Bangsa Wakanda ini cenderung bereaksi terlambat.
Mereka baru bertindak setelah terjadi peristiwa,
berlarian ke sana-sini ketika semuanya sudah
kacau. Respon hanya muncul saat ada rangsangan.
Karena Bangsa ini lebih memilih makan siang gratis dibandingkan pendidikan gratis. Akibatnya, sebagian masyarakatnya berpikir pragmatis dan ekonomis, sehingga mengundang rasa miris. Uniknya lagi, mereka tidak paham masalah tetapi aktif membuat status dan komentar. (jadi teringat kutipan dari judul tulisan : "Tetaplah Bodoh Jangan Pintar").
Seharusnya, jika terjadi kecelakaan, penyebabnya harus dicari dan manajemen serta sistem diperbaiki, bukan malah menyalahkan dan melarang programnya.
Berpikirlah dengan nalar sehat. Jika ada kejadian yang merugikan, solusinya bukan dengan melarang. Apakah melarang bisa menjadi solusi utama?
Ketika terjadi kecelakaan bus wisata yang penumpangnya anak-anak sekolah, solusinya bukan melarang study tour. Jika ada kecelakaan rombongan pengantin, apakah solusinya melarang pernikahan? Boleh menikah asal jalan kaki ke rumah mempelai? Saat terjadi kecelakaan bus ziarah, solusinya bukan melarang ziarah. Jika ada kecelakaan bus dan pesawat pengantar haji, apakah solusinya melarang perjalanan haji? Begitukah?
Kecelakaan study tour sekolah disalahkan, guru jadi terdakwa, wali murid menjadi pengacara masalah? Apakah dengan melarang-larang bisa menjadi solusi utama?
Orang Wakanda mudah lupa. Jangankan kejadian satu sekolah (tidak bermaksud mengecilkan kejadian), untuk memilih pemimpin yang akan mengurus hajat hidup kita saja mereka sering lupa. Lima tahun lalu memilih pemimpin yang kebijakannya menyengsarakan 80% rakyat, saat pemilu lagi, hanya karena PKH, bansos, dan serangan fajar, mereka lupa dan memilihnya lagi. Bagaimana jadinya?
Jika ada kebijakan kenaikan UKT dan uang masuk PTN gila-gilaan, mereka protes. Ada petugas haji dari kalangan non-Muslim tapi dari Kemenag, mereka protes. Saya memberi masukan pada pemegang kebijakan: tenang, protes warga Wakanda akan segera selesai, mereka akan segera lupa.
Keunikan warga Wakanda yang kedua adalah ketika menghadapi larangan netizen tentang sesuatu yang berkaitan dengan wisata dan tour bagi anak sekolah. Mereka akan mencari istilah baru. Study tour dilarang, mereka menggunakan istilah "OUTING CLASS". Yang penting bukan study tour, bukan wisata? Kita outing class agar anak-anak mendapat wawasan baru. Boleh nggak? Ya, bolehlah.
Wisuda bagi TK sampai SMK dilarang, apakah kemudian acara itu tidak ada? Bisa dinamai lain kok. Lantas bagaimana?
Pihak sekolah yang mengalami musibah harus berdialog dengan pihak armada untuk mencari solusi. Pemerintah perlu menerbitkan regulasi terhadap perusahaan penyedia angkutan dan memastikan kebijakan itu berjalan melalui pengawasan yang ketat. Itu jika ingin melindungi warga negaranya.
Netizen jangan salah alamat! Guru yang berinovasi untuk memberi siswa wawasan dan pengalaman baru dijadikan terdakwa karena terjadi kecelakaan. Nanti kalau siswanya kuper, guru lagi yang disalahkan.
Seharusnya, jika terjadi kecelakaan, penyebabnya harus dicari dan manajemen serta sistem diperbaiki, bukan malah menyalahkan dan melarang programnya.
Berpikirlah dengan nalar sehat. Jika ada kejadian yang merugikan, solusinya bukan dengan melarang. Apakah melarang bisa menjadi solusi utama?
Ketika terjadi kecelakaan bus wisata yang penumpangnya anak-anak sekolah, solusinya bukan melarang study tour. Jika ada kecelakaan rombongan pengantin, apakah solusinya melarang pernikahan? Boleh menikah asal jalan kaki ke rumah mempelai? Saat terjadi kecelakaan bus ziarah, solusinya bukan melarang ziarah. Jika ada kecelakaan bus dan pesawat pengantar haji, apakah solusinya melarang perjalanan haji? Begitukah?
Kecelakaan study tour sekolah disalahkan, guru jadi terdakwa, wali murid menjadi pengacara masalah? Apakah dengan melarang-larang bisa menjadi solusi utama?
Orang Wakanda mudah lupa. Jangankan kejadian satu sekolah (tidak bermaksud mengecilkan kejadian), untuk memilih pemimpin yang akan mengurus hajat hidup kita saja mereka sering lupa. Lima tahun lalu memilih pemimpin yang kebijakannya menyengsarakan 80% rakyat, saat pemilu lagi, hanya karena PKH, bansos, dan serangan fajar, mereka lupa dan memilihnya lagi. Bagaimana jadinya?
Jika ada kebijakan kenaikan UKT dan uang masuk PTN gila-gilaan, mereka protes. Ada petugas haji dari kalangan non-Muslim tapi dari Kemenag, mereka protes. Saya memberi masukan pada pemegang kebijakan: tenang, protes warga Wakanda akan segera selesai, mereka akan segera lupa.
Keunikan warga Wakanda yang kedua adalah ketika menghadapi larangan netizen tentang sesuatu yang berkaitan dengan wisata dan tour bagi anak sekolah. Mereka akan mencari istilah baru. Study tour dilarang, mereka menggunakan istilah "OUTING CLASS". Yang penting bukan study tour, bukan wisata? Kita outing class agar anak-anak mendapat wawasan baru. Boleh nggak? Ya, bolehlah.
Wisuda bagi TK sampai SMK dilarang, apakah kemudian acara itu tidak ada? Bisa dinamai lain kok. Lantas bagaimana?
Pihak sekolah yang mengalami musibah harus berdialog dengan pihak armada untuk mencari solusi. Pemerintah perlu menerbitkan regulasi terhadap perusahaan penyedia angkutan dan memastikan kebijakan itu berjalan melalui pengawasan yang ketat. Itu jika ingin melindungi warga negaranya.
Netizen jangan salah alamat! Guru yang berinovasi untuk memberi siswa wawasan dan pengalaman baru dijadikan terdakwa karena terjadi kecelakaan. Nanti kalau siswanya kuper, guru lagi yang disalahkan.
Ingat, penanaman pendidikan dan karakter tidak harus selalu di dalam kelas. Di luar kelas pun sah.