Oleh : M. Anwar Djaelani
Iman menikahkan putri sulungnya di Masjid Manarul Ilmi ITS. Acara di
Sabtu 23/06/2018 itu, berhasil “Mengembalikan kebersahajaan dan
kejujuran dari sebuah prosesi pernikahan,” kata Ismail
Nachu – Ketua
ICMI Jatim. Kemudian, hadir di acara itu, “Terasa seperti dikembalikan
ke zaman Rasulullah Saw,” kesan Yulyani – aktivis dakwah dan pengusaha.
Tak berlebihankah apresiasi itu? Wartapilihan.com, Surabaya –Iman,
sapaan dari Ir. Iman Supriyono, MM. Dia, Konsultan Manajemen Senior di
SNF Consulting. Bagi sahabat dan relasinya, Iman –yang telah menulis 10
buku dan ratusan artikel itu- punya sisi menonjol: Agamis,
menomorsatusakan efisiensi, dan tak lelah berkampanye agar kita selalu
tepat waktu.
Maka, seperti apakah konsep dan pelaksanaannya saat dia menikahkan
Izza, putri sulungnya? Banyak ketidaklaziman yang Iman lakukan. Misal,
cara mengundang. Iman tak mencetak kartu undangan. Sebagai gantinya,
secara pribadi dia kirim via Whatsapp (WA) berupa Pdf dari kartu
undangan. Fotmatnya, cukup menarik.
Di undangan itu, banyak tertera hal yang tak biasa. Misal, undangan ditulis dalam empat bahasa (Indonesia, Arab, Inggris, dan Cina). Digunakannya bahasa Cina karena Izza menyelesaikan S1 di “Chinese Literature Jiangxi Normal University”, setelah dia menamatkan SMP Luqman Al-Hakim Surabaya dan SMA Al-Hidayah di Johor – Malaysia.
Di undangan itu, banyak tertera hal yang tak biasa. Misal, undangan ditulis dalam empat bahasa (Indonesia, Arab, Inggris, dan Cina). Digunakannya bahasa Cina karena Izza menyelesaikan S1 di “Chinese Literature Jiangxi Normal University”, setelah dia menamatkan SMP Luqman Al-Hakim Surabaya dan SMA Al-Hidayah di Johor – Malaysia.
Di undangan, ada rincian acara dari menit ke menit. Juga, kabar bahwa tamu tak perlu membawa hadiah dalam bentuk apapun. Tak hanya itu, ada yang “mengejutkan”, yaitu adanya kalimat agar tamu datang sebelum acara dimulai pada pukul 7.00 dan Tuan Rumah sudah siap pada pukul 6.00.
Undangan yang “disebar” pertengahan Ramadhan 2018 itu, di beberapa
hari setelahnya, diikuti kiriman WA berikutnya. Bahwa. “Untuk membantu
keluarga mempelai mengorganisasikan acara, mohon mengisi konfirmasi
kehadiran pada link: https://goo.gl/forms/wxJO6UOQioU8w9zi2. Hasilnya?
Dari semua yang terundang, yang mengonfirmasi kehadiran 517 orang dan
dengan tambahan keterangan bahwa ada yang menyatakan akan hadir
sendirian, berdua, bertiga, dan ada yang bersepuluh.
Lalu, tibalah, Sabtu 23 Juni 2018. Pukul 6.00, Iman, istri, dan
sejumlah anaknya bersiap menerima tamu di tangga masjid ITS sisi utara.
Para tamu-pun berangsur berdatangan. Setelah bersalaman, tamu melewati
teras sebelum masuk ke Ruang Utama Masjid ITS. Di teras itu, tampak
Photo Booth yang sederhana.
Undangan laki-laki dan perempuan dipisah oleh pembatas. Sisi kanan
atau utara untuk laki-laki dan di sebelahnya untuk perempuan. Terlihat,
rata-rata tamu, begitu masuk masjid langsung menunaikan shalat Tahiyatul
Masjid dan Dhuha.
Sahabat dan relasi Iman banyak. Maka, tamu-pun terdiri dari banyak
kalangan. Misal, ada yang berprofesi Satpam, pendidik, dan pengusaha.
Dari sekitar 1400 orang yang hadir, yang banyak tampak -antara lain-
adalah aktivis dakwah dan pendidik.
Sambil menunggu acara dimulai, para tamu akrab berbincang. Ada
suasana “Halal bil Halal” karena memang masih di pekan kedua bulan
Syawal.
Sesuai agenda, pukul 7.00, Iman masuk Ruang Utama masjid. Dia duduk
di depan mihrab tempat akad-nikah. Tepat pk 7.10 Pembawa Acara memulai.
Setelah khutbah nikah, pukul 7.30, ijab-kabul berlangsung. Ringkas,
total hanya 20 menit. Pukul 7.55 Pembawa Acara menyilakan hadirin
menikmati jamuan di teras sisi timur masjid.
Ada sejumlah meja dengan aneka makanan sederhana. Nasi dan lauknya,
disediakan dalam kemasan berbungkus: Ada yang berbungkus daun, mika, dan
kertas bungkus coklat seperti yang biasa kita lihat. Menunya, ada nasi
krawu, nasi campur, nasi uduk, nasi jagung, nasi jajan, dan nasi bakar.
Ada juga penganan seperti kacang rebus, pisang rebus, lemper, dan
lain-lain.
Para tamu sangat menikmati. Setelah mengambil makanan, mereka duduk
dalam lingkaran-lingkaran kecil. Rata-rata mereka makan dengan tangan,
tanpa sendok. Sambil makan, mereka berbincang ringan. Sesekali tampak,
sebagian lalu pindah ke lingkaran yang lain untuk meluaskan
silaturrahim.
“Nuansa kebersamaan kuat karena banyak Ustadz, Guru Besar, aktivis,
mahasiswa, dan masyarakat umum makan bersama. Mereka lesehan di teras
masjid. Ini pemandangan yang jarang kita temukan di Walimahan,” kata
Misbahul Huda – penulis buku “Bukan Sekadar Ayah Biasa” dan Motivator
Leadership Spiritual.
Acara ini Islami, sebab –misalnya- tak ada yang makan sambil berdiri.
Tak ada yang mengambil makanan lebih dari yang dibutuhkannya. Tak ada
sisa makanan yang terbuang. Juga, terasa beradab, sebab tamu bisa rileks
berbicara –menyambung silaturrahim- karena tak ada gangguan suara musik
yang menggelegar.
Banyak yang terkesan. “Konsep acaranya efektif, khusyu’, khidmat, dan
berusaha maksimal menerapkan prinsip-prinsip pernikahan syar’i,” tutur
Jauhari Sani – Direktur Yayasan Dana Sosial al-Falah (YDSF).
Berkah, Berkah!Kembali ke paragraf pertama tulisan ini. Berikut
kutipan lengkap dari Ismail Nachu, Ketua ICMI Jatim. Bahwa, acara itu
berhasil “Mengembalikan kebersahajaan dan kejujuran dari sebuah prosesi
pernikahan sebagai pondasi penting dalam membangun rumah tangga, yang
selama ini terasa hilang terseret budaya populer yang hedonistik dan
penuh pencitraan alias tak sejati”.
“Saya bahagia dan terharu hadir di pernikahan ini. Hadir di acara ini
serasa dikembalikan ke masa-masa Rasulullah Saw, sederhana dan penuh
kekhusyu’an. Damai dalam keberkahan. ‘Tuan Rumah’ telah menghadirkan
konsep pernikahan yang Islami. Saya suka sekali dan kabar tentang ini
langsung saya kirim ke anak-anak saya yang masuk usia pernikahan.
Bagaimana respon mereka? Suka,” kata Yulyani – Muslimah yang aktif di
dunia usaha, sosial, dan politik ini.
Gambar bukan foto asli tapi hanya sebagai ilustrasi
Gambar bukan foto asli tapi hanya sebagai ilustrasi
Alhasil, “Acara pernikahan ini sangat berkesan dan bisa menginspirasi
banyak orang. Bagi yang belum menikah, jangan takut menikah hanya
karena merasa tidak mampu menyelenggarakan resepsi yang megah, misalnya.
Menikah itu mudah dan murah. Hal yang kita pentingkan, keberlimpahan
berkah,” simpul Anandyah Retno Cahyaningrum – pengamat masalah
pendidikan dan keluarga. []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar