Ada beberapa faktor yang menyebabkan kekuasaan Daulah Mughal mengalami kemunduran pada setengah abad terakhir sebelum akhirnya berakhir pada tahun 1858 M.
Minggu, 22 November 2020
Ilmu 11Dinasti Umayyah Periode Yazid bin Muawiyah X
Dinasti Umayyah Periode Yazid bin
Muawiyah
Pembaiatan Yazid Sebagai Khalifah
bin Muawiyah, merupakan khalifah kedua dinasti Ummayah. Ia memerintah menggantikan ayahnya, yang meninggal pasca pengepungan kedua Konstantinopel. Yazid bin Muawiyah,
Minggu, 15 November 2020
ILMU KE 10 SKI XI DINASTY MUGHAL DALAM BIDANG SENI BUDAYA 2
Bidang Seni dan Budaya
Minggu, 08 November 2020
1LMU KE 14 SKI Konflik Abdullah bin Az-Zubair dan Yazid bin Muawiyah BANI UMAYYAH X
Abdullah bin Az-Zubair memiliki nama lengkap Abdullah bin Az-Zubair bin AL-Awwam bin Khuwailid Al-Asadi.
ILMU KE 13 SKI Pemberontakan Warga Madinah, dan Pertempuran Al-Harrah (63H) X DINASTY UMMAYAH
Pada tahun 63 H, warga Madinah memberontak terhadap Yazid bin Muawiyah. Pemberontakan ini diawali dengan pengiriman utusan dari Madinah, yang dikirimkan oleh walikota baru Madinah Utsman bin Muhammad. Utusan ini dipimpin oleh Abdullah bin Hazhalah Al-Anshari. Ketika sampai di Syam, Yazid memuliakan mereka, dan melimpahi mereka dengan hadiah.
Meskipun telah memuliakan mereka, sebelum rombongan utusan
Madinah ini pulang, mereka sudah mengumumkan pemberontakan terhadap Yazid, dan
tidak mau mematuhinya lagi. Ketika ditanya tentang alasan pemberontakan, mereka
menjawab, “Yazid minum Khamar. Alat musik dimainkan untuknya. Ia juga
meninggalkan sholat, dan melanggar hukum Al-Qur’an.”
Ketika pemberontak itu menemui Muhammad bin Ali (Ibnul
Hanafiyah), untuk mengajaknya bergabung. Ibnul Hanafiyah berkata,
“menurutku apa yang kalian tuduhkan itu tidak dilakukan Yazid. Aku pernah
tinggal di kediamannya. Aku melihat sendiri Yazid rutin mendirikan sholat,
gemar berderma, bertanya tentang masalah Fikih, dan melazimkan amasl sesuai
As-Sunnah.” Setelah berdialog cukup lama, Ibnul Hanafiyah tetap teguh pada
pendiriannya, dan tidak mau ikut berperang.
Gagal mengajak Ibnul Hanafiyah bergabung, kaum pemberontak ini kemudian mengangkat dua orang pemimpin. Abdullah bin Hazhalah Al-Anshari mereka nobatkan sebagai pemimpin kaum Anshar. Sementara Abdullah bin Muthi’ Al-Adawi mereka nobatkan sebagai pemimpin kaum Quraisy. Jika kita melihat dari pola gerakan pemberontakan ini, tujuan dari pemberontakan ini sama sekai tidak jelas, dan gerakan mereka tidak solid.
Yazid berharap dapat mengatasi pergolakan warga Madinah
dengan cara yang bijak. Ia mengutus An-Nu’man bin Basyir Al-Anshari untuk
mengajak kaum pemberontak agar kembali taat padanya, bersatu, dan tidak
menyulut perpecahan umat. Usaha tersebut tidak membuahkan hasil, mereka
menolaknya. Bahkan mereka mengusir walikota Madinah beserta seluruh Bani
Umayyah dari Madinah.
Tindakan yang dilakukan para pemberontak, menyebabkan Yazid tidak mempunyai pilihan selain menghadapi pemberontak dengan cara militer. Akhirnya, ia mengirimkan pasukan besar di bawah komando Muslim bin Uqbah. Sebelum pasukan tersebut berangkat Yazid berpesan untuk menghimbau pemberontak itu sebanyak tiga kali, jika mereka tidak mau menerimanya maka perangilah.
Kaum pemberontak Madinah yakin bahwa Yazid tidak akan
tinggal diam melihat perbuatan mereka, dan pasti segera mengirimkan pasukan.
Mereka mengambil langkah-langkah untuk mengalahkan pasukan yang akan datang
tersebut, yaitu merusak sumber-sumber air yang ada di antara Madinah, dan Syam,
supaya pasukan yang dikirim Yazid mati kehausan. Selain itu, pemberontak juga
membuat parit untuk menghalangi serangan. Namun, usaha tersebut sia-sia karena
pada saat yang bersamaan daerah sekitar Madinah hujan lebat, sehingga pasukan
tidak kekurangan air.
Setibanya pasukan Muslim bin Uqbah di Madinah, ia mengimbau
pemberontak Madinah sebanyak tiga kali. Namun, mereka tidak menerimanya. Perang
terbukan pun tidak terhindarkan. Kaum pemberontak Madinah, dalam pertempuran
Al-Harrah ini, akhirnya dapat ditumpas. Abdullah bin Hanzhalah serta
tokoh-tokoh pemberontak lain dapat dibunuh. Peristiwa ini terjadi pada 27
Dzuhhijjah, 63 H.
Setelah perang Harrah usai, Muslim bin Uqbah mengeluarkan
perintah Ibahatul-Madinah (memperbolehkan pasukannya melakukan
apa saja di Madinah) selama tiga hari. Ini adalah kesalahan tersebar yang
mencoreng pemerintahan Yazid, karena selama waktu tiga hari itu pasukan-pasukan
Muslim melakukan perampasan dan pengrusakan di Madinah. Tentu saja perbuatan
tersebut tidak dapat dibenarkan, dan perbuatan tersebut dijadikan sebagai bahan
untuk menyerang sejarah mengenai dinasti Umayyah, dan pemerintahan Yazid.
ilmu ke 12 Tragedi Karbala 10 Muharam, 61 H Dinasty Umayyah X
Ketika Muawiyah memegang tampuk kekhalifahan, kelompok Syi’ah tidak pernah melakukan pemberontakan terbuka
Sabtu, 07 November 2020
Ilmu 9 Dinasti Umayyah: Periode Awal (41-64H) X
Bani Umayyah adalah kekhalifahan Islam pertama setelah masa Khulafaur Rasyidin yang memerintah dari 661 M sampai 750 M di Jazirah Arab dan sekitarnya. Diakhir masa Kekuasaan khalifah Ali bin Abi Thalib, umat islam mulai bergejolak sehingga muncul menjadi tiga kekuatan politik yang dominan yaitu Syiah, Muawiyah, dan Khawarij. .
Perintisan dinasti Umayyah dilakukan oleh Muawiyyah dengan cara menolak membaiat Ali, berperang melawan Ali, dan melakukan perdamaian (tahkim) dengan pihak Ali yang secara politik sangat menguntungkan Muawiyyah. Setelah kaum Khawarij berhasil membunuh Ali r.a pada tahun 661 M.
Jabatan setelah Ali dipegang oleh
putranya Hasan bin Ali selama beberapa bulan. Namun, karena tidak didukung oleh
pasukan yang kuat, sedangkan pihak Muawiyyah kuat akhirnya Muawiyyah membuat
perjanjian dengan Hasan bin Ali, yang berisi bahwa penggantian pemimpin akan
diserahkan kepada umat Islam setelah pemerintahan Muawiyyah berakhir.
Perjanjian ini terjadi pada tahun 661 M. (41 H) Dan tahun itu disebut 'Ammul
Jama'ah atau tahun Jama'ah karena perjanjian ini mempersatukan umat Islam
kembali menjadi satu kepemimpinan politik yaitu Muawiyyah.
Dinasti Umayyah berkuasa hampir
satu abad, tepatnya selama 90 tahun, dengan empat belas khalifah. Namun
diantara sebagian mereka tidak mampu menjalankan tugasnya sebagai khalifah
dengan baik, bukan hanya lemah tetapi juga memiliki moral yang buruk.
Masa pemerintahan Bani Umayyah terkenal sebagai suatu era agresif, dimana perhatian tertumpu kepada usaha perluasan wilayah dan penaklukan, yang terhenti sejak zaman Khulafa ar-Rasyidin terakhir.
Hanya dalam jangka waktu 90
tahun, banyak bangsa di penjuru empat mata angin beramai-ramai masuk kedalam
kekuasaan Islam, yang meliputi tanah Spanyol, seluruh wilayah Afrika Utara,
Jazirah Arab, Suriyah, Palestina, separuh daerah Anatolia, Irak, Persia, Afganistan,
India dan negeri-negeri yang sekarang dinamakan Turkmenistan, Uzbekistan dan
Kirgiztan yang termasuk Sovyet Rusia.
Memasuki kekuasaan masa Muawiyah
yang menjadi awal kekuasaan Bani Umayyah, pemerintah yang bersifat demokratis
berubah menjadi monarchi heridetis
(kerajaan turun temurun). Kekhalifahan Muawiyah diperoleh dengan kekerasaan,
diplomasi dan tipu daya, tidak dengan pemilihan atau suara terbanyak.
Sukses kepemimpinan secara
turun-temurun dimulai ketika Muawiyah mewajibkan seluruh rakyatnya untuk
meyatakan setia terhadap anaknya, Yazid. Muawiyah mencontoh monarchi di Persia
dan Bizantium. Dia memang menggunakan
istilah khalifah, namun dia memberikan interprestasi (Penafsiran) baru dari
kata-kata itu untuk mengagungkan jabatan tersebut. Dia menyebutkan khalifah
Allah dalam pengertian penguasa yang diangkat oleh Allah.
Ibu kota negara dipindahkan
Muawiyah dari Madinah ke Damaskus, tempat ia berkuasa menjadi gubernur
sebelumnya. Khalifah-khalifah besar dinasti Bani Umayyah ini adalah
1. Muawiyah
bin Abi Sufyan (661-680 M),
2. Abd
al-Malik bin Marwan (685-705 M),
3. al-Walid
bin Abd Malik (705-715),
4. Umar
bin Abdul Aziz (71720 M) dan
5. Hisyam
bin Abd al-Malik (724-743 M).
Pada masa pemerintahannya, Bani
Umayyah telah banyak membuat kebijakan politik, diantaranya:
Pertama, pemindahan pusat
pemerintahan dari Madinah ke Damaskus. Keputusan ini didasarkan pada
pertimbangan politik dan alasan keamanan.
Kedua, Muawiyah memberi penghargaan kepada orang-orang yang berjasa dalam perjuangannya mencapai puncak kekuasaan. Seperti Amr bin Ash ia angkat kembali menjadi Gubernur di Mesir, Al-Mughirah bin Syubah yang diangkat menjadi Gubernur di Persia.
Pada periode awal pemerintahannya
sebagai khalifah, ia merumuskan sebuah tujuan yang jelas dalam pemerintahannya,
yaitu menekan pemerintahan Byzantium dengan cara mengepung Konstantinopel,
sekaligus sebagai upaya untuk menguasainya. Dalam mewujudkan tujuannya,
Muawiyah menerapkan beberapa kebijakan penting, antara lain:
- Memperhatikan peran industri kapal di Mesir, dan
Syam, dengan memilih tenaga kompeten untuk mengerjakan pembuatan kapal.
Tentu saja hal ini bertujuan untuk memperkuat angkatan laut Islam dan
mampu mengarungi Laut Mediterania dengan cepat.
- Memperkuat benteng-benteng pertahanan daerah pesisir
Mesir, dan Syam. Hal ini dilakukan agar daerah-daerah itu mampu menghadapi
serangan angkatan laut Byzantium sekaligus menjadi pangkalan militer
angkatan laut Islam.
- Menguasai pulau-pulau yang terletak di sebelah Timur
Laut Mediterania. Rencana ini dimulai dengan menguasai pulau Siprus, dan
Rhodes. Pengembangan kekuasaan ini sebagai langkah awal untuk mencapai
Konstantinopel
2 . Apa Makna khalifah Allah Menurut Muawiyah jelaskan ?
Anak anak pertanyaan tetap ada, di silahkan di cari dalam bacaan ilmu ke 9 ini dan jawab di kolom koment dibawah ini.
JANGAN LUPA TETAP MENGISI DATA YANG ADA DI GOOGLE FORM
Ilmu ke 9 Pangeran Sabrang Lor Pengaruh kerajaan Islam di jawa XII
Nama Demak sejak dulu telah dikenal banyak mendapatkan pengaruh dari pedagang Islam sehingga masyarakatnya kemudian banyak yang menganut agama Islam.