Bangsa ini aneh, lucu, bahkan
sering kali menjadi bangsa yang kagetan.
Sifatnya yang sering kali mementingkan diri sendiri, (mulai hilangnya sifat gotong royong) terkadang bertindak tidak menempatakan pada porsi yang sebenarnya, terutama sikapnya terhadap tanduran budaya nenek moyang yang sering dinamai budaya tradisional.
Sifatnya yang sering kali mementingkan diri sendiri, (mulai hilangnya sifat gotong royong) terkadang bertindak tidak menempatakan pada porsi yang sebenarnya, terutama sikapnya terhadap tanduran budaya nenek moyang yang sering dinamai budaya tradisional.
Jika Budaya tradisional di Jawa
khususnya maupun di Indonesia pada umumnya di claim pihak asing atau negara
lain sebagai budaya mereka, kita seringkali menjadi orang yang mudah kebakaran
jenggot. Mati-matian kita membelanya, berbagai upaya kita lakukan, agar
budaya tradisional itu, tetap menjadi milik kita. dan semua claim asing
terhadap budaya tersebut mentah dan gagal.
Pembelaan terhadap claim asing
itu, tidak ada yang salah dan tidak ada yang keliru.
Tetapi prilaku dan
tindakan yang demikian ini, justru seperti menunjukkan ketidak
pedulian kita sebagai Bangsa, warga dan petani terhadap tanaman budaya
tradisional kita :
2.
Warga (berperan juragan yang menempati posisi sebagai pemodal dan pengguna
tanaman budaya tradisional).
3.
Petani budaya Tradisional ( Pemerintah, Dinas kebudayaan dan pariwisata )
dengan menggunakan dana dari warga dan wewenang (kekuasaan) mereka memiliki
tugas menanam kembali dan merawat, serta menyuburkan tanaman Budaya tradisional
bahkan mereka bertindak sebagai pelindung budaya tradisional itu dari “hama”
claim asing dan usia senja.
Sebagai bahasan yang lebih
mendalam, saya akan mengambil contoh ludruk dan lawakan serta kidungan
Kartolo Jawa Timur. Kartolo dan teman teman seprofesinya adalah figur pelaku budaya. Namun demikian keberadaan
nya sering kali, Menjadi tanaman Budaya tradisi yang kurus dan layu. Sebab mereka
harus mandiri, menghidupi sendiri, berjuang sendiri dan melawan “musuh “ (
budaya asing) juga sendiri, agar tetap bisa bertahan hidup.
Dari “kesendiriannya” ini mereka
masih harus di tambah lagi dengan menjawab berbagai pertanyaan dari sebagian warga yang tidak mengenal
pemetaan masalah.
Kartolo dan seprofesinya tidak
punya kewajiban untuk membuat tanaman budaya tradisional kidungan ini, untuk
tetap hidup dan berkembang. Andaikan hilang sekalipun, mereka tidak punya
tanggung jawab untuk menemukannya kembali. sebab posisi kartolo dan teman
temanya adalah tanaman budaya, mereka sudah berbuat banyak, mereka sudah
mengabdikan dirinya, ditempat kidungan itulah tawaf dan sa’i nya, mungkin juga
ibadah dan dzikirnya. Mereka tidak memiliki tanggung jawab untuk menyuburkannya
karena mereka bukan petani budaya.
Oleh karena nya sangat di
sayangkan jika ada pertanyaan, usulan, atau saran supaya bagaimana kidungan
tradisional itu tetap eksis?. Sama sekali semuanya itu salah alamat, harusnya
saran, usulan dan pertanyaan itu di tujukan kepada petani budaya , yang memang
dengan itu mereka ada.
Sebagai tanaman, kartolo dan
ludruk maunya di 'peras' untuk menghasilkan panen yg melimpah, walaupun
entah oleh siapa, tetapi sayangnya sang petani tidak pernah memupuk nya,
tanaman “diharuskan” hidup sendiri di tengah-tengah kondisi tanah yang sedang tidak
bersahabat, (akibat derasnya budaya asing yang di anggap modern. ) di tengah
kekeringan air (order pentas) dan sulitnya mencari asupan gizi hanya untuk
sekedar bertahan hidup.
Sebagai tanaman Budaya
tradisional, kidungan, lawakan, dan ludruk khas Jawa Timur, tidak mungkin
tanaman ini, di pindah di tanah yang lebih menjanjikan (sekedar janji) supaya
lebih berkembang. Hal ini terbukti, ada pengalaman pahit sebelumnya, yakni ketika
tanaman Srimulat di boyong dan di pindah dilain tanah (di Jakarta,) di
sana bukan subur, tapi justru mati. Barangkali Srimulat ingin mencari lahan
yang lebih cocok, sayangnya, disana srimulat menjadi layu dan akhirnya mati.
Itulah sebabnya dalam paradigma
Figur yang bernama Kartolo (sebagai tanaman Budaya tradisional Jawa Timur), ia
tidak tergiur untuk pindah lahan, tidak tertarik dengan indahnya bayangan di
lain tempat. walaupun mugkin tawaran tawaran itu tentu ada, mereka tetap
konsisten membesar dan membesarkan Jawa Timur.
Tapi...,Untung tidak bisa
diraih,kerugian pun tak ada yang bisa menolak, nasib tanaman budaya yang
bernama ludruk, lawakan, dan kidungan tradisional itu sampai saat ini masih
kurus, layu. Dan barangkali dengan berjalannya waktu, tinggal menunggu saja saatnya untuk hilang
dari bumi warisan Singhasari dan Majapahit ini.
Mengapa?
Karena petaninya tidak di ketaui
entah kemana? barangkali mereka sibuk mencatat jenis jenis tanaman Budaya
tradisional yang ada, tapi lupa bahwa. Budaya tradisional ini bisa tetap hidup jika
di rawat, di airi, di pupuk dan di jaga
dari wabah penyakit claim orang asing.
Secara umur tanaman budaya tradisional
yang menginternal dalam wujudnya sebagai kartolo dan istrinya atau lainnya,sudah
mulai senja? Itu artinya mereka pun akan
menempati tempat yang tidak lagi di posisi tanaman budaya. Lalu.... kalau
kondisi itu datang, Apa yang akan engkau lakukan wahai pak tani untuk
tanaman Budaya ini,?
Masih belum cukupkah kejadian di
masa lalu dan sebelumnya menjadi pelajaran penting buat kita semuanya?. Bahwa
di tanah dan lahan Jawa Timur ini sudah tidak terhitung
jumlahnya, budaya-budaya tradisional dan figur figurnya yang kurus, layu
bahkan bergelimpangan karena tidak terurus dengan baik oleh dirimu.?
Tidak ingatkah kau pak tani,
bahwa dana yang dititipkan oleh warga,
kepadamu (uang pajak) dan amanah untuk mengurus tanaman itu (Kekuasaan)
keduannya untuk memelihara keberlangsungan tanaman budaya yang bernama
tradisional itu diantaranya.
Mengapa engkau sebagai petani
yang di titip-i dana, pupuk dan vitamin dari warga, seolah olah engkau
hanya diam tak bersuara, berhenti tak bergerak ?. dan lunglai tak
berdaya?
Apakah engkau hanya
masih sibuk sebagai pencatat jenis tanaman tapi engkau lupa
kewajibanmu ? segera bangkit untuk merawat mereka, sebelum semuanya di nyatakan
terlambat. Sebelum semua nya di claim sebagai milik asing dan sebelum mereka
menghilang dari bumi Warisan peradaban besar yang kini mengejawantah menjadi NKRI
ini.
pak JGuru Smk Sunan Giri Gresik Menganti
Tidak ada komentar:
Posting Komentar