Selasa, 18 Februari 2025

KETIKA PEMIMPIN MENYURUH RAKYAT NYA MINGGAT ? Oleh Pak J

Sungguh memprihatinkan! Seorang menteri dengan enteng mengatakan, "Kabur sajalah kalau perlu, jangan balik lagi!" Pernyataan ini muncul sebagai respons terhadap tagar #KaburAjadulu—sebuah gerakan yang menggambarkan kekecewaan anak muda terhadap kondisi di negeri ini.


Alih-alih mendengar aspirasi, pemerintah justru merespons dengan ketus, seakan-akan anak muda tak punya hak untuk mengeluh. Mereka lupa bahwa pemuda adalah penerus bangsa. Jika mereka lebih memilih pergi ke luar negeri untuk mencari masa depan yang lebih baik, bukankah itu alarm keras bahwa ada yang tidak beres di dalam negeri?


Ketika para guru di Indonesia sibuk, berjibaku berjuang mendidik generasi muda agar mereka bisa mengelola sumber daya alam negeri sendiri, justru ada pemimpin yang dengan enteng berkata: "Kabur sajalah kalau perlu, jangan balik lagi!". Pernyataan ini bukan hanya melukai perasaan anak muda, tapi juga menunjukkan betapa jauhnya jarak antara pemerintah dan rakyatnya.

Jika pemimpin benar-benar peduli, seharusnya mereka mencari solusi, bukan justru menyuruh pergi.

Inilah akibat ketika pemimpin lebih memilih menjadi bijaksini (rakus) daripada bijaksana (berbagi). Pemimpin yang bijaksini hanya memikirkan kepentingan sendiri. Mereka memastikan kekuasaan tetap dalam genggaman keluarga, anak-anak dan menantunya diberi jabatan, sementara rakyat dibiarkan berjuang sendirian. Kata-kata mereka mungkin terdengar baik, tetapi di telinga rakyat, itu hanyalah kebohongan yang menyakitkan.

Pemimpin yang benar-benar bijaksana tidak akan menyuruh rakyatnya pergi. Sebaliknya, ia akan menciptakan kondisi agar mereka mau bertahan, bekerja, dan membangun negeri ini bersama. Pemimpin yang baik akan mendengar, memahami, dan mencari solusi.

Jadi, jika hari ini banyak anak muda yang ingin pergi, jangan salahkan mereka. Salahkan pemimpin yang membuat mereka merasa tak punya harapan di negeri sendiri.

Pak J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar