Minggu, 14 September 2025

PEMIMPIN MAIN-UANG, SISWA IKUT MAIN-NILAI

 Korupsi Pendidikan: Dari Kepala Dinas hingga Menteri

Ruang ide 2025
Mantan Kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur jadi tersangka korupsi dana SMK ratusan miliar. Bagi sebagian masyarakat awam? Mungkin  mereka akan berpikir   :“ya sudah biasa itu, kan sering dengar tidak kali ini saja”. Tapi serius,ini Bro… bukan hanya yang ratusan miliar!  bahkan yang ratusan triliun,  mereka banyak yang aman dan  tetap aman-aman saja.
boleh di baca juga : guru-impresif-investasi-negara-yang.

Dan itu bukan cuma di level provinsi lo...,-mantan Menteri Pendidikan pun terseret kasus korupsi, walau obyek korupsinya berbeda. Nah, kalau stake holder dan pengelola pendidikan sudah menghalalkan segala cara untuk tujuan hanya demi uang, maka jangan kaget kalau para siswapun meniru menghalalkan segala cara : Ngerpek, nyontek, dan sejenisnya hanya memburu, mendapatkan  dan demi angka-angka yang sering di sebut  dengan "nilai". 

eks kadindik jatim .foto dari Kompas.com

Mereka sudah menerima contoh melalui media bahwa hasil bisa dicapai tanpa proses. Dan kelak, jangan heran kalau sebagian dari mereka jadi calon koruptor, karena sejak di bangku sekolah sudah diberikan contoh moral yang salah, oleh seseorang yang seharusnya jadi panutan dan contoh bagi kehidupan nya.

Ingat: menjadi pemimpin itu tidak hanya sebatas mengatakan kebenaran dan kebaikan, tetapi juga melakukan kebaikan dan kebenaran yang menghasilkan kejujuran. Nilai yang lahir dari kepemimpinan yang jujur akan menular ke generasi berikutnya, bukan menjadi contoh skandal yang memalukan masyarakat dan bangsa."

Dan kasus ini ibarat gunung es. Yang tampak di permukaan sedikit, tapi bagian bawahnya? Masih mengancam dan siap menenggelamkan semuanya.


SMK Bergabung ke Provinsi: Siapa yang Dirugikan?

Sejak 2017, SMK dan SMA ‘dipaksa’ diambil alih oleh provinsi. Sejak itu, keresahan para guru tidak lagi sekadar bisik-bisik; tunjangan yang seharusnya mereka terima dari kabupaten atau kota hilang begitu saja. SMK dan SMA berada di bawah provinsi, tetapi kompensasinya masih ngambang tak menentu. Banyak guru memilih diam, tak berani protes. Apakah karena takut, ataukah sudah lelah dan pasrah menghadapi sistem yang jelas-jelas tidak memihak ini?

Kini saatnya mendorong koreksi kebijakan: kembalikan SMK ke kabupaten, atau perbaiki sistem provinsi dan pulihkan hak-hak guru yang dirampas. Bayangkan, ratusan milyar yang semestinya menjadi hak pendidik, jika tidak dikorupsi oleh segelintir pimpinan jahat, akan menjadi "prasasti" nyata bagi generasi berikutnya bahwa provinsi mampu mengayomi dan berpihak pada guru-bukan menjadi catatan memalukan yang akibatnya harus ditanggung masyarakat dan bangsa..

boleh di lihat : rasa-aman-yang-menipu-nasehat-untuk.html

aku bingung........sumpah bingung     

Jika pemimpin mempermainkan uang rakyat, siswa pun ikut terjebak mempermainkan angka yang disebut nilai. Nilai hanyalah angka; proses belajar disamakan dengan formalitas semata. Akibatnya, moral generasi pun ikut terseret arus. Kep an kita pun ikut terseret.

Maka, marilah kita dorong transparansi, tegakkan hak guru, dan ingatkan semua: pendidikan yang jujur lahir dari pemimpin yang jujur.

Pak J

Selasa, 09 September 2025

RASA AMAN YANG MENIPU

Ruang Ide, Sept 2025 Setiap manusia mendambakan rasa aman dan tenteram. Namun, pernahkah kita sadar bahwa rasa aman di dunia ini bisa saja menipu? Rasa aman yang membuat kita lengah, lalai, dan berani melanggar batas-batas yang Allah tetapkan.

Allah sudah mengingatkan dengan tegas dalam Al-Qur’an:

“(Yaitu) pada hari (kiamat) ketika harta dan anak-anak tidak lagi berguna, kecuali orang-orang yang datang menghadap Allah dengan hati yang bersih.”
(QS. Asy-Syu’ara: 88–89)

Ayat ini menjadi tamparan keras bagi kita. Dunia dengan segala gemerlapnya sering membuat manusia merasa aman. Aman untuk bermaksiat, aman untuk meninggalkan sholat, aman menuruti hawa nafsu aman mengambil hak masyarakat, aman  mengkhianati amanat. Padahal, rasa aman seperti ini hanyalah tipuan sesaat yang akan berubah menjadi ketakutan mengerikan  di akhirat.

Sehat itu murah : Susu Kambing Probiotik

Rasa Aman yang Salah Kaprah

Banyak orang merasa aman karena masih diberi umur panjang, sehat, dan rezeki yang berlimpah. harta benda yang mengaggumkan, sertifikat tanah yang banyak dan berkuasa yang menggiurkan. Mereka lupa bahwa semua itu bukan jaminan keselamatan di hadapan Allah. Justru sering kali nikmat itu menjadi ujian: apakah kita bersyukur atau justru semakin berani melanggar perintah-Nya?

Rasa aman inilah yang menjerumuskan. Ia membuat manusia silau dengan harta, jabatan, dan pujian. Ia menutup mata hati sehingga dosa dianggap biasa, maksiat dipandang sepele, dan akhirat dilupakan.

Baca ini :Guru impresif investasi negara yang terlupakan.

Sepuluh Saksi yang Tidak Pernah Lupa

Manusia boleh lalai, tetapi saksi-saksi amal tidak pernah tidur. Setiap langkah kita, sekecil apa pun, dicatat dengan teliti.

Sekurang-kurangnya ada sepuluh saksi yang akan bersuara di hadapan Allah:

  1. Telinga kita,yang mendengar.

  2. Mata kita,yang melihat.

  3. Lidah kita, yang berbicara.

  4. Tangan yang bergerak.

  5. Kaki yang melangkah.

  6. Hati yang menyimpan niat.

  7. Bumi yang diinjak.

  8. Malam yang kita lalui.

  9. Siang yang kita jalani.

  10. Para malaikat Raqib, Atid, dan Hafadzah yang mencatat tanpa pernah salah.

Semua ini akan menjadi saksi, apakah kita gunakan untuk taat atau durhaka.

Nasehat untuk Jiwa yang Lupa

Saudaraku, jangan pernah merasa aman ketika berbuat dosa. Jangan tertipu oleh kesehatan, usia muda, atau harta yang banyak. Semua itu bisa habis dalam sekejap. Dan ketika maut datang, kita hanya membawa amal, bukan  kekayaan, kekuasaan dan jabatan. apalagi gelar. gelar kita yang terakhir lah yang kita bawa, yakni "al marhum"

Rasa aman yang sejati hanyalah bagi mereka yang berusaha menjaga hati tetap bersih, yang tunduk pada perintah Allah, yang menahan diri dari larangan-Nya, serta yang sadar bahwa dunia hanyalah persinggahan sementara.

Mari kita periksa hati kita masing-masing. Sudahkah kita benar-benar takut kepada Allah? Ataukah kita masih merasa aman untuk bermaksiat? aman untuk tidak berbuat adil. dan merasa aman berbuat curang, gosok sana geser sini untuk "jabatan dunia" ini

Ingatlah, rasa aman di dunia bisa berbalik menjadi ketakutan di akhirat. Tapi rasa takut kepada Allah di dunia justru akan berubah menjadi ketenteraman abadi di akhirat.


Semoga tulisan singkat ini menjadi pengingat bagi  saya kususnya, dan bagi kita semua pada umumnya. Jangan biarkan hati kita tertipu oleh rasa aman yang palsu. Mari kita jaga iman, bersihkan hati, keadilan diri dan kembalikan seluruh langkah kita hanya untuk Allah.

Waalloh a'lam bishowab

Tulisan ini untuk pengingat diriku sendiri. bukan orang lain.

Sabtu, 06 September 2025

GURU IMPRESIF INVESTASI NEGARA YANG AKAN MENDUNIA

 Nganjuk,7 September 2025.

Ingin sehat dengan cara murahSUSU Kambing  probiotik HED GOAT

A
da satu hal sederhana tapi "sering terlewat" dari Masyarakat: murid tidak hanya belajar dari apa yang diajarkan, tapi juga dari bagaimana seorang guru hadir. Kehadiran yang biasa-biasa saja mungkin cukup untuk mengisi waktu belajar, tapi tidak akan pernah cukup untuk menyalakan api di dada anak-anak. Di sinilah bedanya guru biasa dengan guru impresif.

Guru impresif tidak sekadar menyampaikan materi, melainkan meninggalkan kesan. Ia seperti jejak yang tak mudah hilang, bahkan ketika murid sudah melangkah jauh di masyarakat.

Dan menariknya, manfaat itu tidak berhenti pada murid semata. Lingkarannya lebih luas, menjangkau diri guru, lembaga, bahkan masyarakat.

Baca jua : mengajar hanya pekerjaan mendidik.html

Manfaat nya :
Bagi Diri Guru

Guru yang impresif merasakan sesuatu yang sering hilang dari rutinitas: makna. Mengajar bukan sekadar pekerjaan, melainkan perjalanan untuk tumbuh bersama murid. Dari sana lahir kepuasan batin, kepercayaan diri, dan keinginan untuk terus belajar. Guru menemukan bahwa profesinya bukan sekadar kewajiban, melainkan kesempatan untuk dikenang.

Bagi Murid

Murid yang bertemu guru impresif ibarat menemukan pintu ke dunia baru. Semangat belajar mereka tumbuh, rasa ingin tahu tak pernah padam, dan nilai bukan lagi sekadar angka, tapi perjalanan membentuk jati diri. Guru impresif menjadi kompas yang mengarahkan langkah tanpa harus memaksa.

Bagi Lembaga

Sebuah lembaga pendidikan yang memiliki guru impresif akan berbeda auranya. Nama baiknya terangkat, suasana belajarnya hidup, dan kepercayaan masyarakat semakin kuat. Lembaga itu bukan hanya tempat menimba ilmu, melainkan ruang yang melahirkan kebanggaan bersama. Guru impresif membuat sekolah tidak sekadar berdiri secara fisik, tapi berdiri secara martabat.


Baca Jua : Ketika ilmu menjadi jalan mengenal Dia.

Bagi Masyarakat

Ketika murid tumbuh dengan inspirasi, maka masyarakat pun merasakan hasilnya. Anak-anak kembali sebagai pribadi yang siap berkarya, membawa nilai-nilai yang telah mereka serap. Guru impresif pada akhirnya tidak hanya mendidik murid, tapi juga menyiapkan wajah baru masyarakat.

Guru impresif ibarat mata air. Dari dirinya, mengalir manfaat bagi banyak pihak: diri sendiri, murid, lembaga, dan masyarakat. Dan setiap tetes yang mengalir itu pada akhirnya bermuara pada satu hal: perubahan.

Dari Pintu Ruang Kelas Menuju Perubahan Sejati

Ruang kelas selalu sederhana. Sebuah pintu yang setiap pagi dibuka, deretan bangku, papan tulis, dan suara riuh yang khas. Dari luar mungkin terlihat biasa, tapi di balik pintu itu, sesuatu yang besar selalu terjadi.

Di sanalah sebuah perjalanan dimulai. Perjalanan yang tidak hanya melibatkan murid, tapi juga guru, lembaga, dan masyarakat. Ruang kelas hanyalah titik awal-sebuah pintu masuk menuju perubahan sejati.

Saat Guru Menyalakan Api

Guru impresif tahu, murid tidak cukup diberi buku dan soal. Mereka butuh percikan api yang menyalakan semangat. Setiap kata yang lahir, setiap tatapan yang meneguhkan, menjadi percikan yang mengubah suasana kelas. Dari suasana itulah lahir murid yang berani bertanya, berani mencoba, dan berani gagal.

Api kecil itu menyala, menular, lalu menjadi obor yang terus mereka bawa ke luar kelas.

Lembaga yang Berdenyut Hidup

Ketika kelas penuh cahaya, lembaga pun ikut berdenyut hidup. Suasananya berbeda. Dinding sekolah tidak lagi sekadar bangunan, melainkan saksi dari semangat yang tumbuh. Reputasi lembaga terangkat bukan karena brosur atau papan nama, tetapi karena cerita-cerita kecil yang dibawa pulang murid ke rumah mereka.

Lembaga pendidikan yang memiliki guru impresif tidak hanya menampung anak-anak, tetapi melahirkan kebanggaan dan kepercayaan.

Masyarakat yang Merasakan Buahnya

guru dan pemimpin impresif
Dari pintu ruang kelas, cahaya itu keluar. Murid yang tumbuh dengan inspirasi menjadi pribadi yang berbeda di tengah masyarakat. Mereka tidak hanya pandai, tetapi juga berkarakter. Masyarakat merasakannya: ada generasi baru yang siap bekerja, siap memimpin, dan siap menjaga nilai-nilai.

Guru impresif tidak pernah sendirian. Apa yang ia tanam di kelas menjadi pohon rindang yang buahnya dinikmati masyarakat luas.

Perubahan Sejati

Perubahan sejati tidak pernah datang tiba-tiba. Ia lahir dari hal-hal kecil di ruang kelas: sapaan pagi, dorongan untuk berani, teladan yang diam-diam dicontoh murid. Dari sana perjalanan panjang itu dimulai, berjalan melewati guru, lembaga, hingga masyarakat.

Dan semua itu bermula dari satu pintu kelas yang sederhana.

Benih yang Tumbuh

Setiap ruang kelas adalah ladang. Guru impresif menanam benihnya lewat kata-kata, sikap, dan keteladanan. Benih itu kecil, bahkan kadang tak terlihat. Tapi ia jatuh tepat di tanah hati murid yang siap menerima.

Awalnya, tidak ada yang berubah. Murid masih bermain, masih gaduh, masih penuh tanda tanya. Tapi perlahan, sesuatu bergerak di dalam diri mereka. Benih itu mulai tumbuh—kadang dalam bentuk keberanian untuk mengangkat tangan, kadang dalam tekad untuk menyelesaikan tugas, kadang dalam rasa malu jika lalai.

Guru impresif tahu, hasilnya tidak instan. Benih butuh waktu, butuh pupuk kesabaran, butuh siraman doa. Dan setiap hari di ruang kelas, benih itu dirawat dengan telaten.

Dari Kelas ke Lembaga

Ketika benih itu tumbuh di hati murid, lembaga pun ikut menuai hasilnya. Suasana belajar berubah: dari sekadar rutinitas menjadi pengalaman yang hidup. Dinding sekolah yang dulu sunyi kini dipenuhi gema tawa, semangat, dan keberanian murid untuk bermimpi.

Lembaga yang tadinya hanya tampak sebagai bangunan, kini hidup sebagai rumah kedua. Tempat di mana anak-anak merasa aman, diterima, dan dihargai. Semua itu terjadi karena ada guru impresif yang menanam dengan hati.

Dari Lembaga ke Masyarakat

Benih yang tumbuh di ruang kelas tidak berhenti di sana. Ia ikut dibawa pulang, menular pada keluarga, dan akhirnya terasa di masyarakat. Orang tua melihat perubahan sikap anak mereka, tetangga merasakan dampak dari generasi yang lebih peduli, dan perlahan, masyarakat menjadi ladang yang subur pula.

Masyarakat mulai menyadari: perubahan besar ternyata lahir dari benih kecil yang ditanam di ruang kelas sederhana.

Apa yang tumbuh dari benih itu tidak mudah hilang. Murid mungkin akan beranjak dewasa, melewati banyak jalan, bahkan melupakan sebagian pelajaran di buku. Tapi mereka jarang melupakan bagaimana mereka pernah disemangati, dimotivasi, dan diyakinkan oleh gurunya.

Jejak yang Menggema

Setiap kisah punya akhirnya, tapi jejak guru impresif tidak pernah benar-benar selesai. Apa yang mereka tanam di ruang kelas akan terus berjalan, melewati lembaga, merasuk ke masyarakat, dan akhirnya kembali lagi sebagai gema perubahan.

Ruang kelas mungkin sederhana. Hanya ada papan tulis, kursi kayu, dan pintu yang dibuka setiap pagi. Tapi di balik kesederhanaan itu, lahirlah benih-benih masa depan. Murid yang berani bermimpi, lembaga yang berwibawa, masyarakat yang berdaya-semuanya berawal dari sana.

Dan guru impresif? Ia bukan hanya bagian dari perjalanan, tapi fondasi yang membuat perjalanan itu ada.

Maka, ketika pintu kelas ditutup setiap sore, sejatinya perjalanan itu baru saja dimulai. Perjalanan menuju perubahan sejati, yang tidak pernah berakhir.

Pak J

MENGAJAR HANYA PEKERJAAN, MENDIDIK ADALAH PANGGILAN KEHIDUPAN

 Ruang Ide,

Serius deh, sepintar apa pun kita bikin RPP, secanggih apa pun metode yang kita bawa dari seminar, kalau anak di kelas malah molor, ngobrol sendiri, atau ngelihatin HP sambil cengar-cengir, itu tandanya ada yang keliru. Bukan di mereka, tapi di kita.

Kenapa? Karena kita cuma jadi guru pengajar. Datang, buka buku, kasih tugas, ngasih nilai. Udah. Kadang malah mirip guru les keliling—bedanya, kita digaji negara.

Padahal anak-anak itu nggak cuma butuh otaknya dipenuhi materi. Mereka butuh hatinya disentuh. Butuh contoh nyata gimana caranya hidup dengan benar. Mereka butuh sosok yang bisa mereka segani, yang kalau ngomong nggak cuma masuk kuping kiri keluar kuping kanan.

Baca Jua: ketika-ilmu menjadi jalan mengenal "Dia"


Nah, itu bedanya dengan guru pendidik.
Guru pendidik itu nggak sekadar ngejar target kurikulum. Dia ngajarin anak buat kenal Tuhannya, sayang sama orang tuanya, hormat pada gurunya, dan peduli sama sekitar. Dia bisa bikin anak merasa “aku harus berubah” bukan karena takut nilai jelek, tapi karena sadar ini buat masa depannya.

Kalau kita cuma ngajar, anak paling inget kita sebatas, “Oh iya, Bu itu pernah ngasih PR banyak banget.” Tapi kalau kita mendidik, anak bakal inget seumur hidup, “Pak itu pernah ngajarin aku jadi manusia yang lebih baik.”

Mau sehat dengan cara murah :Susu Kambing Etawa,tanpa gula sintetis

Jujur aja, pilih yang mana: mau dikenal sebagai tukang ngasih soal, atau jadi orang yang dikenang karena menyalakan arah hidup murid?

Mengajar itu pekerjaan.
Mendidik itu panggilan jiwa.

Pak J

Kamis, 04 September 2025

KETIKA ILMU MENJADI JALAN MENGENAL " DIA"

Mau sehat dengan cara Murah .hed goat susu sehat
Surabaya, 5 Sept 2025 Ruang ide.
 

Aku selalu percaya, mendidik bukanlah sekadar membuat muridku cerdas, apalagi hanya pintar berhitung atau pandai menjawab soal ujian. Bukan itu yang aku cari. Tujuan utamaku jauh lebih jauh dari sekadar angka rapor dan nilai.

Aku ingin mengajar karena aku ingin menyampaikan kebaikan. Aku ingin menanamkan akhlak yang benar, kebenaran yang Allah perintahkan. Aku ingin menjadi jalan, sekecil apa pun, agar muridku mengenal "DIA" mengenal Tuhannya. Jika melalui pelajaran sederhana yang aku sampaikan, mereka belajar untuk jujur, taat pada orang tua, hormat kepada guru, peduli pada sesama, menjaga diri, mencintai lingkungannya, dan berbuat baik kepada bangsanya-maka itu sudah lebih dari cukup bagiku.

 Baca juga :Jangan rusak warisan sejarah bangsamu


Aku tidak butuh menjadi guru yang populer, tidak menginginkan jabatan, dan memburu sertifikasi dari negaraku. dan aku juga  tidak perlu muridku mengingat namaku selamanya. Aku hanya ingin mereka mengingat Allah, mengenal-Nya, dan menjalani hidup dengan hati yang bersih. Sebab apa gunanya ilmu yang tinggi, jika hati tetap rendah dan hina? Apa artinya pintar, jika tidak berbuat benar?

Bagiku, mendidik bukan sekadar memindahkan pengetahuan. Mendidik adalah menyalakan cahaya di hati anak-anak, agar cahaya itu menuntun langkah mereka, bahkan ketika mereka sudah tidak lagi duduk di hadapanku.

Baca Juga: Negeri cerdas mengapa harus dipimpin oleh .....


Dan bila suatu hari mereka tumbuh menjadi manusia yang penuh empati, yang peduli kepada dirinya, keluarganya, sesamanya, dan Tuhannya-maka di situlah letak kebahagiaan seorang guru sejati.


Pak J

Rabu, 03 September 2025

NEGERI CERDAS, MENGAPA HARUS DIPIMPIN OLEH YANG ABAI PADA ETIKA?

Ruang Ide
Indonesia dikenal sebagai negeri dengan sumber daya manusia melimpah. Gudangnya orang-orang cerdas, berintegritas, dan berprestasi. Dari desa hingga kota, kita melihat putra-putri bangsa yang memiliki kapasitas kepemimpinan, dedikasi, dan keikhlasan dalam mengabdi. Namun ironis, ketika momentum pemilihan presiden datang, yang muncul ke permukaan justru figur-figur yang dituding publik penuh kontroversi: minim kapasitas, gemar beretorika, bahkan dituding menghalalkan segala cara demi meraih kursi kekuasaan.

Pertanyaannya sederhana namun mendasar:
Mengapa bangsa yang kaya akan orang cerdas, harus rela dipimpin oleh mereka yang abai pada etika?


Kita tentu tidak menolak proses demokrasi. Pemilu adalah jalan sah bagi rakyat memilih pemimpin. Namun demokrasi yang sehat menuntut penyelenggara negara, termasuk KPU, agar benar-benar menjaga marwah keadilan. Ketika rakyat melihat calon pemimpin dengan rekam jejak rapuh tetap diloloskan, kecurigaan pun lahir: apakah hukum, aturan, dan etika benar-benar berdiri di atas keadilan, ataukah sekadar alat legitimasi bagi ambisi politik segelintir orang?

Bangsa ini tidak kekurangan calon pemimpin berkualitas. Para akademisi, tokoh masyarakat, praktisi, dan bahkan anak-anak muda telah menunjukkan kapasitas luar biasa. Tetapi sayangnya, dalam politik kita, kecerdasan dan integritas sering kalah oleh intrik, pencitraan, dan kekuasaan uang. Maka publik wajar bertanya: apakah pemimpin bangsa ini ditentukan oleh kualitas nyata, atau hanya oleh kelicikan strategi dan keberpihakan lembaga tertentu?

Lebih jauh, hari ini publik juga disuguhi kabar bahwa seorang warga berani menggugat pemimpin tersebut hingga Rp125 triliun, sekaligus menuntut agar jabatan yang diraihnya saat ini dinyatakan tidak sah. Gugatan ini menjadi simbol bahwa nurani rakyat masih hidup, dan peradilan diharapkan benar-benar berdiri sebagai benteng terakhir demokrasi.

Rakyat berhak mendapatkan pemimpin yang jujur, cerdas, dan berpihak pada kepentingan umum, bukan sekadar pandai mengatur narasi. Jika yang dihadirkan kepada rakyat hanyalah kandidat yang dipersepsikan sebagai “pembohong” atau “menghalalkan segala cara,” itu bukan sekadar pelecehan terhadap demokrasi, melainkan juga penghinaan terhadap kecerdasan bangsa.


Pemimpin bukan sekadar simbol, ia adalah penentu arah bangsa. Maka wajar bila publik menolak untuk dipimpin oleh figur yang tak layak secara moral maupun intelektual. KPU, partai politik, dan elite bangsa perlu mendengar suara rakyat: jangan paksa negeri yang penuh dengan orang cerdas untuk tunduk pada pilihan yang membodohkan.



Pak J

SUBHAN GUGAT GIBRAN RP125 TRILIUN: HAKIM, JANGAN CUMA JADI TUKANG KETOK!

 

Surabaya, Ruang Ide
Drama politik negeri +62 makin seru. Kali ini bukan soal artis masuk parpol, tapi soal Subhan, warga biasa  dari jakarta barat yang berani luar biasa. Ia resmi menggugat Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dan KPU di PN Jakpus. Nilai gugatannya bikin netizen ngecek kalkulator: Rp125 triliun plus Rp10 juta!

Kalau duit segitu cair, tiap warga bisa dapet kompensasi cukup buat beli bakso tiap hari sampai pensiun. Bahkan pedagang cilok pun mungkin bisa upgrade gerobak jadi Alphard.

Subhan menilai Gibran dan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum, karena syarat pendaftaran cawapres dulu katanya nggak komplit, tapi entah kenapa tetap lolos. Singkatnya: “aturan kok bisa jadi odading Mang Oleh, bebas tafsir?”

Lebih berani lagi, Subhan minta hakim menyatakan status Gibran sebagai Wapres tidak sah. Ini bukan sekadar gugatan, tapi plot twist terbesar sejak sinetron “Tersanjung”.

Tak cukup sampai di situ, Subhan juga minta denda harian Rp100 juta kalau putusan nggak dilaksanakan. Bayangin, telat sehari aja udah cukup buat beli vila di Puncak.

Sekarang tinggal majelis hakim: mau dicatat sejarah sebagai penjaga keadilan, atau cuma jadi cameo yang nongol 3 detik buat ketok palu? Rakyat butuh hakim yang berani, bukan yang takut disemprot “atasan”.

Kita semua tahu, Subhan mungkin sendirian di ruang sidang, tapi dukungan rakyat ada di belakangnya. Gugatan ini ibarat lampu senter kecil di tengah PLN byar-pet: bikin kita melek, bahwa rakyat kecil pun masih bisa menggugat raksasa.

Jadi, pesan untuk para hakim: jangan pura-pura ngantuk saat sidang. Ingat, keadilan itu bukan untuk dipajang di ruang tamu, tapi untuk ditegakkan. Kalau tidak, ya siap-siap sejarah menulis kalian sebagai “pemain pengganti yang gagal bikin gol”.


Pak J

Senin, 01 September 2025

MEMBAKAR GEDUNG, MEMBUNUH, MENJARAH, ADALAH HARAM

 Opini

Oleh : Sudianto, S.Pd.I

Ruang ide.

Indonesia dalam peringatan 80 tahun kemerdekaannya telah mencatat sejarah kelam. Bagaimana tidak, hampir terjadi disetiap 
 daerah di negeri ini gelombang aksi menuntut pembubaran DPR yang dinilai sudah tidak aspiratif dan terkesan memupuk kekayaan pribadi serta membuat kebijakan yang menyengsarakan rakyat. 

Ditengah himpitan ekonomi yang dirasakan oleh rakyat negeri ini, tekanan pajak yang tinggi, naiknya berbagai kebutuhan pokok, ternyata DPR yang katanya wakil rakyat malah menaikan tunjangannya dan bersorak sorai juga berjoget ria tanpa merasa medzolimi rakyat yang hidup sengsara. 

Dari sinilah ungkapan kemarahan rakyat menjelma menjadi kekuatan liar yang tak terkendali. 


Aksi massa yang tidak terima dengan berbagai kebijakan negara kini menyasar keberbagai gedung atau fasilitas negara. Tidak hanya itu penjarahan pun terjadi pada pejabat yang dinilai telah menghina rakyat kecil melalui statementnya. 

Akibat dari ini, gedung DPRD Makasar terbakar, gedung DPRD NTB terbakar, gedung DPRD Kediri terbakar, gedung negara Grahadi Surabaya terbakar, gedung SIM dan SPKT Mapolda DIY terbakar, Wisma MPR di Bandung terbakar, dan masih banyak lagi. Tidak hanya membakar, bahkan mereka pun menjarah barang-barang baik milik pejabat maupun fasilitas negara. 

Selain gedung dan penjarahan barang, nyawapun menjadi korban kebringasan massa. Banyak korban jiwa, luka-luka, baik dari pihak masyarakat maupun pejabat atau kepolisian negara. Mengapa ini terjadi ditengah hiruk-pikuk perayaan kemerdekaan RI ???

PANDANGAN ISLAM

 lalu bagaimana pandangan islam terhadap peristiwa di atas?


Sungguh tidak mungkin muncul asap tanpa api, artinya tidak ada masalah tanpa sebab. Ada beberapa sebab yang memicu aksi massa diantaranya adalah tunjangan DPR/MPR yang sangat fantastis hingga 50 juta perbulan yang dianggap sangat menyimpang dari kondisi masyarakat hari ini. 

Kematian Affan Kurniawan akibat dilindas oleh kendaraan brimob yang merupakan symbol kekuatan negara yang akhirnya viral. 

Krisis ekonomi dan ketidakadilan turut mewarnai sebab marahnya massa. Pajak dinaikan sementara tunjang pejabat dan fasilitasnya ditingkatkan sementara rakyat menjerit kelaparan. Rasional anggaran dan ketimpangan social juga naiknya biaya kuliah sehingga menyeret serikat pekerja dan mahasiswa dalam unjukrasa. Ditambah mudahnya komunikasi melalui media social yang cepat diterima. 

Dalam pandangan syariah islam, demontrasi padasarnya adalah cara menyampaikan aspirasi. Hukum asalnya adalah boleh atau mubah selama memenuhi syarat yaitu damai, tidak merusak, dan bertujuan menegakkan keadilan dan kebenaran. 

Hal ini pernah terjadi pada masa pemerintahan Kholifah Usman Bin Affan. Pada saat itu masyarakat Mesir, Kufah, dan Basrah datang ke Madinah untuk menyampaikan aspirasinya. Mereka menuntut agar Kholifah Usman mencopot dan mengganti para Gubernur/Pejabat yang dianggap dzalim atau tidak adil. Mereka pun menganggap banyak kebijakan yang menguntungkan kerabat dekat Kholifah. 

Usman pun menerima merekan dengan lembut dan menerima aspirasi mereka. Dari sini kita bisa mengambil hikmah bahwa menyampaikan aspirasi ke kepala negara/pejabat adalah sah-sah saja dalam islam. 

Islam melarang secara tegas jika dalam demontrasi ada anarkis atau membuat kerusakan. Allah SWT. Berfirman QS. Al-A’raf 56 “Dan janganlahkamu membuat kerusakan di bumi ini setelah Allah memperbaikinya …” Nabi Muhammad saw juga bersabda “Sesungguhnya darahmu, hartamu, dan kehormatanmu adalah haram atas kalian (untuk dilanggar) sebagaimana sucinya hari ini, dinegeri ini ….” Artinya demontrasi dengan membakar gedung, menjarah, atau merusak fasilitas umum adalah haram. 

Dalam adab berjihad juga terdapat hadist yang melarang merusak gedung/bangunan, menebang pohon, dan memunuh tanpa hak. Rasulullah saw berpesan kepada pasukan jihad “berangkalah kalian dengan nama Allah swt, dan janganlah membunuh orang tua, anak-anak, wanita, dan janganlah menebang pohon” (HR.Abu Dawud no. 2614). “ janggalah kalian membakar pohon kurma, jangan menenggelamkannya dengan air, jangan merusak bangunan, dan jangan membunuh hewan ternak kecuali untuk dimakan” (HR. Malik dalam A-Muwaththa’)

Kalau dalam perang saja yang itu jelas musuhnya adalah orang-orang kafir, islam telah jelas melarang merusak sembarangan, apalagi dalam keadaan damai juga dengan saudara islam sendiri tentu hal ini jauh lebih haram lagi. Jadi jelaslah bahwa aktifitas demontrasi tidak dilarang dalam islam karena itu adalah cara menyampaikan aspirasi, tapi demontrasi yang anarkis kemudian merusak, membakar, menjarah baik milik perorangan/pribadi maupun milik umum atau negara adalah haram. 


Wahai saudaraku…, apa yang kalian lakukan hari ini dengan membakar gedung-gedung, merusak fasilitas umum, menjarah harta pejabat atau harta negara adalah bertentangan dengan syariat islam. Allah swt tidak akan pernah ridho dengan cara-cara ini, jika Allah tidak ridho maka keberkahan akan dicabut. Artinya tidak akan membuahkan kebaikan dan kemaslahatan untuk kita dan negera kita. Ingatlah hanya dengan islam kita mulia, hanya dengan islam kita bahagia, dan hanya dengan islam kita akan masuk syurga. Marilah kita tunduk dan patuh terhadap syariat islam, artinya menegakkan islam secara kaffah adalah sebuah kewajiban. Hanya dengan itu hidup akan mulia semat dunia dan akhirat.

JANGAN RUSAK WARISAN SEJARAH, JANGAN JADI PENGKHIANAT BANGSA

Demo adalah hak rakyat. Ia lahir sebagai suara nurani untuk mengingatkan pemerintah agar tetap berada di jalur yang benar. Namun, ketika demo berubah menjadi tindakan anarkis, apalagi merusak dan mencuri benda bersejarah, itu bukan lagi aspirasi-itu pengkhianatan.

Situs sejarah, candi, prasasti, arca, maupun peninggalan purbakala bukan sekadar batu tua atau benda mati. Ia adalah saksi bisu perjalanan bangsa ini. Dari sana kita tahu bahwa leluhur kita pernah berjuang, membangun, berperadaban, dan menitipkan pesan: Jaga agar kalian tidak hilang arah. Maka, merusak atau mencuri situs sejarah sama artinya dengan memutuskan akar bangsa sendiri.

Apakah anda sadar? Dengan merusak dan menjarah, anda tidak hanya menghina pemerintah yang anda benci, tapi juga menghancurkan warisan orang tua anda sendiri. Anda telah menghalangi anak cucu kita untuk belajar dari jejak masa lalu. Anda menutup pintu pengetahuan mereka, hanya karena nafsu, amarah, dan keserakahan anda hari ini.

Lalu apa hubungannya kekecewaan anda kepada pemimpin dengan mencuri arca, merusak prasasti, atau membakar situs sejarah? Itu bukan perjuangan, itu perampasan. Itu bukan keberanian, itu pengkhianatan. Anda bukan sedang melawan ketidakadilan, tapi sedang melukai bangsa anda sendiri.


Kembalikanlah. Hentikan tangan anda yang merampas warisan leluhur. Belajarlah membedakan antara aspirasi dengan anarki, antara perjuangan dengan perusakan. Ingatlah, sejarah tidak akan pernah diam. Setiap tindakan anda hari ini akan dicatat, dan generasi mendatang akan bertanya: Mengapa mereka tega merusak peninggalan yang seharusnya jadi pelajaran kami?”

Jika anda masih punya hati, masih mengaku sebagai bagian dari bangsa ini, maka kembalikan apa yang anda ambil. Jaga apa yang tersisa. Jangan wariskan kehinaan kepada anak cucu anda. Wariskan kebanggaan, dengan menjaga warisan sejarah yang membuat kita tetap ada sebagai bangsa yang bermartabat.


Pak J.
praktisi/ pengajar sejarah SMK Sunan Giri Gresik Jatim