Setelah Jayabaya moksa, keduanya dipercaya menjaga kawasan penting: Buta Locaya menjaga Selabale (gua Selomangleng), sementara Tunggul Wulung menjaga kawah Gunung Kelud agar letusannya tidak membahayakan warga sekitar.
Namun, ada sosok lain yang memiliki nama serupa, yaitu Kiai Ibrahim Tunggul Wulung. Ia hidup pada abad ke-19 dan memiliki perjalanan hidup yang unik. Berasal dari daerah Juwono dekat Gunung Muria, ia bernama asli Kiai Ngabdullah atau Raden Tandakusuma, anak dari selir Raden Ngabehi Atmasudirdja.Karena keterlibatannya dalam Perang Diponegoro (1825-1830) memusuhi diponegoro atau di pihak belanda, ia melarikan diri dan menjadi rakyat biasa, hidup bertapa di lereng Gunung Kelud.
Serat Gatoloco mengandung kisah yang memutarbalikkan sejarah, menyebut bahwa Raden Patah, raja pertama Demak, memberontak melawan ayahnya yang berkuasa di Majapahit. Padahal, berdasarkan catatan sejarah yang lebih kredibel, Majapahit runtuh bukan karena serangan Raden Patah, melainkan akibat serangan Raja Girindra Wardana dari Kerajaan Hindu Kediri. Ini menjadi bagian dari strategi Belanda untuk memecah belah semangat juang rakyat Jawa dengan mengaburkan fakta sejarah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar