi (Supreme Being) dalam bahasa Semit, yang memberi wahyu dan berbicara 
kepada Adam dan semua nabi.
Allah 
adalah satu-satunya Yang Swa Ada, Maha Mengetahui, Maha Kuasa. Dia meliputi 
segalanya, memenuhi setiap ruang, mahluk dan benda; dan sebagai sumber segala 
kehidupan, pengetahuan dan kekuatan. Allah adalah Pencipta yang unik, Pengatur 
dan Penguasa dari jagad raya. Dia mutlak hanya Tunggal. Zat, Pribadi dan Sifat 
Allah adalah mutlak di luar pengetahuan manusia, dan karena itu setiap upaya 
untuk mendefinisikan ZatNya bukan saja sia-sia tetapi bahkan berbahaya untuk 
kesejahteraan spiritual dan keyakinan kita, karena pastilah hal itu akan membawa 
kita kepada kesalahan.
Gereja Kristen yang 
berdasarkan trinitas (tritunggal), telah selama kira-kira tujuh belas abad 
menghabiskan semua kepandaian para santo dan ahli filsafat untuk mendefinisikan 
Zat dan Pribadi Ketuhanan; dan apa yang telah mereka temukan? Semua yang telah 
diwajibkan oleh Athanasius dan Aquinas bagi ummat Kristen "di bawah derita 
kutukan abadi" untuk meyakini suatu Tuhan yang adalah "ketiga dari tiga". Allah 
dalam kitab suci Al Qur'anNya mencela keyakinan ini dalam kalimat-kalimat yang 
khidmad:
·         Kafirlah orang yang 
berkata: "Allah adalah yang ketiga dari tritunggal". Sebab tiada Tuhan selain 
Tuhan Yang Maha Esa. Kalau mereka tidak berhenti mengatakan (yang demikian itu), 
pastilah orang yang ingkar di antara mereka ditimpa azab yang pedih 
menyakitkan." (Q. 5:73) 
Alasan mengapa kaum 
Muslimin ortodoks telah selalu menahan diri untuk mendefinisikan Zat Tuhan 
adalah karena ZatNya melebihi semua atribut di mana hal itu hanya dapat 
didefinisikan. Allah memiliki banyak Nama yang dalam kenyataannya hanya 
sebagai kata sifat yang berasal dari ZatNya melalui berbagai manifestasi di 
jagad raya yang Dia sendiri telah membentuknya. Kita menyeru Allah dengan 
sebutan Yang Maha Kuasa, Yang Maha Abadi, Yang Ada Di manapun, Yang Maha 
Mengetahui, Yang Maha Pengasih, dsb. karena kita memahami keabadian, 
kemaha-hadiran, pengetahuan universal, kemaha-asihan, sebagai hal yang memancar 
dari ZatNya dan milik Dia Sendiri secara mutlak. Dia Sendiri saya yang dengan 
tak terhingga Maha Mengetahui, Berkuasa, Maha Hidup, Maha Suci, Maha Indah, Maha 
Baik, Maha Mencintai, Maha Agung, Maha Mengerikan (azabNya), Maha Penuntut 
Balas, karena hanya dari Dia Sendiri saja memancar dan mengalir mutu dari 
pengetahuan, kekuasaan, kehidupan, kesucian, keindahan, dsb. Tuhan tidak 
memiliki atribut dalam pengertian yang kita fahami. Bagi kita suatu atribut atau 
milik adalah hal yang biasa bagi banyak individu dari suatu jenis, tetapi apa 
yang Tuhan miliki adalah milik Dia Sendiri saja, dan tidak ada yang lainnya yang 
berbagi milik dengan Dia. Kita berkata: "Suleiman adalah bijak, berkuasa, adil 
dan cantik," kita tidak menganggap secara eksklusif bahwa segala kebijakan, 
kekuasaan, keadilan dan kecantikan adalah milik Suleiman sendiri saja. Kita 
hanya ingin menyatakan bahwa relatif dia bijak jika dibandingkan dengan orang 
lain dari jenisnya, dan bahwa kebijakan itu relatif adalah atribut yang 
dimilikinya sebagai keadaan yang biasa bersama dengan orang-orang dalam 
golongannya. 
Untuk lebih 
memperjelas lagi, atribut yang suci adalah pancaran (emanasi) dari Tuhan, dan 
karenanya suatu kegiatan. Begitulah, setiap kegiatan suci itu tak lebih dan tak 
kurang hanyalah sebuah ciptaan.
Juga harus diakui 
bahwa atribut suci, sejauh itu merupakan pancaran, menerima sebagai kenyataan 
adanya waktu dan awal waktu atau permulaan; dengan sendirinya ketika Allah 
Befirman: "Jadilah, maka jadilah" - atau Dia telah mengucapkan KalimatNya dalam 
waktu dan awal penciptaan. Inilah yang oleh para sufi disebut "aql kull" 
atau intelegensi universal, sebagai pancaran dari "aql awwal", yaitu 
intelegensi awal. Kemudian "nafs kull" atau jiwa yang universal, itulah 
yang pertama mendengar dan mematuhi perintah suci ini, dipancarkan dari "jiwa 
awal" dan telah mengubah jagad raya ini.
Cara 
berpikir yang begini ini membawa kita untuk menyimpulkan, bahwa setiap tindakan 
Allah mempertunjukkan pancaran suci sebagai manifestasiNya dan atributNya yang 
khas, tetapi itu bukanlah ZatNya atau AdaNya. Tuhan adalah Sang Pencipta, karena 
Dia menciptakan pada permulaan waktu dan selalu menciptakan. Tuhan berfirman 
pada permulaan waktu sebagaimana Dia selalu berfirman menurut caraNya 
sendiri. Namun karena ciptaanNya tidak abadi atau bukan suatu pribadi yang 
suci, maka firmanNya tidak dapat dianggap sebagai abadi dan Pribadi yang 
suci. Orang Kristen telah bertindak lebih jauh, dan menjadikan Sang Pencipta 
sebagai Bapa yang suci dan KalimatNya sebagai Putera yang suci, dan juga karena 
Dia meniupkan RuhNya pada ciptaannya, maka dia juga disebut sebagai Ruh Suci 
(divine Spirit), dengan melupakan bahwa menurut logika Dia tidak bisa menjadi 
"ayah" sebelum penciptaan, begitupun "anak" sebelum Dia berfirman, dan tidak 
pula Ruh Suci (Holy Ghost) sebelum Dia meniupkan RuhNya. Saya dapat 
membayangkan atribut Tuhan melalui karyaNya dalam manifestasinya kemudian, 
tetapi tentang keabadiannya tidaklah ada gambaran apapun, tidak pula saya dapat 
membayangkan ada mahluk intelegensi yang sanggup untuk mengerti secara 
menyeluruh sifat atribut yang abadi dan hubungannya dengan Zat Tuhan. Pada 
kenyataannya Tuhan tidak menyatakan kepada kita sifat dari AdaNya dalam Kitab 
Suci manapun. 
Atribut Tuhan tidak 
harus dianggap sebagai sosok atau pribadi suci yang lain dan terpisah, karena 
kalau tidak demikian kita akan memiliki bukan saja satu trinitas dalam 
Ketuhanan, tetapi beberapa lusin trinitas. Suatu atribut sampai saatnya atribut 
itu benar-benar terpancar dari subyeknya tidak memiliki eksistensi. Kita 
tidak dapat menggolongkan subyek dengan suatu atribut tertentu sebelum atribut 
itu telah memancar dari subyek itu dan terlihat. Dari sini kita menyatakan 
"Tuhan itu Baik" pada saat kita menikmati kebaikanNya dan tindakanNya yang baik; 
namun kita tidak dapat menggambarkanNya - dengan ungkapan yang benar - sebagai 
"Tuhan itu Kebaikan" karena kebaikan itu bukan Tuhan, tetapi hanyalah sebuah 
kegiatan dan karya. Berdasarkan alasan inilah Al Qur'an selalu menjadikan 
kata sifat sebagai sebutan untuk atribut Allah, seperti "Yang Maha Bijak", 
"Yang Maha Mengetahui", "Yang Maha Pengasih", tetapi tidak pernah dengan 
deskripsi seperti "Tuhan ialah cinta, ilmu pengetahuan, firman, dsb", karena 
cinta adalah tindakan atau kegiatan dari sang pencinta dan bukan sang pencinta 
itu sendiri, tepat seperti ilmu pengetahuan atau firman adalah tindakan atau 
kegiatan dari orang yang berpengetahuan dan bukan orang itu 
sendiri.
Saya berikan tekanan 
khusus pada butir ini, karena inilah kesalahan ke dalam mana telah jatuh mereka 
yang meyakini keabadian dan kepribadian yang lain dari suatu atribut tertentu 
Tuhan. Kata kerja atau firman Tuhan telah dijadikan sebagai pribadi lain dari 
Ketuhanan; padahal firman Tuhan tidak dapat memiliki arti lain kecuali sebagai 
pernyataan Pengetahuan dan KehendakNya. Al Qur'an juga disebut sebagai 
"Firman Allah". Dan beberapa pakar hukum Muslim awal menjelaskan bahwa firman 
Allah itu adalah abadi dan tidak diciptakan. Sebutan yang sama juga diberikan 
kepada Jesus Kristus di dalam Al Qur'an "Kalimatun minhu" yaitu "FirmanNya" (Q. 
3:45). Tetapi akan tidak agamawi untuk menerangkan bahwa Firman atau Logos Tuhan 
adalah pribadi lain, dan bahwa pribadi itu menjadi daging dan berinkarnasi dalam 
bentuk seorang manusia laki-laki dari Nazareth, atau dalam bentuk sebuah buku, 
yang pertama disebut "Kristus" dan yang kedua disebut "Al 
Qur'an"!
Sebagai ringkasan 
dari subyek ini, dengan mendesak saya nyatakan bahwa Firman ataupun atribut 
Tuhan yang lain yang dapat dibayangkan, bukan saja itu bukan entitas Suci atau 
individualitas lain, tetapi juga bahwa itu tidak mungkin memiliki keberadaan 
nyata sebelum awal waktu dan penciptaaan.
Ayat pertama dengan 
mana Injil Yohanes mengawalinya dan berbunyi: "Pada awalnya adalah Firman; dan 
Firman itu bersama dengan Tuhan, dan Firman itu milik Tuhan," sering didebat 
oleh penulis dari aliran Unitarian.
Dapat dicatat di sini 
bahwa dalam bahasa Yunani bentuk kata punya (genitive case) "Theou" ialah 
"God's" atau "Milik Tuhan" 1) telah dikorupsi menjadi 
"Theos" yang berarti "Tuhan" dalam bentuk nominatif kata itu! Juga dapat dicatat 
bahwa pasal "Pada awalnya adalah Firman" secara nyata menunjukkan asal kalimat 
itu bukan sebelum awal waktu! Dengan "Firman Tuhan" tidak dimaksudkan suatu 
substansi yang terpisah dan lain, yang sezaman dan ada dalam waktu yang sama 
dengan Yang Maha Kuasa, tetapi ucapan dari Ilmu Pengetahuan dan KehendakNya 
ketika Dia berfirman: "Kun" yaitu "Jadilah". Ketika Tuhan berfirman "Jadilah", 
terwujudlah dunia ini, ketika Dia berfirman: "Jadilah" agar firmanNya dicatat di 
dalam Kitab Lauful Mahfuz dengan pena, maka jadilah itu. 
Dengan firmanNya: 
"Jadilah" Jesus diciptakan dalam rahim Perawan Maryam yang diberkati; dan 
seterusnya - bila saja Dia menghendaki untuk menciptakan sesuatu, Dia tidak lain 
kecuali berfirman: "Jadilah" kepada itu dan jadilah itu.
Formula 
ummat Kristen yang digemari ialah: "Atas nama Bapa, dan Anak, dan Ruh Suci" 
bahkan di dalamnya sama sekali tidak menyebut nama Tuhan! Dan inilah Tuhan ummat 
Kristen! Formula dari kaum Nestorian dan Jacob yang terdiri dari sepuluh suku 
kata yang sama banyaknya dengan "Bismillahi" dari ummat Islam, berbunyi: "Bshim 
Abha wo Bhra ou-Ruha d-Qudsha" yang artinya sama dengan formula ummat Kristen 
yang lainnya. Di pihak lain formula Al Qur'an yang menyatakan fondasi kebenaran 
Islami "Bismillahi'r-Rahmani'r-Rahim" yang artinya "Dengan menyebut nama Allah 
Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang" merupakan kontras besar dengan formula 
kaum Trinitarian.
Trinitas agama 
Kristen tidak dapat diterima sebagai suatu konsep Ketuhanan yang sesungguhnya, 
karena mengakui adanya pluralitas pribadi dalam Ketuhanan, memberikan atribut 
sifat-sifat personal yang berlainan kepada masing-masing 
pribadi, dan menggunakan nama keluarga sama dengan nama-nama 
dalam mitologi kaum kafir. Allah bukan ayah dari seorang anak, tidak juga 
seorang anak dari seorang ayah. Dia tidak mempunyai ibu, tidak pula Dia dibuat 
sendiri. Kepercayaan terhadap "Tuhan 
Bapa, dan Tuhan Anak, serta Ruh Suci" adalah suatu pengingkaran yang menyolok 
atas Keesaan Tuhan, dan suatu pengakuan yang berani terhadap tiga mahluk yang 
tidak sempurna yang secara bersama atau terpisah tidak mungkin menjadi Tuhan 
yang sesungguhnya
Matematika sebagai 
ilmu pengetahuan positif mengajarkan kepada kita bahwa suatu unit tidak lebih 
dan tidak kurang ialah satu; bahwa satu tidak pernah sama dengan satu ditambah 
satu ditambah satu; dengan kata lain, satu tidak bisa sama dengan tiga, karena 
satu adalah sepertiga dari tiga. Dengan cara yang sama, satu tidak sama dengan 
sepertiga. Dan vice versa tiga tidak sama dengan satu, demikian pula sepertiga 
tidak dapat sama dengan satu. Unit adalah dasar dari semua bilangan, dan standar 
untuk ukuran dan timbangan dari semua dimensi, jarak, jumlah dan waktu. Pada 
kenyataannya, bilangan adalah jumlah dari unit 1 (satu). Sepuluh adalah jumlah 
dari sekian banyak unit yang sama dari jenis yang sama. 
Mereka yang 
berpendapat kesatuan Tuhan dalam trinitas pribadi-pribadi mengatakan kepada 
kita, bahwa "setiap pribadi itu adalah Tuhan yang maha kuasa (omnipotent), maha 
ada (omni present), abadi dan sempurna; walaupun begitu tidak berarti tiga Tuhan 
yang maha kuasa, maha ada, abadi dan sempurna, tetapi satu Tuhan yang maha 
kuasa! Kalau di dalam cara pandang yang tersebut di atas itu tidak ada cara 
berpikir yang tidak masuk akal, maka melalui persamaan akan kita hadirkan 
"misteri" dari gereja berikut ini. 
Tuhan = 1 Tuhan + 1 
Tuhan + 1 Tuhan; oleh karena itu: 1 Tuhan = 3 Tuhan. Pertama, satu Tuhan tidak 
sama dengan tiga Tuhan, tetapi hanya satu saja di antaranya. Kedua, karena anda 
mengakui bahwa setiap pribadi adalah Tuhan yang sempurna seperti halnya dua 
temannya yang lain, maka kesimpulan anda 
bahwa 1 + 1 + 1 = 1 bukanlah matematika, tetapi hal yang tidak masuk akal sama 
sekali.
Kalau anda bukan 
seorang yang terlalu sombong ketika mencoba membuktikan bahwa tiga unit sama 
dengan satu unit, maka anda ialah seorang yang terlalu pengecut untuk mengakui 
bahwa tiga satu sama dengan tiga satu (three ones equal three ones). Dalam hal 
pertama anda tidak pernah dapat membuktikan pemecahan suatu masalah melalui 
suatu proses yang salah; dalam hal kedua, anda tidak memiliki keberanian untuk 
mengakui kepercayaan anda kepada tiga Tuhan.
Tambahan lagi, kita 
semua ummat Islam dan Kristen percaya bahwa Tuhan itu omnipresent, bahwa Dia 
memenuhi dan mencakup setiap ruang dan partikel. Dapatkah dibayangkan bahwa 
semua ketiga pribadi Ketuhanan itu secara serentak dan terpisah meliputi jagad 
raya, atau tidakkah hanya satu saja di antaranya yang omnipresent pada suatu 
saat? Untuk mengatakan: "Ketuhanan (Deity) melakukan semua itu" bukanlah suatu 
jawaban sama sekali. Ketuhanan bukan Tuhan tetapi ialah suatu keadaan sebagai 
Tuhan, karena hal itu adalah suatu kualitas.
Ketuhanan adalah 
suatu kualitas dari satu Tuhan; pluralitas atau pengurangan (kurang dari satu) 
tidak dapat dianggap berlaku untuk hal itu. Tidak ada ketuhanan-ketuhanan tetapi 
hanya satu Ketuhanan yang menjadi atribut dari Satu Tuhan saja 
sendiri.
Selanjutnya kita 
diberi tahu bahwa setiap pribadi dari trinitas memiliki beberapa atribut 
tertentu yang tidak sesuai untuk kedua pribadi lainnya. Sesuai dengan akal 
manusia dan jalan bahasa, aribut itu menunjukkan ada prioritas dan posterioritas 
(yang didahulukan dan yang dkemudiankan) di antara mereka. Bapa selalu ada di 
urutan pertama dan ada di depan Anak, Ruh Suci bukan saja dikemudiankan sebagai 
yang ketiga dalam urutan perhitungan, tetapi bahkan lebih rendah kedudukannya 
daripada Bapa dan Anak dari siapa Ruh Suci itu berasal. Bukankah akan 
dianggap sebagai dosa "heresy" bila nama-nama dari tiga pribadi itu 
diulang-ulang secara terbalik?Bukankah tanda salib pada Eucharist akan 
dianggap oleh gereja sebagai tidak religius bila saja formulanya bertukar tempat 
menjadi: "Dalam nama Ruh Suci, dan dalam nama Anak, dan dalam nama Bapa"? Karena 
kalau memang mereka itu sama dan sezaman, maka tertib urutan atau hal di 
dahulukan atau di kemudiankan itu tidak perlu diperhatikan dengan 
seksama.
Kenyataannya ialah 
bahwa Paus dan Konsili Umum selalu mencerca doktrin kaum Sabelian yang 
mengatakan bahwa Tuhan adalah satu tetapi bahwa Dia memanifestasikan diriNya 
sendiri sebagai Bapa atau Anak atau Ruh Suci, yang selalu merupakan satu pribadi 
yang sama. Tentu saja agama Islam tidak menyetujui atau mengesahkan pandangan 
kaum Sabelian ini. Tuhan menampakkan Jamal atau Kecantikan dalam diri Kristus, 
Jelal atau Kemuliaan dan Keagungan dalam diri Nabi Muhammad saw, dan Kebijakan 
dalam diri Nabi Suleiman, dan begitu seterusnya dalam berbagai obyek alam, namun 
tidak satupun dari Nabi itu adalah Tuhan, begitupun pemandangan alam yang indah 
itu bukan Tuhan.
Kebenarannya ialah 
bahwa tidak ada ketepatan matematika, tidak ada kesamaan mutlak di antara tiga 
pribadi dalam Trinitas. Apabila Bapa itu dalam segala hal sama dengan Anak atau 
Ruh Suci sebagaimana unit 1 secara positif sama dengan bilangan 1 lainnya, maka 
perlu hanya ada satu pribadi Tuhan dan bukan tiga, karena sebuah unit bukanlah 
bagian atau pecahan begitu pula pergandaan dari dirinya sendiri. Perbedaan 
nyata dan hubungan yang diakui ada di antara pribadi-pribadi trinitas tidak 
meragukan sama sekali bahwa pribadi-pribadi itu tidak sama satu dengan lainnya 
dan tidak pula mereka dapat dikenali satu dengan lainnya. Bapa memperanakkan dan 
tidak diperanakkan; Anak diperanakkan dan bukan seorang bapak; Ruh Suci adalah 
bagian dari dua pribadi lainnya; pribadi pertama dilukiskan sebagai pencipta dan 
pemusnah; yang kedua sebagai penyelamat dan penebus dosa; dan yang ketiga 
sebagai pemberi hidup. Konsekuensi dari sikap ini ialah bahwa tidak seorang 
pribadipun dari tiga pribadi yang secara berdiri sendiri adalah sebagai 
Pencipta, Penebus Dosa dan Pemberi Hidup. Lalu kita diberi tahu bahwa 
pribadi kedua adalah Firman dari pribadi pertama, menjadi manusia dan 
dikorbankan di tiang salib untuk memenuhi rasa keadilan Bapa, dan bahwa 
inkarnasinya dan kebangkitannya kembali dilaksanakan dan dipenuhi oleh pribadi 
ketiga. 
Sebagai kesimpulan, 
saya harus memperingatkan ummat Kristen, bahwa bila mereka tidak mempercayai 
kemutlakan Keesaan Tuhan dan meninggalkan kepercayaan terhadap tiga pribadi, 
pastilah mereka itu termasuk orang kafir terhadap Tuhan yang sesungguhnya. 
Secara tepat dapat dikatakan, ummat Kristen mempercayai banyak tuhan atau 
polytheist hanya dengan satu perkecualian, bahwa dewa-dewa orang kafir penyembah 
berhala adalah palsu dan imajiner, sedangkan tiga tuhan dari gereja memiliki 
karakter yang menonjol, di antaranya Bapa yang juga disebut Pencipta adalah 
Tuhan Satu yang sesungguhnya, tetapi Anak hanyalah seorang nabi dan pemuja 
Tuhan, dan pribadi ketiga adalah salah satu dari sekian banyak ruh-ruh suci yang 
melayani Tuhan Yang Maha Kuasa. 
Dalam Perjanjian 
Lama, Tuhan disebut Bapa karena AdaNya sebagai Pencipta dan Pelindung Yang 
Pengasih, namun karena gereja telah menyalah gunakan nama ini, maka Al Qur'an 
telah dengan benar menghindarkan dirinya untuk mempergunakan nama 
itu.
Perjanjian Lama dan 
Al Qur'an mencela doktrin tiga pribadi dalam Tuhan; 
Perjanjian Baru tidak secara jelas memiliki atau mempertahankan doktrin itu, 
namun andaikan saja Kitab itu berisikan 
petunjuk dan jejak mengenai Trinitas, hal itu tidak memilik keabsahan sama 
sekali, karena Kitab itu tidak (pernah) dilihat dan tidak pula ditulis oleh 
Kristus, tidak pula dalam bahasa yang dipakai Kristus, begitupun tidak pula 
Kitab itu dalam bentuk dan isinya yang sekarang - paling tidak dua abad pertama 
sesudah Kristus. 
Mungkin dapat 
ditambahkan dengan menguntungkan, bahwa di Timur kaum Kristen Unitarian selalu 
membasmi dan menyanggah kaum Trinitarian, dan bahwa ketika mereka menyaksikan 
penghancuran total "Binatang Keempat" oleh Nabi Besar Allah, mereka kaum Kristen 
Unitarian ini menerima dan mengikutinya. Setan yang berbicara kepada Hawa 
melalui mulut ular, menghujat Yang Maha Tinggi melaui mulut "Tanduk Kecil" yang 
mencuat di antara "Sepuluh Tanduk" pada kepala "Binatang Keempat" (Daniel viii), 
tidak lain ialah Consantine Yang Agung yang dengan resmi dan kekerasan 
mengumumkan Dekrit Nicea. Tetapi Nabi Muhammad saw telah menghancurkan "Iblis" 
atau Setan dari Tanah Yang Dijanjikan untuk selamanya dengan membangkitkan Islam 
di situ sebagai sebuah agama dengan Satu Tuhan yang sesungguhnya. 
1.Mengenai Logos, 
sejak "Injil" dan "Komentar" maupun tulisan yang kontroversial milik kaum 
Unitarian, kecuali apa yang telah dikutip dari mereka dalam tulisan lawan 
mereka, seperti Patriarch Yunani yang terpelajar Photius dan mereka yang 
sebelumnya. 
Di 
antara para Romo dan ummat Kristen Timur, salah satu yang sangat terkemuka ialah 
St Ephraim orang Syria. Dia adalah seorang pengarang dari banyak karya, terutama 
komentar tentang Injil yang diterbitkan dalam bahasa Syria dan bahasa Latin, 
yang edisi akhirnya telah saya baca dengan berhati-hati di Roma. Dia juga 
mempunyai homiles, disertasi yang disebut "midrishi" dan "contra Haeritici", 
dsb. Kemudian ada seorang Syria yang terkenal, pengarang Bir Disin (biasanya 
ditulis "Bardisane") yang berkembang pada ujung akhir abad kedua dan awal abad 
ketiga Masehi. Dari banyak tulisan Bir Disin tidak ada lagi yang tertinggal 
dalam bahasa Syria, kecuali apa yang telah dikutip untuk penyangkalan oleh 
Ephraim, Jacob dari Nesibin dan Nestorian lainnya serta kaum Jacob, dan kecuali 
apa yang telah dipergunakan oleh sebagian besar para Romo dari Yunani dalam 
bahasanya sendiri. Bir Disin berpendirian bahwa Jesus Kristus adalah kedudukan 
dari rumah ibadah dari Firman Tuhan, tetapi keduanya, dia dan Firman itu 
diciptakan. St Ephraim dalam memberantas heresy (bid'ah) dari Bir Disin, 
mengatakan:
 
| 
 
Dalam bahasa 
Syria 
 | 
 
"Wai lakh O, dovya at 
Bir Disin 
Dagreit l'Milta 
eithrov d'Alihi 
Baram kthaba la kthab 
d'akh hikhin 
Illa d'Miltha eithrov 
Allihi 
 | 
| 
 
Dalam bahasa 
Arab 
 | 
 
"Wailu'l-laka yi 
anta's-Safil Bir Disin 
Li-anna fara'aita 
kina 'l-kalimo li-'l-Lihi 
Li-kina 'l-Kitibo mi 
Kataba Kazi 
Illa 'l-Kalimo Kina 
'l-Lih" 
 | 
| 
 
Dalam bahasa 
Inggris 
 | 
 
"Woe unto thee O 
miserable Bir Disin  
That thou didst read the "word was God's"! 
But the Book (Gospel) 
did not write likewise 
Except that "the Word 
was God". 
 | 
| 
 
Terjemahan bahasa 
Indonesia 
 | 
 
"Kesengsaraan bagimu, 
wahai Bir Disin yang tidak menyenangkan 
Bahwa engkau benar 
telah membaca "firman itu Milik Tuhan"! 
Tetapi Kitab Injil 
tidak menuliskannya seperti itu 
Kecuali bahwa "Firman 
itu adalah Tuhan" 
 | 
Hampir dalam semua 
kontroversi tentang Logos kaum Unitarian telah dicap dengan "heresy" (menyimpang 
dari pendapat umum / tidak ortodoks) mengingkari keabadian dan kepribadian yang 
suci dari Logos itu dengan cara telah mengkorupsi Injil Yohanes dsb. kaum Nasira 
Unitarian yang asli telah mengembalikan kesalahan itu kepada kaum Trinitarian. 
Orang dapat menyimpulkan dari bacaan "patristik" bahwa kaum trinitarian selalu 
disalahkan karena telah mengkorupsi Kitab Suci. 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar