MUHAMMAD SAW DALAM PERJANJIAN LAMA
Oleh PROFESOR DAVID BENJAMIN KELDANI B.D.
(Wafat 1940) Dahulu Uskup Uramiah,
Kaldea.
Alih
Bahasa Oleh: H.W. Pienandoro SH
Dari sejak dulu terdapat
pertentangan pendapat dalam agama antara kaum Ismail
(keturunan Nabi Ismail) dan
kaum Israel (keturunan Nabi Ishaq) mengenai hak berdasarkan kelahiran dan
perjanjian Tuhan dengan Nabi Ibrahim. Para pembaca Injil dan Al Qur'an sudah
mafhum dengan ceritera tentang Nabi besar Ibrahim dan kedua anak laki-lakinya
Ismail dan Ishaq. Ceritera tentang seruan Nabi Ibrahim dari Ur di Kaldea, dan
ceritera tentang keturunannya hingga meninggalnya cucunya Jusuf di Mesir,
tertulis dalam buku Genesis (pasal xi.-1). Dalam garis keturunannya seperti
tertulis dalam Genesis, Ibrahim adalah yang keduapuluh dari Nabi Adam, dan satu
zaman dengan raja Nimrod yang membangun Menara Babilon.
Walaupun tidak tertulis dalam Injil, ceritera awal tentang Nabi
Ibrahim di Ur dari Kaldea dicatat oleh pakar sejarah Yahudi Joseph Flavius dalam
"Antiquities" dan juga dibenarkan oleh Al Qur'an. Tetapi Injil dengan jelas
menceriterakan kepada kita bahwa ayah Nabi Ibrahim yang bernama Terah adalah
seorang penyembah berhala (Jos. xxiv. 2, 14). Ibrahim menunjukkan cinta dan
gairahnya terhadap Tuhan ketika memasuki kuil dan memusnahkan semua berhala dan
gambar-gambar yang ada di dalamnya, dan beliau adalah prototipe sejati dari
keturunannya yang terkenal Nabi Muhammad saw.
Ibrahim keluar tanpa luka dan
dengan gemilang dari nyala api di mana beliau dilemparkan atas perintah Nimrod.
Beliau meninggalkan tanah kelahirannya menuju ke Haran bersama ayah dan
kemenakannya Nabi Lot. Beliau berumur tujuh puluh lima tahun ketika ayahnya
meninggal di Haran. Dalam kepatuhan dan penyerahan diri mutlak kepada seruan
suci, beliau meninggalkan negerinya dan memulai perjalanannya yang panjang dan
beragam ke tanah Kanaan, ke Mesir dan Arabia. Isterinya Sarah mandul; namun
Tuhan menyatakan kepadanya bahwa beliau ditakdirkan menjadi ayah dari banyak
bangsa, bahwa semua wilayah yang akan beliau jelajahi akan diwariskan kepada
keturunannya, dan bahwa,"melalui benihnya seluruh bangsa di bumi akan
diberkati"!
Janji yang indah dan unik dalam sejarah agama ini dihadapi dengan
keyakinan yang tak tergoyahkan oleh Ibrahim yang tidak punya anak cucu, tidak
punya anak laki-laki (pada saat itu - Pent.). Pada saat beliau dibimbing keluar
melihat ke langit pada malam hari dan diberitahu Allah bahwa keturunannya akan
sebanyak bintang di langit, dan tak terhitung seperti halnya pasir yang di
pantai laut, Ibrahim mempercayainya. Dan keyakinan kepada Tuhan inilah yang
"dianggap sebagai istiqomah (lurus)" seperti tertulis dalam Kitab-Kitab Suci.
Seorang gadis Mesir miskin yang berbudi bernama Hagar adalah
budak dan pembantu wanita Sarah. Atas tawaran dan izin dari tuannya (Sarah)
pembantu wanita itu dikawini oleh Nabi Ibrahim, dan dari perkawinan itu lahirlah
Ismail, seperti telah diberitahukan oleh Malaikat. Ketika Ismail berumur tiga
belas tahun, Allah mengutus malaikatNya lagi dengan membawa wahju bagi
Ibrahim.; janji yang sama diulangi lagi kepada Ibrahim; ritual khitan secara
resmi dilembagakan dan segera dijalankan. Ibrahim yang berumur sembilan puluh
tahun, Ismail, dan semua pembantu laki-laki mereka dikhitan; dan
"Perjanjian" antara Tuhan dan Ibrahim dengan anak laki-laki satu-satunya
dibuat dan ditutup, seolah-olah dilakukan dengan darah khitan. Itu adalah
semacam perjanjian yang dibuat antara Langit dan Tanah Yang Dijanjikan dalam
pribadi Ismail sebagai keturunan tunggal dari Bapak Bangsa yang tidak
mempersekutukan Tuhan dengan apapun. Ibrahim berikrar setia dan patuh kepada
Penciptanya, dan Tuhan berjanji untuk selamanya menjadi Pelindung dan Tuhan dari
keturunan Ismail.
Kemudian, ketika Ibrahim berumur sembilan puluh sembilan tahun
dan Sarah berumur sembilan puluh tahun, kita dapati bahwa dia juga
mengandung seorang anak laki-laki yang mereka namakan Ishaq sesuai dengan janji
Yang Maha Suci.
Karena tidak ada kronologi disebutkan dalam Genesis, kita
diberitahu bahwa sesudah kelahiran Ishaq, Ismail dan ibunya ditolak dan diusir
oleh Ibrahim dengan cara yang paling kejam, hanya karena Sarah menghendaki
demikian. Ismail dan ibunya menghilang di padang pasir, sebuah mata air memancar
keluar ketika anak muda ini pada titik kematian karena kehausan; beliau
meminumnya dan terselamatkan. Tak ada berita apapun lagi tentang Ismail dalam
Genesis kecuali bahwa beliau mengawini seorang wanita Mesir, dan ketika Ibrahim
wafat beliau hadir bersama dengan Ishaq untuk menguburkan ayahnya yang
wafat.
Dan selanjutnya Genesis
menceriterakan tentang Ishaq dan dua orang anak laki-lakinya, dan perginya Yakub
ke Mesir, dan berakhir dengan kematian Yusuf.
Peristiwa penting lainya dalam sejarah Ibrahim sebagaimana ditulis
dalam Genesis (xxii,) adalah "putera tunggalnya" yang dijadikan korban bagi
Tuhan, tetapi beliau digantikan dengan seekor kambing jantan yang diberikan oleh
malaikat. Sebagaimana Al Qur'an menyebutkannya: "Sesungguhnya itulah cobaan yang
nyata" bagi Ibrahim (Q. 37:106) namun cintanya kepada Tuhan melampaui segala
kasih sayang lainnya, "Allah telah menjadikan Ibrahim sebagai temanNya" (Al
Qur'an)
Demikianlah ceritera singkat tentang Ibrahim dalam hubungannya
dengan pokok pembicaraan kita "Hak berdasarkan kelahiran dan Perjanjian Allah
dengan nabi Ibrahim".
Ada tiga hal yang menonjol yang setiap orang beriman yang
sesungguhnya kepada Tuhan menerimanya sebagai kebenaran. Hal pertama ialah bahwa
Ismail adalah anak sah dari Ibrahim, anaknya yang pertama lahir, dan karena itu
tuntutannya terhadap hak berdasarkan kelahiran adalah adil sekali dan sah. Hal
kedua ialah bahwa Perjanjian Allah dengan Nabi Ibrahim telah dibuat antara Tuhan
dan Nabi Ibrahim serta juga anak laki-laki tunggalnya Ismail sebelum Ishaq
dilahirkan.
Perjanjian itu dan lembaga khitan tidaklah akan berharga atau
berarti kecuali jika janji yang diulang-ulang dalam firman Tuhan: "Melalui
dirimu seluruh bangsa di bumi akan diberkati," dan terutama ungkapan, Benih
"yang akan keluar dari mangkok, dia akan mewarisimu" (Genesis xv.4). Janji ini
terpenuhi ketika Ismail dilahirkan (Genesis xvi.), dan Ibrahim merasa senang
bahwa kepala pembantunya Eliezer tidak lagi akan menjadi pewarisnya.
Konsekuensinya ialah kita harus mengakui bahwa Ismail adalah pewaris yang
sesungguhnya dan sah atas keluhuran spiritual dan hak istimewa Nabi Ibrahim.
Perogatif bahwa "melalui Ibrahim seluruh generasi di bumi akan diberkati,"
begitu sering diulang meskipun dalam bentuk yang berbeda, adalah warisan
berdasarkan pada hak kelahiran, dan warisan bagi Ismail. Warisan yang Ismail
berhak berdasarkan hak kelahirannya bukan tenda di mana Ibrahim tinggal atau
unta tertentu yang biasa dia naiki, tetapi untuk menaklukkan dan menduduki
selamanya semua wilayah yang membentang dari sungai Nil ke sungai Efrat yang
didiami oleh kira-kira sepuluh bangsa yang berbeda (xvii, 18-21). Tanah itu
tidak pernah ditundukkan oleh keturunan Ishaq, tetapi oleh keturunan Ismail. Ini
ialah pemenuhan secara nyata dan harfiah terhadap satu dari kondisi-kondisi yang
ada dalam Perjanjian.
Hal ketiga adalah bahwa
Ishaq juga dilahirkan secara ajaib dan diberkati khusus oleh Yang Maha Kuasa,
bahwa untuk kaumnya dijanjikan tanah Kanaan dan dengan sebenarnya telah diduduki
mereka di bawah Josua. Tiada seorang Muslim pernah berpikir untuk mengurangi
arti kedudukan suci dan kenabian Ishaq dan puteranya Yakub, karena meremehkan
atau merendahkan seorang Nabi adalah tidak agamawi. Bila kita bandingkan Ismail
dan Ishaq, tidak bisa lain kita harus mengagumi dan menghormati mereka berdua
sebagai Utusan suci Tuhan. Sesungguhnya, orang Israel dengan Hukum dan
Kitab-Kitab Sucinya, memiliki sejarah keagamaan yang unik dalam Dunia Lama.
Sebenarnyalah mereka manusia yang dipilih oleh Tuhan. Meskipun orang Israel
telah sering membangkang terhadap Tuhan, dan jatuh ke penyembahan berhala, namun
mereka telah memberikan banyak nabi kepada dunia dan orang-orang lurus laki-laki
maupun perempuan.
Sejauh ini tidak dapat ada kontroversi yang sesungguhnya antara
keturunan Ismail dan orang-orang Israel. Karena jika dengan "keberkatan" dan
"hak berdasarkan kelahiran" itu dimaksudkan hanya beberapa milik material dan
kekuasaan, maka pertentangan itu akan telah terselesaikan seperti hal itu telah
diselesaikan melalui pedang dan kenyataan yang sudah mapan yaitu pendudukan
Tanah Yang Dijanjikan oleh orang Arab. Agaknya ada masalah pertentangan yang
mendasar antara dua bangsa yang sekarang keberadaannya hampir empat ribu tahun;
dan hal itu ialah masalah Mesiah dan Nabi Muhammad.
Bagi orang Yahudi
tidak ada pemenuhan ramalan mesiah pada diri Nabi Isa ataupun pada diri Nabi
Muhammad. Orang-orang Yahudi telah selalu iri hati terhadap Ismail, karena
mereka tahu dengan baik bahwa dengan Ismaillah Perjanjian itu telah dibuat dan
dengan dikhitannya Ismail Perjanjian itu telah disempurnakan dan ditutup, dan
dari rasa permusuhannyalah bahwa para penulis atau para doktor hukum mereka
telah mengkorupsi dan menyisipkan banyak bab-bab dalam Kitab Suci mereka.
Menghapus nama "Ismail" dari ayat kedua, keenam, dan ketujuh dari pasal Genesis
xxii dan menyisipkan nama "Ishaq" sebagai gantinya, serta membiarkan sebutan
"anak tunggalmu" yang berarti mengingkari keberadaan Ismail dan melanggar
Perjanjian antara Tuhan dan Ismail. Hal itu secara jelas dinyatakan oleh Tuhan:
"Karena engkau telah mengorbankan anak laki-laki tunggalmu, Aku akan menambah
dan menggandakan keturunanmu seperti banyaknya bintang dan pasir di pantai,"
yang kata "menggandakan" juga dipakai oleh malaikat kepada Hagar di padang
pasir:
Aku akan menggandakan keturunanmu menjadi tak terhitung, dan bahwa Ismail
akan menjadi "orang yang banyak keturunan" (Genesis xv.12). Kini orang Kristen
telah menterjemahkan kata yang sama dari bahasa Ibrani, yang juga berarti
"subur" atau "banyak" dari kata kerja para - yang sama dengan kata dalam bahasa
Arab wefera - dalam versi mereka menjadi "keledai yang jalang"! Tidakkah ini
memalukan dan tidak religius menyebut Ismail dengan "keledai binal" yang Tuhan
sendiri menyebutnya sebagai subur atau banyak? Sangat jelas bahwa
Kristus sendiri seperti ditulis dalam Injil Barnabas telah tidak menyetujui
orang-orang Yahudi yang berkata bahwa Utusan Agung yang mereka sebut "almasih"
akan datang dari garis keturunan Raja Daud, mengatakan kepada orang-orang Yahudi
itu bahwa dia tidak mungkin anak keturunan dari Raja Daud, karena Daud
sendiri menyebutnya "Tuannya" dan kemudian menerangkan lebih lanjut bagaimana
nenek moyang mereka telah merubah Kitab_Kitab Suci , dan bahwa Perjanjian itu
telah dibuat bukan dengan Ishaq, tetapi dengan Ismail yang diambil untuk
dikorbankan kepada Tuhan, dan bahwa Ismail yang dimaksudkan dalam ungkapan
sebagai "anak laki-laki tunggalmu" dan bukan Ishaq.
Paul yang mengaku diri
pengikut Jesus Kristus mempergunakan beberapa kata yang tidak pantas mengenai
Hagar (Galatia vi, 21-23 dan di beberapa ayat lainnya) dan Ismail dan
terang-terangan bertentangan dengan tuannya (Jesus). Orang ini dengan segala
caranya yang dapat dia lakukan berusaha untuk menyimpangkan dan menyesatkan
orang-orang Kristen yang sebelumnya biasa dia aniaya sebelum dia berpindah agama
ke Kristen; dan saya meragukan sekali bahwa Jesusnya Paul adalah Jesus putera
Maryam yang menurut tradisi Kristen digantung pada sebuah pohon kira-kira satu
abad sebelum Kristus, karena kepalsuan almasihnya. Pada kenyataannya Paul
sipengikut sebagaimana dia di hadapan kita adalah penuh dengan doktrin yang
bertentangan baik dengan semangat dari Perjanjian Lama maupun dengan ajaran Nabi
yang sederhana Jesus dari Nazareth. Paul adalah seorang Pharisee yang bias dan
seorang ahli hukum.
Sesudah dia berpindah agama ke Kristen tampaknya dia menjadi
lebih fanatik daripada sebelumnya. Kebenciannya terhadap Ismail dan claimnya
atas hak berdasarkan kelahiran membuat Paul lupa atau mengabaikan Hukum Musa
yang melarang seseorang untuk menikahi saudara perempuannya sendiri di bawah
ancaman siksa hukuman utama. Kalau Paul mendapat inspirasi dari Tuhan, maka dia
akan menyanggah kitab Genesis sebagai penuh dengan kepalsuan ketika Genesis
mengatakan sebanyak 2 kali (Genesis xii. 10-20 dan xx. 2-18) bahwa Ibrahim
adalah suami dari saudara perempuannya sendiri, atau bahwa dia akan menyatakan
bahwa Nabi adalah seorang pendusta! (Tuhan melarang). Namun Paul mempercayai
kata-kata Kitab itu, dan kesadarannya tidak menyiksanya sedikitpun ketika dia
melukiskan Hagar sebagai padang pasir Sinai yang tandus dan menggambarkan Sarah
sebagai Jeruzalem di langit! (Galatia iv. 25-26). Pernahkah Paul membaca anatema
dari Torah:
"Terkutuklah barang
siapa yang tidur dengan saudara perempuannya, puteri ayahnya, atau puteri
ibunya. Dan semua orang berkata: Amin"? (Deuteronomy xxvii.
22).
Adakah hukum manusia atau hukum suci yang akan menganggap lebih
sah seseorang yang adalah anak laki-laki pamannya dan bibinya sendiri daripada
dia yang ayahnya seorang dari Kaldea dan ibunya dari Mesir? Adakah sesuatu yang
akan anda katakan yang bertentangan dengan Hagar yang lurus dan religius? tentu
saja tidak, karena dia adalah isteri Nabi dan ibu dari seorang Nabi, dan dia
sendiri mendapat kehormatan menerima wahju Illahi.
Tuhan yang telah membuat perjanjian dengan Ismail telah pula
memberikan aturan tentang hukum kewarisan, yaitu: Bila seorang laki-laki
memiliki dua orang isteri, yang seorang dicintainya dan yang lain diabaikan, dan
masing-masing mempunyai seorang anak laki-laki, dan bila anak laki-laki dari
isteri yang diabaikan itu yang pertama lahir, maka anak laki-laki itu, dan bukan
anak laki-laki dari isteri yang dicintai, yang berhak menyandang hak berdasarkan
kelahiran. Dengan sendirinya yang pertama lahir akan mewarisi dua kali dari
saudara laki-lakinya (Deuteronomy xxi. 15-17). Tidakkah hukum ini cukup jelas
untuk membungkam semua mereka yang mempermasalahkan tuntutan yang adil dari
Ismail mengenai hak berdasarkan kelahiran?
Sekarang marilah kita bicarakan masalah hak berdasarkan kelahiran
ini sesingkat yang dapat kita lakukan. Kita mengetahui bahwa Ibrahim adalah
seorang kepala nomad dan juga seorang Nabi Tuhan, dan beliau biasa hidup di
dalam sebuah tenda dan memiliki sejumlah besar ternak dan kekayaan yang banyak.
Orang-orang nomad ini tidak mewarisi tanah dan daerah gembalaan, tetapi pangeran
itu menentukan untuk masing-masing anak laki-lakinya beberapa klan atau suku
bangsa tertentu sebagai kawulanya dan warganya.
Aturannya ialah yang termuda
mewarisi perapian dari tenda orang tuanya, sementara yang lebih tua , kecuali
bila tidak pantas, menggantikannya di kursi kepemimpinan. Jenghiz Khan penakluk
agung dari Mongol digantikan oleh Oghtai, anak laki-lakinya yang tertua, yang
memerintah di Pekin sebagai Khaqan, tetapi anak laki-lakinya yang termuda tetap
tinggal bersama perapian ayahnya di Qaraqorum di Mongolia. Hal yang sama terjadi
pada dua anak laki-laki Ibrahim pula. Ishaq, yang termuda di antara keduanya,
mewarisi tenda ayahnya dan menjadi seperti ayahnya, seorang nomad yang hidup di
tenda-tenda. Namun Ismail dikirim ke Hijaz untuk menjaga Rumah Tuhan yang
bersama dengan Ibrahim telah dibangunnya sebagaimana disebutkan dalam Al Qur'an.
Di sinilah beliau menetap, menjadi Nabi dan pangeran di antara suku-suku bangsa
Arab yang mempercayainya. Di Mekka atau Bekka itulah Ka'aba menjadi pusat dari
ibadah yang disebut haji. Ismail itulah yang telah membangun agama yang
sebenarnya berTuhan Satu dan telah pula melembagakan khitan.
Keturunannya segera bertambah dan berlipat ganda sebanyak bintang di
langit. Dari sejak saat awal Nabi Ismail hingga kebangkitan Nabi Muhammad,
orang-orang Arab dari Hijaz, Yemen dan lain-lainnya adalah orang-orang merdeka
dan tuan di negerinya sendiri. Kerajaan Roma dan Persia tidak berdaya untuk
menaklukkan bangsa Ismail. Meskipun kemudian penyembahan berhala diperkenalkan,
namun nama Allah, Ibrahim, Ismail dan beberapa nama Nabi lainnya tidaklah mereka
lupakan. Bahkan Esau, anak tertua Ishaq, meninggalkan perapian ayahnya karena
saudara laki-lakinya Yakub dan menetap di Edom, di mana dia menjadi ketua dari
orang-orangnya dan segera bercampur baur dengan orang-orang Arab Ismail yang
adalah baik sebagai pamannya maupun mertuanya.
Ceritera tentang Esau menjual hak
berdasarkan kelahirannya kepada Yakub untuk ditukar dengan sepiring pottage
adalah tipu daya yang dicantumkan untuk membenarkan perlakuan buruk terhadap
Ismail. Dituduhkan bahwa "Tuhan membenci Esau dan mencintai Yakub ketika kembar
dua ini masih dalam kandungan ibunya; dan bahwa "saudara yang lebih tua akan
melayani adiknya" (Genesis xxv. Romawi ix.12-13). Namun aneh untuk
mengatakannya, tulisan lain mungkin dari sumber lain, menunjukkan bahwa masalah
itu justru adalah kebalikan dari ramalan itu. Karena dalam pasal 33 Genesis
jelas mengakui bahwa Yakub melayani Esau, di hadapannya Yakub sujud tujuh kali
dan mengatakan: "Tuanku" dan menyatakan dirinya sebagai
"budakmu".
Dicatat juga dalam Injil bahwa Ibrahim mempunyai beberapa anak
laki-laki lainnya dari Keturah dan selir-selir, kepada siapa beliau memberikan
hadiah atau pemberian dan mengirimkannya ke Timur. Semua ini menjadi suku bangsa
yang besar dan kuat. Dua belas anak laki-laki Ismail disebutkan namanya dan di
gambarkan masing-masing menjadi pangeran dengan kota dan kelompoknya atau
tentaranya sendiri-sendiri (Genesis xxv.). Demikian pula anak-anak Keturah, dan
lain-lainnya, dan begitu juga keturunan Esau disebutkan
nama-namanya.
Bila kita perhatikan jumlah keluarga Yakub ketika dia pergi
ke Mesir yang hampir tidak melebihi tujuh puluh orang, dan ketika dia disambut
oleh Esau dengan kawalan sebanyak empat ratus pasukan berkuda yang bersenjata,
dan suku-suku bangsa Arab yang kuat di bawah dua belas Amir dari keluarga
Ismail, dan ketika Utusan Allah yang terakhir memproklamirkan agama Islam, semua
suku bangsa Arab secara serempak menyambutnya dan menerima agamaNya dan
menyerahkan seluruh tanah yang dijanjikan kepada keturunan Nabi
Ibrahim, pastilah kita buta bila tidak
melihat bahwa Perjanjian itu telah dibuat dengan Ismail dan janji itu telah
terpenuhi dalam diri pribadi Nabi Muhammad saw.
Sebelum mengakhiri artikel ini saya ingin meminta perhatian dari
para siswa Injil, terutama mereka dari "HigherBiblical Criticism" mengenai
kenyataan bahwa apa yang disebut sebagai Ramalan dan Pasal-Pasal tentang Al
Masih termasuk dalam suatu propaganda yang menguntungkan Dinasti David sesudah
kematian raja Suleiman ketika kerajaannya terbagi menjadi dua. Kedua Nabi besar
Ilyas dan Elisha yang berkembang dengan baik (ajarannya) di kerajaan Samaria
atau Israel bahkan tidak menyebut nama Daud atau Suleiman. Jeruzalem sudah bukan
lagi pusat agama untuk sepuluh suku bangsa dan tuntutan Daud untuk berkuasa
terus ditolak.
Namun nabi Yesaya dan lain-lainnya yang terikat dengan Kuil di
Jeruzalem dan Rumah Daud telah meramal kedatangan Nabi Besar dan
berdaulat.
Seperti telah disebutkan
dalam artikel pertama, ada beberapa tanda-tanda yang tampak dengan mana Nabi
Akhir yang akan datang dapat dikenali. Tanda-tanda inilah yang akan kita coba
untuk mempelajarinya dalam artikel berikut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar