- Jangan mengambil yang bukan haknya.
- Penuhi janji yang sudah diucapkan saat kampanye. Atau janji saat belum terpilih. baik lisan atau tulisan.
- Jangan membuat program di luar janji kampanye. janji yang di lontarkan
Tiga hal ini terdengar mudah, tetapi justru di sinilah ujian terbesar seorang pemimpin itu. baik presiden Bupati Gubernur Ketua Yayasan, pejabat, Rektor, kepala sekolah, pimpinan perusahaan RT,RW Lurah dan lain lain.
Mari kita lihat realitas di sekitar kita. Betapa sering kita melihat pemimpin yang begitu semangat berjanji sebelum terpilih, tetapi setelah berkuasa, janji-janji itu lenyap seperti kabut pagi. Mereka beralasan kondisi tidak memungkinkan, anggaran kurang, atau tiba-tiba punya "visi besar" yang tak pernah disebutkan saat kampanye.
Yang lebih parah, ada pemimpin yang justru lebih sibuk dengan program-program baru yang tidak pernah dijanjikan sebelumnya. Program ini sering kali bukan untuk rakyat, melainkan untuk ambisinya sendiri. Ia ingin meninggalkan "legacy," ingin dianggap visioner, ingin dikenang. Padahal, dalam prosesnya, rakyat justru menjadi korban. Anggaran yang seharusnya digunakan untuk janji-janji kampanye malah terserap ke proyek ambisius yang belum tentu dibutuhkan.
Inilah yang disebut belenggu ambisi. Seorang pemimpin yang awalnya dipilih karena janji-janji yang realistis, tiba-tiba terjebak dalam keinginan pribadinya sendiri. Ia ingin membangun sesuatu yang besar, sesuatu yang membuatnya dikenang, tetapi melupakan tugas utamanya: menepati janji kepada rakyat.
Kepemimpinan sejati bukan soal seberapa besar proyek yang ditinggalkan, melainkan seberapa besar kepercayaan rakyat yang tetap terjaga hingga akhir masa jabatan. Jika ingin menjadi pemimpin yang dihormati, cukup lakukan tiga hal tadi: jangan korupsi, tepati janji, dan jangan keluar jalur. Sesederhana itu, sesulit itu, menjadi orang nomor satu di bidang apapun..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar