MUHAMMAD SAW DALAM PERJANJIAN LAMA
Oleh PROFESOR DAVID BENJAMIN KELDANI B.D.
(Wafat 1940) Dahulu Uskup Uramiah,
Kaldea.
Alih
Bahasa Oleh: H.W. Pienandoro SH
Nabi Yakub, cucu Nabi Ibrahim, terbaring sakit di tempat
tidurnya; beliau berumur seratus empat puluh tujuh tahun, dan saat akhir
mendekat dengan cepat.
Beliau memanggil dua belas orang anak laki-lakinya dan
keluarga mereka masing-masing ke kamar tidurnya; beliau memberkati masing-masing
anak laki-lakinya dan meramalkan masa depan dari suku bangsanya. Hal ini biasa
dikenal sebagai "Wasiyat Yakub", dan ditulis dalam gaya bahasa Ibrani yang bagus
dengan sentuhan puisi. Wasiyat itu berisi beberapa kalimat yang unik dan tidak
pernah terjadi lagi dalam Injil.
Wasiyat itu menyebutkan bermacam-macam
peristiwa dalam kehidupan seorang laki-laki yang telah banyak mengalami pasang
surut kehidupan. Diceriterakan bahwa Yakub telah mengambil keuntungan dari kakak
laki-lakinya (Esau) yang lapar dan membeli hak berdasarkan kelahirannya dengan
sepiring makanan, dan menipu ayahnya yang buta dan sudah tua dan memperoleh
pemberkatannya yang berdasarkan hak kelahiran yang sebenarnya milik kakaknya,
Esau. Beliau bekerja selama tujuh tahun untuk memperisterikan Rahel, tetapi
ditipu oleh ayah Rahel, dan dinikahkan dengan kakak Rahel yang bernama Liah;
dengan demikian beliau harus bekerja tujuh tahun lagi untuk memperisiterikan
Rahel.
Pembantaian semua orang laki-laki oleh dua orang anak-anak Yakub yaitu
Simon dan Levi karena pencemaran (pemerkosaan) atas anak perempuan Yakub yang
bernama Dina oleh Schechim, pangeran dari kota itu, sungguh telah sangat
menyedihkan Yakub. Kelakuan anak sulungnya yang sangat memalukan, Reubin, yang
telah mencemarkan tempat tidur ayahnya dengan meniduri isteri selir Yakub, tidak
pernah dilupakan dan diampunkan oleh Yakub. Namun kesedihan terbesar yang
menimpa dirinya sesudah kematian Rahel yang dicintainya adalah menghilangnya
selama bertahun-tahun anak laki-laki yang disayanginya Yusuf. Kepergiannya ke
Mesir dan pertemuannya dengan Yusuf merupakan kegembiraan besar baginya dan
menyembuhkan kebutaannya. Yakub adalah seorang Nabi, dan dijuluki "Israel" oleh
Tuhan, nama yang kemudian dipakai oleh dua belas suku bangsa
keturunannya.
Kebijakan penggusuran hak berdasarkan kelahiran berjalan terus
sepanjang catatan dalam Kitab Genesis (Kejadian), dan Yakub merupakan pahlawan
atas pelanggaran hak atas orang lain. Beliau diceriterakan telah memberikan hak
berdasarkan kelahiran cucunya Manashi kepada adiknya Ephraim bertentangan dengan
protes dari ayah mereka Yusuf (pasal xlviii.). Beliau meniadakan hak berdasarkan
kelahiran anak sulungnya dan memberikan pemberkatan kepada Yehuda (Judah),
anaknya yang keempat, karena anak sulungnya telah meniduri Bilha, isteri selir
Yakub yang adalah ibu dari dua anak laki-laki Yakub, Dan dan Nephthali; serta
mengingkari Nephthali karena dia tidak lebih baik daripada lainnya, yaitu
berzina dengan menantunya sendiri Thamar, yang melahirkan seorang anak laki-laki
yang menjadi nenek moyang Daud dan Jesus (pasal xxv. 22, dan
xxxviii.)!
Sungguh tidak dapat dipercaya bahwa penulis atau paling tidak
editor terakhir dari buku itu "telah mendapat inspirasi dari Ruh Suci"
sebagaimana ummat Yahudi dan Kristen memberikan kesaksian. Yakub diceriterakan
telah menikahi dua orang perempuan bersaudara sekaligus, suatu perbuatan yang
dicela oleh Hukum Tuhan (Leiviticus xviii. 18.). Dengan mengecualikan Yusuf dan
Benjamin, sebenarnyalah anak-anak laki-laki lainnya dilukiskan sebagai gembala
yang kasar, penipu ( terhadap ayahnya dan Yusuf), pembunuh, pezina, yang
menunjukkan bahwa itu bukanlah keluarga yang akan menjadi Nabi sama sekali.
Tentu saja setiap Muslim tidak dapat menerima fitnah apapun terhadap seorang
Nabi atau seorang laki-laki yang lurus kecuali bila jelas dicatat atau disebut
dalam AL Qur'an. Kami tidak mempercayai dosa yang ditimpakan pada Yehuda sebagai
benar adanya (pasal xxxviii), karena bila tidak maka akan bertentangan dengan
pemberkatan oleh Yakub; dan pemberkatan inilah yang saya ajukan untuk
mempelajari dan mendiskusikannya dalam artikel ini.
Yakub pasti sudah tidak dapat memberkati anak laki-lakinya
Yehuda bila saja Yehuda benar ayah dari anak menantunya sendiri, Peres, karena
kedua pezina pasti sudah dihukum mati oleh Hukum Tuhan, Yang telah memberinya
kemampuan meramal (Leviticus xx. 12). Namun, ceritera tentang Yakub dan
keluarganya yang tidak sempurna dapat dijumpai dalam Kitab Genesis (Kejadian,
pasal xxv.- 1.).
Ramalan yang terkenal yang mungkin dianggap sebagai inti dari
wasiyat ini termuat dalam ayat ke sepuluh dari pasal empat puluh sembilan
Genesis sebagai berikut:
-
"The Sceptre shall not depart from Judah,
-
And the Lawgiver from between his feet,
-
Until the coming of Shiloh,
-
And to him belongeth the obedience of peoples."
-
"Sceptre ("tongkat kerajaan" - Alkitab dari Lembaga Alkitab Indonesia) tidak akan beranjak dari Yehuda
-
begitupun Pemberi hukum (the Lawgiver - Prof Benjamin; ruler's staff - "Bible" Revised Standard Version - The Bible Societies; lambang pemerintahan - Alkitab dari Lembaga Alkitab Indonesia) dari antara kakinya,
-
sampai Shiloh (dia yang berhak atasnya - Alkitab; he to whom it belongs - "Bible") datang,
-
maka kepadanya akan takluk bangsa-bangsa."
Yang di atas itu adalah
terjemahan harafiah dari teks bahasa Ibrani sejauh dapat saya fahami. Di dalam
teks itu ada dua kata yang unik dan tidak terdapat di tempat lain manapun dalam
Perjanjian Lama. Kata yang pertama ialah "Shiloh", dan yang lain ialah "yiqha" atau "yiqhath" (dengan konstruksi atau
kontraksi).
Shiloh terbentuk dari
empat huruf, shin, ya', lam, dan ha. Ada nama "Shiloh", nama sebuah kota di
Ephraim (1 Samuel I, dst) tetapi di situ tidak ada huruf ya'. Nama ini tidak
dapat diartikan sama dengan atau dirujuk ke nama kota di mana terdapat Ark of
the Covenant atau Tabernakel, karena hingga saat itu dalam suku bangsa Judah
tidak ada sceptre atau lawgiver yang muncul. Kata itu pastilah merujuk pada
seorang pribadi, dan tidak pada sebuah kota.
Sepanjang bisa saya ingat, semua versi Perjanjian Lama telah
mempertahankan pencantuman kata Shiloh yang orisinil tanpa menterjemahkannya.
Orang Syria Pshitta (dalam bahasa Arab al-Bessita) yang telah menterjemahkan
kata itu menjadi "dia yang berhak atasnya" - "he to whom it belongs". Mudah bagi
kita untuk melihat betapa penterjemah itu telah memahami kata itu sebagai
terdiri dari "sh" bentuk ringkas dari asher = he, that ( dia yang..), dan "loh"
(Arab "lehu"= "is his" (miliknya). Dengan sendirinya menurut Pshitta pasal itu
akan dibaca sebagai berikut: "until he to whom it belongeth come, And," etc.
("hingga dia kepada siapa itu menjadi haknya datang, Dan," dsb). Kata person
"it" mungkin merujuk ke "sceptre" atau "lawgiver" secara terpisah ataupun
kolektif, atau barangkali "it" merujuk ke kata "obedience" (takluk atau tunduk
atau patuh) dalam kalimat keempat dari ayat itu, bahasanya puitis. Menurut versi
yang penting ini logika ramalan itu akan menjadi kenyataan seperti
ini:
"Karakter kerajaan dan
kenabian tidak akan berlalu dari Judah hingga dia yang berhak atasnya datang,
karena miliknya adalah "homage of people" (penghormatan dari
bangsa).
Tetapi nyatanya kata ini berasal dari kata kerja "shalah" dan karenanya berarti "damai
(peaceful), tenang (tranquil), diam (quiet) dan patut dipercaya (trustworthy)".
Sangat mungkin bahwa beberapa pentranskrib (perekam/pencatat)
atau pengkopi "currente calamo" dan karena salah tulis telah melepaskan sisi
kiri huruf akhir "het", dan kemudian kata itu telah berubah menjadi "hi" ,
karena keserupaan dua huruf itu sangat menonjol dengan hanya sangat sedikit saja
berbeda pada sisi kiri. Bila kesalahan semacam itu telah dipindahkan dalam
manuskrip Ibrani, baik sengaja atau tidak, maka kata yang berasal dari "shalah"
berarti "mengirim, mengutus", dan bentuk past participle (salah satu bentuk masa
lampaunya) adalah "shaluh" yaitu "seseorang yang diutus, utusan."
Tetapi tidak ada sebab yang masuk akal untuk pengubahan secara
sengaja "het" menjadi "hi", karena huruf ya' tetap dipertahankan dalam bentuk
Shiloh sekarang, yang tidak memiliki waw yang perlu ada untuk bentuk masa lampau
(past participle) Shaluh. Lagipula saya pikir Septuagint telah membiarkan Shiloh
sebagaimana adanya. Karena itu satu-satunya kemungkinan perubahan adalah
perubahan huruf terakhir het menjadi hi. Jika ini yang menjadi masalahnya, maka
kata itu akan mencari bentuknya menjadi Shiluah dan artinya sama dengan "Utusan
dari Yah", gelar yang justru diberikan kepada Muhammad saw seorang diri "Rasul
Allah" yaitu "Utusan Tuhan". Saya tahu bahwa kata "shiluah" juga merupakan kata
teknis dalam "surat cerai", dan ini karena yang diceraikan itu disuruh
pergi.
Saya tidak dapat menerka interpretasi lainnya dari nama
singular ini di samping tiga versi yang saya kemukakan.
Sudah barang tentu dan dengan sendirinya bahwa ummat Yahudi
dan Kristen mempercayai bahwa pemberkatan ini merupakan ramalan-ramalan
terkemuka tentang kedatangan al masih. Bahwa Jesus, Nabi dari Nazareth, adalah
Kristus atau Al Masih tidaklah diingkari oleh seorang Muslimpun, karena
sesungguhnya Al Qur'an mengakui adanya gelar itu. Bahwa Raja Israel dan Kepala
Pendeta (High Priest) yang manapun diurapi dengan minyak suci yang terdiri dari
minyak zaitun dan berbagai rempah-rempah dapat kita ketahui dari Kitab-Kitab
Suci Ibrani (Leviticus xxx. 23-33). Bahkan Raja Persia yang bernama Zardushti
Koresh disebut Kristus Tuhan: "Tuhan pun berfirman kepada Cyrus KristusNya,"
dsb. (Yesaya xlv. 1-7).
Agak berlebihan untuk menyebutkan di sini bahwa meskipun
Cyrus maupun Jesus tidak diurapi dengan ramuan suci, namun mereka keduanya
disebut al Masih.
Tentang Jesus, bahkan meskipun misi kenabiannya diakui oleh
orang Yahudi, tugas kemasihannya tidak pernah dapat diterima oleh mereka, karena
tidak ada satupun tanda-tanda atau sifat-sifat al Masih yang mereka harapkan ada
pada orang yang mereka coba untuk menyalibnya itu. Orang Yahudi itu mengharapkan
al Masih dengan pedang dan kekuasaan sementara, seorang penakluk yang akan
mengembalikan dan melebarkan kerajaan Daud, dan seorang al Masih yang akan
mengumpulkan orang-orang Yahudi yang sudah tersebar, kembali ke tanah Kanaan dan
menundukkan banyak bangsa-bangsa di bawah kuasanya.; tetapi mereka tidak pernah
dapat mengaku dirinya sebagai seorang pengkhotbah dari Bukit Zaitun, atau
seseorang yang dilahirkan dalam palung.
Alasan-alsan berikut ini dapat diajukan untuk menunjukkan bahwa
nubuah yang sangat kuno ini secara praktis dan harfiah telah dipenuhi oleh Nabi
Muhammad saw. Melalui ungkapan-ungkapan alegoris "Sceptre" dan "Lawgiver" para
komentator secara tak dapat dibantah telah mengakui ungkapan itu masing-masing
diartikan sebagai otoritas kerajaan dan nubuah (royal authority and prophecy).
Tanpa berhenti lama untuk meneliti akar dan asal kata kedua tunggal "yiqha",
kita bisa memakai salah satu dari dua arti, kepatuhan (obedience) dan harapan
(expectation).
Baiklah kita ikuti interpratsi dari "Shiloh" seperti di dalam
versi Pshitta: "dia yang berhak atasnya" ("he to whom it belongs"). Secara
praktis ini berarti "pemilik dari sceptre dan hukum", atau "dia yang memiliki
kedaulatan dan kekuasaan legislatif, dan semua bangsa tunduk pada kedaulatan dan
kekuasaannya (and his is the obedience of nations)." Siapakah gerangan yang
mungkin menjadi Pangeran dan Pemberi hukum agung itu? Pastilah bukan Nabi Musa,
karena beliau adalah pengatur utama atas Dua Belas Suku Yahudi, dan sebelum
beliau tidak pernah ada seorang raja atau nabi dalam suku bangsa Yehuda.
Pasti
bukan pula Daud, karena beliau adalah raja pertama dan nabi keturunan Yehuda.
Dan terbukti bukan pula Jesus Kristus, karena beliau sendiri menolak gagasan
bahwa al Masih yang diharapkan oleh orang Yahudi adalah anak laki-laki Daud
(Matius xxii. 44-45; Markus xii. 35-37; Lukas xx. 41-44). Beliau tidak
meninggalkan hukum tertulis, dan tak pernah bermimpi memangku tongkat kerajaan
(royal sceptre); kenyataannya beliau menasehati orang-orang Yahudi agar setia
kepada Caesar dan memberikan penghormatan kepadanya, dan dalam satu peristiwa
orang banyak mencoba menjadikan Jesus seorang raja, tetapi beliau meloloskan
diri dan bersembunyi. Injilnya ditulis di atas suatu lempengan dalam hati
beliau, dan beliau menyampaikan "kabar gembira", tidak dalam bentuk tulisan
tetapi beliau menyampaikannya secara lisan.
Dalam nubuah ini tidak ada masalah
tentang penyelamatan dari dosa asli dengan darah orang yang disalib, demikian
juga tidak ada masalah tentang kekuasaan manusia-tuhan atas hati manusia.
Tambahan pula Jesus tidak menghapuskan Hukum Musa, tetapi beliau menyatakan
dengan jelas bahwa beliau datang untuk memenuhinya; demikian pula Jesus bukan
Nabi Terakhir, karena sesudah beliau St Paul berbicara tentang banyak "nabi"
dalam Gereja.
Nabi Muhammad saw datang dengan kekuatan militer dan Al
Qur’an untuk menggantikan tongkat kerajaan (sceptre) Yahudi yang sudah usang dan
tidak dapat dipergunakan lagi dan hukum yang sudah ketinggalan zaman serta suatu
kependetaan yang koruptif. Beliau mengumumkan agama yang paling murni dalam
menyembah satu Tuhan yang sejati, dan meletakkan doktrin praktis yang paling
baik dan aturan-aturan moral serta tingkah laku manusia. Beliau membangun agama
Islam yang telah mempersatukan banyak bangsa dan orang-orang ke dalam satu
persaudaraan yang sebenarnya yang tidak mempersekutukan Tuhan dengan suatu
apapun. Semua orang Muslim tunduk patuh kepada Nabi Allah, mencintai dan
menghormatinya sebagai pendiri dan pembangun agama mereka, tetapi tidak pernah
memuja beliau atau memberikan kehormatan suci dan atribut. Beliau mengusir dan
mengakhiri hingga puing terakhir wilayah bangsa Yahudi di Qureida dan Khaibar
dengan memusnahkan semua istana dan benteng mereka.
Interpretasi kedua dari tetagram "Shilh" diucapkan Shiloh, sama
pentingnya dan menguntungkan Nabi Muhammad saw. Seperti telah ditunjukkan di
atas, kata itu berarti: "tenang, damai, patut dipercaya, diam" dan sebagainya.
Bentuk kata itu dalam bahasa Aramiah ialah Shilya, dari akar kata yang sama
Shala atau shla. Kata ini tidak dipakai dalam bahasa Arab.
Adalah suatu kenyataan yang diketahui dengan baik dalam sejarah
Nabi Arabia ini bahwa sebelum panggilan Kenabiannya, beliau adalah pendiam
sekali, damai, patut dipercaya, dan memiliki sifat kontemplatif dan menarik;
bahwa beliau dijuluki orang-orang Mekkah dengan "Muhammad al-Emm" (Muhammad al
Amien – pen.). Ketika orang-orang Mekkah memberi julukan kepada beliau "Emm"
atau "Amm" orang-orang Mekkah itu sama sekali tidak memiliki gagasan tentang
Shiloh, namun kebodohan orang-orang Arab penyembah berhala ini telah
dipergunakan Tuhan untuk mengelabui orang-orang Yahudi yang tidak percaya, yang
memiliki Kitab Suci dan mengetahui isinya. Kata amana dalam bahasa Arab, seperti
bahasa Ibrani aman, berarti: "menjadi mantap, ajeg, aman," dan karenanya:
"menjadi tenang, setia dan patut dipercaya," menunjukkan bahwa "amin" dengan
tepat merupakan padanan (ekivalen) dari Shiloh, dan mengabarkan semua arti yang
terkandung di dalamnya.
Nabi Muhammad saw sebelum beliau dipanggil Tuhan untuk
menyampaikan wahyu agama Islam dan memusnahkan penyembahan berhala yang dicapai
dengan keberhasilan, adalah seorang laki-laki yang sangat pendiam dan tulus di
Mekkah; beliau bukan seorang pahlawan perang, juga bukan seorang legislator;
tetapi bahwa sesudah beliau menyandang misi kenabian itulah beliau menjadi
pembicara yang paling ulung dan seorang Arab pemberani. Beliau berperang melawan
orang-orang kafir dengan pedang di tangan, bukan untuk kepentingan pribadi,
tetapi untuk kemuliaan Allah dan fondasi agamaNya – Al Islam. Allah menunjukinya
pada kunci kekayaan dunia, tetapi beliau tidak mau menerimanya, dan ketika
beliau wafat praktis beliau adalah seorang laik-laki yang miskin.
Tiada
penyembah Tuhan lainnya, baik dia raja atau nabi, yang telah memberikan bakti
besar dan berharga yang begitu mengagumkan kepada Tuhan dan manusia sebagaimana
telah diperbuat oleh Nabi Muhammad saw; kepada Tuhan dalam menghapuskan
penyembahan berhala dari sebagian besar dunia, dan kepada manusia dengan telah
memberikan agama yang paling sempurna dan hukum yang terbaik sebagai petunjuk
dan pengaman. Beliau merebut tongkat kerajaan (sceptre) dan hukum dari bangsa
Yahudi; memperkuat yang pertama dan menyempurnakan yang kemudian. Kalau saja
Nabi Muhammad saw diperkenankan menampakkan diri kembali di Mekkah atau Medinah
sekarang ini, beliau akan disambut oleh orang-orang Muslim dengan kasih sayang
dan kepatuhan yang sama seperti telah beliau saksikan di sana ketika hidup
beliau.
Dan beliaupun akan melihat dengan penuh kesenangan bahwa Kitab Suci yang
telah beliau serahkan masih tetap sama tanpa sedikitpun ada perubahan di
dalamnya, dan bahwa Al Qur’an itu dilagukan dan dibaca persis sama seperti yang
beliau lakukan bersama para sahabat. Beliau akan gembira memberi selamat kepada
mereka atas kesetiaan mereka kepada agama dan Keesaan Allah; dan kenyataan bahwa
mereka tidak menjadikan beliau sebagai tuhan atau anak tuhan.
Sedang tentang interpretasi ketiga dari nama "Shiloh" telah
saya catat bahwa mungkin itu suatu perubahan kata "Shaluah" dan dalam hal itu
maka tak diragukan bahwa itu sesuai dengan gelar Nabi dalam bahasa Arab yang
begitu sering diulang namanya dalam AL Qur’an, yaitu "Rasul" yang berarti tepat
sama dengan arti Shaluah yaitu: "seorang Utusan," "Shaluah Elohim" bangsa Ibrani
adalah sama dengan "Rasul Allah" yang namanya diserukan lima kali sehari oleh
Bilal penyeru kepada sholat dari menara semua mesjid di dunia.
Beberapa nabi dalam AL Qur’an, terutama mereka yang diberi Kitab
Suci, disebut sebagai "Rasul"; tetapi tidak di dalam pasal manapun lainnya dalam
Perjanjian Lama dapat kita jumpai kata Shiloh atau Shaluah kecuali di dalam
Wasiyat Yakub.
Nah kini dari sudut
pandang manapun kita coba untuk mempelajari dan meneliti nubuah Yakub tersebut,
kita dipaksa melalui sebab alasan telah terpenuhinya ramalan itu secara nyata
dalam pribadi Nabi Muhammad saw, untuk mengakui bahwa orang-orang Yahudi itu
dengan sia-sia telah menanti kedatangan Shiloh lainnya, dan bahwa orang –orang
Kristen dengan keras kepala bertahan dalam kesalahan mereka dalam meyakini bahwa
adalah Jesus yang dimaksudkan dengan Shiloh.
Selanjutnya ada pengamatan lain yang pantas mendapat perhatian
serius dari kita. Pertama sangatlah sederhana bahwa tongkat kerajaan dan
legislator akan tetap dalam suku bangsa Yehuda selama Shiloh tidak nampak dalam
arena. Menurut pengakuan orang Yahudi, Shiloh itu belum datang. Karena itu
selanjutnya tongkat kerajaan dan suksesi kenabian itu masih ada dan menjadi
milik suku bangsa itu. Namun institusi (sceptre dan lawgiver) itu telah lenyap
lebih dari tiga belas abad yang lalu.
Kedua dapat diamati bahwa suku bangsa Yehuda itu juga telah
punah bersama dengan hilangnya kekuasaan kerajaan dan suksesi kenabian.
Merupakan kondisi yang tidak dapat diabaikan bahwa untuk mempertahankan
eksistensi suatu suku bangsa dan identitasnya perlu untuk menunjukkan bahwa suku
bangsa itu secara keseluruhan hidup di negerinya sendiri atau di tempat lain
secara kolektif dan mempergunakan bahasanya sendiri. Tetapi bagi bangsa Yahudi
masalahnya justru kebalikannya. Untuk membuktikan diri anda seorang Israel, anda
hampir tidak menemukan kesulitan, karena setiap orang akan mengakui anda, tetapi
anda tidak akan pernah dapat membuktikan diri anda sendiri termasuk ke dalam
salah satu dari dua belas suku bangsa itu. Anda telah terpencar-pencar dan
kehilangan bahasa anda sendiri.
Bangsa Yahudi terpaksa menerima salah satu dari alternatif,
yaitu mengakui bahwa Shiloh telah datang, tetapi bahwa nenek moyang mereka tidak
mengenalinya, atau menerima kenyataan bahwa tidak lagi ada suku bangsa Yehuda
dari mana Shiloh itu akan harus datang.
Sebagai pengamatan yang ketiga, harus dicatat bahwa bertentangan
sekali dengan apa yang diyakini ummat Judeo Kristiani, teks itu jelas berarti
bahwa Shiloh harus seorang asing sama sekali terhadap suku bangsa Yehuda, dan
bahkan terhadap semua suku bangsa lainnya. Hal ini begitu nyata bahwa renungan
sejenak sudah cukup untuk meyakinkan seseorang. Ramalan itu jelas menunjukkan
bahwa ketika Shiloh datang, maka tongkat kerajaan dan legislator itu akan lenyap
dari suku bangsa Yehuda; hal ini hanya dapat disadari bila Shiloh itu seorang
asing sama sekali terhadap suku bangsa Yehuda. Kalau Shiloh itu keturunan dari
Yehuda, bagaimana mungkin ada dua unsur yang hilang dari suku bangsa itu? Shiloh
tidak pula mungkin keturunan dari suku bangsa lainnya, karena tongkat kerajaan
dan legislator itu untuk seluruh bangsa Israel dan bukan untuk satu suku bangsa
saja. Pengamatan ini membinasakan klaim orang-orang Kristen juga karena Jesus
adalah keturunan Yehuda dari fihak ibu Maryam.
Saya sering merasa heran terhadap orang-orang
Yahudi yang suka mengembara dan berbuat salah. Selama dua puluh lima abad mereka
telah mempelajari seratus bahasa bangsa-bangsa yang telah mereka layani. Karena
kaum Ismail dan Israel kedua-duanya keturunan Nabi Ibrahim, menjadi masalahkah
bagi mereka bila Shiloh itu datang dari Yehuda atau dari Zebulun, dari Esau atau
Isachar, dari Ismail atau Ishaq, selama mereka itu masih keturunan Nabi Ibrahim?
Patuhilah hukum dari Nabi Muhammad saw, jadilah Muslim, dan itu berarti anda
dapat berangkat dan menetap hidup di tanah airmu yang dulu dengan damai dan
aman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar